Pembukaan Jakarta Anniversary Festival 2009

Sjifa Amori
jurnalnasional.com

Pembukaan Jakarta Anniversary Festival 2009

“Ole”, seruan khas Spanyol itu berkali-kali membahana di teater Gedung Kesenian Jakarta. Penari bergaun panjang dengan selendang besar berwarna merah pun makin bersemangat meliukkan tubuh sambil mengentakkan kaki secara ritmis yang memperkaya warna musik perkusi yang disajikan kelompok tari Flamenco Compania Flamenco La Fragua.

Pementasan musik dan tari asal Spanyol Compania Flamenco “La Fragua” ini menandai dibukanya Jakarta Anniversary Festival (JAF) VII tahun 2009 yang secara rutin digelar dalam rangka memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Jakarta ke-482 mulai 4 hingga 30 Juni mendatang.

Tari Flamenco adalah pertunjukan seni pertama dalam rangkaian pagelaran JAF. Sebagai pembuka, nuansa khas Spanyol yang disajikan sangat pas untuk menggugah semangat penonton menyambut pesta ulang tahun Jakarta tercinta. Bukan sekadar hura-hura, musik tradisional Spanyol yang dibawakan Compania Flamenco “La Fragua” juga mampu menghanyutkan emosi pendengar dan penontonnya.

Kelompok tari Flamenco Compa?ia Flamenco La Fragua dibentuk tepat pada saat masuknya era baru yaitu tahun 2000. Kelompok ini memiliki lima orang personel yang masing-masing memiliki prestasinya sendiri, yaitu Jesus Herrera (penari pria), Lola Rodr?guez Jaramillo (penari wanita), Raul Fernandez Rodriguez (perkusi), Juan Luis Trinidad Angel “El Trini” (vokal), dan Jose Manuel Tudela (gitaris). Karena riwayat kelompok dan personelnya tak diragukan lagi, wajarlah kalau Compa?ia Flamenco La Fragua kemudian dijadikan sebagai penampil perdana di JAF kali ini.

Selain itu, JAF juga akan menampilkan banyak lagi pertunjukan seni dan budaya lokal dan internasional yang berlangsung di DKJ. Di antaranya adalah pergelaran Wayang Orang Satya Budaya Indonesia Srikandi Sayembara pada Jumat (12/6), pementasan teater komedi Prancis Cie BP Zoom yang bekerja sama dengan CCF pada Jumat (19/6), pementasan musik puisi Emha-Dinasti-Kiai Kanjeng Presiden Balkadaba, Sabtu (20/6), pementasan drama kalsik Bugis We Sangiang I Mangkawani pada Selasa (22/6) dan Rabu (23/6), pementasan teater tari The Power of Silent oleh STSI Banding pada Kamis (25/6), serta pergelaran Ketoprak Guyonan Campur Tokoh Puspo Budoyo dengan lakon Sultan Agung Mataram, Jumat (26/6).

Meski telah berakhir, pada awal Juli, di GKJ juga akan terselenggara festival musik tradisional Anak Indonesia, Kamis (2/7)-Sabtu (4/7) yang tentu menarik untuk ditonton.

Strange Attractors POW Ensemble

Kelompok POW Ensemble yang dibentuk pada 2001 oleh komponis atau saksofonis asal Belanda Luc Houtkamp akan mementaskan Strange Attractors di mana mereka membawakan karya-karya Alwynne Pritchard, Gabriel Provokiev, Chad Langford, Tomohisa Hashimoto, serta karya Luc Houtkamp dan Guy Harries.

Dalam konser ini, dua buah komputer dan sebuah gitar elektrik, dimainkan oleh musisi-musisi berkelas virtuoso dan menciptakan sebuah dimensi bunyi unik yang merangkai kejernihan musikal dengan kekayaan bebunyian dan tekstur. Gitar elektrik merupakan suatu intrumen hibrida yang memiliki sifat setengah akustik, setengah elektronik. Sebagai penyeimbang kedua dunia, gitar menjadi pasangan yang cocok untuk seluruh rangkaian komputer. Komputer, sebagai pengolah efek yang kompleks dan canggih, mampu memanipulasi dan mengubah bunyi gitar, jauh lebih baik dari efek-efek biasa yang dihasilkan seperti distorsi. Komputer-komputer yang ada juga dapat berfungsi sebagai suatu ansambel yang menghasilkan bebunyian yang kaya. Tiap komputer yang digunakan memiliki satu set speaker, begitu pula dengan gitar elektriknya. Dengan demikian, tercipta atmosfer semi-akustik yang memberikan seluruh instrumen kualitas jernih dan intim khas musik kamar. Sebuah terobosan baru dalam cakupan musik kamar abad 21.

POW Ensemble merupakan sebuah ansambel kamar abad 21, yang menggunakan perangkat elektronik dan komputer sebagai intrumen musik. Musik elektronik dan musik komputer bukan merupakan suatu gaya musik, tetapi memiliki potensi untuk bergerak di antara banyak gaya dan tradisi musik, dan dapat melompati batas-batasnya. Para musisi mempergunakan improvisasi, pemrosesan langsung, dan interaksi dengan instrumen musik lain, baik elektronik maupun akustik. Dengan menghubungkan komputer ke dalam suatu jaringan interaktif, para musisi dan instrumen saling berinteraksi satu sama lain. Selain Luc Houtkamp (komputer, elektronik), anggota lain adalah Guy Harries (komputer, elektronik) dan Wiek Hijmans (gitar elektrik).

