Mengenang Seniman Sejati Guru Gambang Gede Rai Jadi

Djesna Winada

Beranda

GURU Gede Rai Jadi (99) yang populer disebut Guru Gede Adi adalah salah seorang dari sosok seniman besar Bali, kelahiran Br. Tengah, Sempidi, Mengwi, Badung, yang sulit dicari padanannya. Ia meninggal dunia pada Minggu (13/12) malam karena usia uzur. Upacara nyiramin digelar Rabu (16/12) sore dan upacara pengabenan Kamis (17/12) lalu.

Semasa hidupnya, Guru Gede Adi lebih dikenal sebagai sosok undagi atau arsitek bangunan Bali di berbagai tempat, baik di sekitar kelahirannya maupun di luar. Pernah pula membuat apaleban pura di wilayah Tabanan, seperti dituturkan Ketut Puja Adi, salah seorang dari 7 anaknya. Tentu, termasuk bisa membuat merajan/sanggah, berbagai macam rumah stil Bali, wadah serta lembu untuk upacara pengabenan besar maupun biasa.

Menurut I Wayan Sinti, M.A., salah seorang muridnya di bidang karawitan, bahwa ukiran di sekolah Konservatory Karawitan (Kokar) Indonesia Jurusan Bali berlokasi di Jalan Ratna (kini SMKN 5 Denpasar), adalah buah karya almarhum. Selain itu, almarhum juga bisa menari khususnya Topeng sebagai punakawan (punta atau kartala), plus guru gamelan gambang, kidung, wirama, serta menabuh berbagai macam barung gamelan Bali, antara lain gender wayang, angklung, gong kebyar dan juga gamelan palegongan.

Merasa Kehilangan

Rektor Insititut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr. Wayan Rai pun, merasa kehilangan karena almarhum kini masih tercatat sebagai dosen luar biasa perguruan tinggi seni itu. Bagi Wayan Sinti, bicara perihal gamelan, gambang adalah merek (branding) yang melekat pada diri almarhum.

Wayan Sinti menyatakan dirinya pertama kali belajar menabuh gambang pada almarhum pada tahun 1971 bersama Bapak Nyoman Rembang (almarhum) pada saat bersama-sama menjadi staf pengajar karawitan di KOKAR, Denpasar. Pupuh/gending yang diajarkan oleh almarhum antara lain labda, manukaba, panji marga, dan palugon. Almarhum adalah guru yang sangat sabar dan akrab mengajar bersama murid-muridnya.

Guru Gede Rai Jadi betul-betul merupakan sosok seniman sejati. Sepanjang pengetahuan Wayan Sinti, almarhum tidak bisa berbisnis, apalagi berpolitik. Maka dari itu, kehidupannya pun cukup pas-pasan dan malahan di masa senjanya sungguh sangat memprihatinkan. Semasa hidupnya, almarhum pernah berpesan kepada Wayan Sinti yang almamater San Diego University, AS itu, agar kesenian tua seperti gambang, jangan sampai punah karena ada kaitannya dengan upacara di Bali.

Selanjutnya, pesan itu pula merupakan salah satu alasan, mengapa Wayan Sinti acapkali berbicara dalam pertemuan pada tingkat Kabupaten, Propinsi, dan juga menulis perihal gambang di koran Bali Post dengan niat tulus — nekengwtas untuk bisa mengajak para pangerawit (komposer) muda Bali agar mau sungguh-sungguh belajar gamelan gambang yang merupakan kawitan dari gamelan Bali itu sendiri yang kini kian langka peminat yang serius.

Andil Besar

Terkait dengan pengabdiannya di bidang kesenian bagi masyarakat dan pemeritah, saat Purnamaning Sasih Kapat, pada tanggal 28 September 2004 mungkin terakhir kalinya almarhum menabuh gambang. Saat itu di-pelaspas gamelan gambang di Pura Dalem Bengkel, Binoh, Desa Ubung Kaja, Denpasar, dalam upaya merevitalisasi gamelan gambang yang sebelumnya pernah ada di pura tersebut. Gagasan itu pula berkat motivasi Wayan Sinti dan dukungan moral yang sangat besar almarhum Guru Gede Rai Jadi.

Pada saat itu, revitalisasi gamelan gambang di Binoh dihadiri Anak Agung Ngurah Oka Ratmadi (Cok Rat) yang juga panglingsir Puri Satria Denpasar ketika jadi Bupati Badung dan Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. Wayan Rai S. Ketika itu, tampil gabungan penabuh gambang, yakni empat orang dari Sempidi — Guru Gede Rai Jadi, Ketut Gede Grantipala (almarhum), Made Rai Sudarsana dan Ketut Puja Adi. Lainnya tiga orang dari Sekaa Gambang Manikasanti binaan Wayan Sinti — Made Murna, Agus Santiago dan Made Karsana dari Binoh.

Menurut penuturan salah seorang putra almarhum, Ketut Puja Adi, sekarang keluarga almarhum di Sempidi hanya mengoleksi sebuah Surat Penghargaan dari Gubernur Bali Ida Bagus Oka tertanggal 13 Juli 1991 setelah Guru Gede Rai Jadi ikut serta dalam PKB (Pesta Kesenian Bali) dalam acara bertajuk “Penampilan Wajah Seniman Tua Bidang Karawitan Tabuh”.

Justru anaknya, Ketut Puja Adi, yang kini juga mewarisi sebagian dari kemampuan almarhum itu, sudah mendapat penghargaan Kerti Budaya dari Pemerintah Kabupaten Badung. Almarhum Guru Gede Rai Jadi meninggalkan istri, 7 anak, 7 cucu dan 12 cicit itu, kini sudah pergi untuk selama-lamanya. Selamat jalan Guru. Semoga arwah Guru mendapat tempat yang layak di sisi Hyang Kawi.

Leave a Reply

Bahasa ยป