Puisi-Puisi Ahmadun Yosi Herfanda

REINKARNASI

kukembalikan dagingku pada ikan
kuserahkan darahku pada kerang
makanlah milikku, ambil seluruhku
kukembalikan tulangku pada tripang

jika aku mati
hanya tinggal tanah
jiwaku membumbung
ke kekosongan

bertahun-tahun aku mengail
berhutang nyawa pada ikan
berabad-abad aku minum
berhutang hidup pada laut
berwindu-windu aku berlari
berhutang api pada matahari
tiba saatnya nanti kukembalikan
semua hutangku pada mereka

kukembalikan jasadku pada tanah
sukmaku kembali ke tiada
: zat pemilik segalanya!

Jakarta, 1992.

AYAT-AYAT ALAM

berabad-abad wajah tuhan bertaburan
jadi ayat-ayat alam yang berserak pada batu-batu
tiap perciknya menjelma wajah yang berbeda
berabad-abad wajah tuhan bertaburan
dalam serpihan cinta sekaligus sengketa

berabad-abad pula adam gelisah
mencoba menyatukan wajah tuhan
dalam gambaran seutuhnya. namun
selalu sia-sia ia. sebab, tuhan lebih suka
hadir dalam keelokan yang beraneka

pada keelokan pohon dan keindahan batu
pada keperkasaan ombak dan kediaman gunung
pada wajah suci seorang bayi dan hangat matahari
dan pada wajah manis seorang istri
tuhan hadir dalam senyum abadi

berabad-abad wajah tuhan bertebaran
pada ayat-ayat alam yang selalu
menemukan tafsir sendiri

Jakarta, 1995/2007.

JALAN RINDU

Di jalan manakah engkau kini menunggu
Kekasih. Begitu panjang jalan kutempuh
Tapi, tak sampai-sampai juga padamu

Berapa abad lagi aku mesti
Menahan nyeri hati tanpamu
Kutanggung sendiri berwindu rindu
Kutahan sendiri sepi tanpamu

Di manakah kini engkau menunggu
Kekasih. Setelah kutinggal khianat tanpamu
Tak tahu lagi kini alamat bagi rinduku
Masih terbukakah pintu untuk kembali
Ke satu cinta hanya padamu?

Jakarta, 2007.

SAJAK EMBUN

hanya karena cinta embun menetes
dari ujung bulu matamu, membasahi
rumput dan daun-daun, lalu meresap
ke jantungku. cacing-cacing pun berzikir
padamu, mensyukuri kodratnya tiap waktu

siapa yang menolak bersujud padamu
yang tak bersyukur karena karuniamu?
barangkali hanya orang-orang congkak itu
orang-orang yang berjalan dengan kepala
mendongak ke langit sambil melirik
dengan cibiran harimau

hanya karena cinta hujan menetes
dari sudut pelupuk matamu, membasahi rambutku
menyusup ke pori-pori tubuh, syaraf dan nadi
menghijaukan kembali taman hatiku
burung-burungpun bernyanyi karenaku
berzikir dan bersujud padamu
— ya allah, ampuni adaku padamu!

Yogyakarta, 1990/2007.

NYANYIAN SENJA SEORANG PENCINTA

jika aku mati, luluhlah bagai air
menyusup tanah dan batu-batu
menumbuhkan pohonan di tamanmu
putik bunga pun bertemu benihku
membuahkan cintamu

jika kau haus, minumlah jiwaku
jika tubuhmu berdaki
mandilah dalam kasihku
ikan-ikan bahagia dalam asuhanku
kafilah gembira menemuku

tiadalah arti hidup jika sekadar hidup
tiadalah arti mati jika sekadar mati
jika hidup tiada sebatas hidup
jika mati pun tiada sebatas mati
(jika tak takut hidup jiwa pun tak takut mati
karena dalam mati jiwa menemu hidup sejati)

jika aku mati, luluhlah bagai air
menyusup akar belukar dan pohonan
katak-katak bahagia dalam sejukku
teratai pun tersenyum
dalam ayunan jiwaku

tiada makna hidup
jika tiada menghidupi
tiada nikmat hidup
jika tiada memberi arti
— jika engkau pelaut
layarkan perahumu
pada keluasan hatiku!

Yogyakarta, 1984/2007.

Leave a Reply

Bahasa ยป