Pementasan Strange Atractors ini akan diselenggarakan di Teater Salihara pada Jumat (5/6)-Minggu, (7/6) pukul 20.00 WIB. Sebelum pementasan juga telah diadakan lokakarya komposisi dan kursus gitar oleh POW Ensemble, pada Selasa (2/6) ?Kamis (4/6) di Serambi Salihara dan Teater Salihara.

Pentas Teater Tari Gendari

Koreografer Elly Luthan akan mementaskan karyanya yang dangkat dari kisah klasik epik Mahabharata dengan penata musik Blacius Subono dan penata artistik Deddy Luthan yang didukung dengan penampilan khusus aktor dan sutradara Slamet Rahardjo dan koreografer sekaligus penari klasik Sulistyo Tirtokusumo, di Gedung Kesenian Jakarta pada Senin (8/6) pukul 19.30 WIB.

Para penari yang sekaligus akademisi jebolan ISI Surakarta dan murid-murid Elly Luthan di Jakarta dari berbagai kalangan ini akan menampilkan sebuah pertanyaan kritis tentang perempuan. Elly mencoba membedah tokoh Gendari, ibunda dari para Kurawa yang dikenal angkara murka.

“Salahkah apabila seorang ibu menginginkan hanya yang terbaik bagi putra-putrinya, apa pun caranya?” menjadi sebuah pertanyaan besar yang ingin dilontarkan Elly kepada publik sebagai cermin kehidupan kita. Di sini Elly menggaris-bawahi betapa pentingnya peran seorang ibu dalam membesarkan anak-anaknya. Dan ketika sang ibu membawa dendam dan kemarahan, maka tertanam pulalah benih kebencian dalam rahim yang mengayomi benih keturunannya. Meski membesarkan para Kurawa dengan kasih sayang, tak pelak kebencian dan kemarahan kepada nasib yang menimpanya berujung pada ambisi untuk mengalahkan Pandawa?putra-putra Pandu, kesatria pujaan yang telah menolak cinta Gendari hingga membuat dirinya menyerahkan diri pada kakak Pandu yang buta, Destarasta.

Naskah klasik Mahabharata yang diangkat Elly sebagai rujukan cerita ini, tetap terasa relevan dengan konteks masa kini. Melengkapi karyanya terdahulu yang mengangkat tokoh Kunti (ibu para Pandawa) dan Drupadi (pendamping Pandawa), Elly merasa perlu untuk mengangkat tokoh antagonis Gendari?meski dianggap kurang populer.

Dalam karya ini, koreografer Elly Luthan mengangkatnya dalam bentuk performing arts total yang meramu berbagai unsur tari, teater, dan musik. Tari Jawa dalam berbagai format (bedhayan, kiprah, watang, hingga bentuk-bentuk tari Jawa lainnya), merupakan basis dari garapan ini. Namun Elly Luthan kemudian menambahkan unsur tari Kalimantan, Minang dan beberapa gerakan Nusantara lainnya. Unsur teater pun diolah dengan menggabungkan dialog verbal dengan dialog tembang. Begitu pula dengan garapan musik. Komposer yang juga dikenal sebagai dalang kawakan, Blacius Subono membuat komposisi gamelan Jawa dengan pendekatan avant garde, namun dengan tetap menyerap komposisi konvensional Jawa.

Pameran Fotografi Mode Prancis

Masih dalam rangka Printemps Francais, Pusat Kebudayaan Perancis (CCF) menyajikan pameran fotografi mode oleh seniman Prancis Cammille Vivier di Plaza Indonesia, mulai 28 Mei hingga 12 Juni.

Dalam pameran tersebut, penikmat fotografi disuguhi karya foto dengan keindahan menakjubkan dari seorang seniman perempuan yang memiliki pandangan berbeda tentang fahion.

Camille adalah seorang fotografer yang tertarik pada mode sekaligus pada “dunia seni”. Ia pertama kali membuat foto untuk majalah Purple. Pada 1998, Camille memenangkan penghargaan fotografi pada Festival de Hyres ke-12, sebuah festival Mode dan Fotografi internasional.

Camille juga bekerja untuk berbagai majalah seperti Mixte, Purple, l’Express style, the New Yorke. Ia pernah membuat foto untuk kover CD Air, Royksopp, namun juga untuk perancang busana seperti Stella MacCartney, Isabel Marrant, atau Ventilo.

Karya fotonya pernah dipamerkan di Prancis (terutama di Maison Europ?enne de la Photographie di Paris) serta di mancanegara.

Fotografi Camille dianggap unik dan bernilai karena ia memanfaatkan latar belakang yang sebenarnya umum pada kehidupan sehari-hari, namun berhasil disulap menjadi sangat artistik dalam bidikan kameranya.

Sekitar 30-an karya Camille yang dipamerkan di Atrium Level 4 Plaza Indonesia memperlihatkan bagaimana seorang model dalam balutan fashion yang menyeluruh dari ujung rambut hingga kaki kelihatan sangat spesial di tengah-tengah ladang, di pinggir pantai, bahkan di sisi sebuah jendela kaca. Perpaduan latar yang alami ini menambah paduan warna yang makin menguatkan warna-warna dari fashion-nya sendiri, termasuk juga make up dan tatanan rambut yang jadi keutamaan sebuah fotografi mode.
***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *