Menggugat Sejarah Indonesia **

Judul Buku : Membongkar Manipulasi Sejarah Indonesia; Kontroversi Pelaku dan Peristiwa
Penulis : Asvi Warman Adam
Penerbit : Kompas, Jakarta
Cetakan : I, 2009
Tebal : xi + 257 halaman
Peresensi : MG. Sungatno *
Koran Jakarta, 5 Agu 2009

Tanggal 17 Agustus 2009 tinggal sebentar lagi. Artinya, hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-64 pun akan berlangsung. Sebagaimana pada tahun-tahun sebelumnya, pada tanggal 17 nanti, kita akan menemukan acara-acara bertema reflektif. Mulai refleksi tentang susah-senangnya berjuang mencari kemerdekaan hingga situasi dan kondisi bangsa Indonesia kini. Begitu juga buku yang berjudul Membongkar Manipulasi Sejarah Indonesia; Kontroversi Pelaku dan Peristiwa ini.

Buku dari hasil kumpulan tulisan Asvi di dua media nasional ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu ?Nama yang Mengukir Indonesia?, ?Kontroversi Sejarah?, ?Gerakan 30 September?, dan ?Pelurusan Sejarah, Pendidikan Sejarah?. Dari keempat bagian ini, ?Nama yang Mengukir Indonesia? merupakan bagian yang memiliki lebih banyak pembahasan daripada tiga bagian yang lain.

Berbicara nama-nama tokoh Indonesia yang pernah menjadi presiden RI selama ini, sering kali yang kita sebut hanya enam orang, yaitu Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Keenam nama tokoh itulah yang hingga kini masih dianggap sebagai Presiden RI oleh para penulis buku sejarah Indonesia dan masyarakat umum. Menurut mereka, tidak ada nama selain enam nama tadi yang pernah menjabat sebagai presiden RI hingga kini.

Padahal, menurut Asvi, masih ada dua nama lagi yang sempat menjadi Presiden RI. Hanya saja, kedua nama ini tidak pernah disebut-sebut secara resmi oleh pemerintah dalam draf nama-nama presiden Indonesia. Dengan demikian, cukup maklum jika bangsa ini hanya mengenal keenam nama itu.

Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat adalah dua nama tokoh Indonesia yang hingga kini belum diakui bangsa ini sebagai Presiden RI. Padahal, kedua orang ini adalah pemimpin Indonesia yang berjasa menyelamatkan Nusantara sebagai negara yang diakui secara internasional.

Seandainya tidak ada kedua orang ini, kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 belum tentu dapat diakui bangsa-bangsa lain sebagai sebuah negara. Sebab, salah satu syarat suatu wilayah dapat diakui internasional menjadi sebuah negara ialah tidak boleh ada kekosongan kepala pemerintahan dalam wilayah tersebut (halaman 64). Ancaman adanya kekosongan kepala pemerintahan itulah yang hampir terjadi dua kali di negara ini. Namun, kekosongan itu tidak terealisasi lantaran diisi Sjafruddin Prawiranegara dan Assaat.

Menurut Asvi, sudah semestinya Sjafruddin dan Assaat diakui sebagai sosok yang pernah memimpin Indonesia. Meskipun masa kepemimpinannya lebih pendek daripada enam presiden yang lain, tidak semestinya jasa kedua orang ini ditanggalkan dari catatan sejarah Indonesia.

Masih banyak kontroversi dan berbagai penggelapan data sejarah Indonesia yang dibongkar Asvi melalui buku ini. Semisal, pembahasan seputar kontroversi Supersemar, tragedi pembantaian 30 September, dan Suprijadi. Terasa cocoklah kiranya jika buku ini dimasukkan sebagai bahan refleksi sejarah Indonesia mengingat momen refleksi 17 Agustus tinggal sebentar lagi..***

*) Ketua Lembah Kajian Peradaban Bangsa (LKPB) Yogyakarta.

Leave a Reply

Bahasa ยป