Djoko Pitono
jawapos.com
”DIA itu jurnalis yang produktif dan selalu imbang dalam laporan-laporannya. Tulisan-tulisannya tajam, tetapi orang tidak bisa marah karena dia telah melakukan konfirmasi,” begitu antara lain komentar Zainal Arifin Emka, jurnalis senior, atas meninggalnya R.M. Yunani Prawiranegara, Sabtu pagi (26/12). Yunani meninggal dunia dalam usia 62 tahun setelah beberapa lama dirawat di Graha Amerta RSUD dr Soetomo karena komplikasi penyakitnya.
Zainal, yang kini menjabat ketua Stikosa-AWS Surabaya, juga menggarisbawahi, almarhum Yunani adalah ”guru” sejumlah wartawan senior Jawa Timur. ”Pak Dahlan Iskan, misalnya, secara terbuka menyatakan Pak Yunani adalah gurunya dalam kewartawanan,” tambah Zainal.
Di mata M. Anis, rekan almarhum yang kini menjadi Redaktur Pelaksana Situs Kepresidenan SBY, Yunani adalah jurnalis yang konsisten dalam profesinya. Selama puluhan tahun menggeluti profesi tersebut, Yunani diibaratkan banyak menanam pohon. ”Pohon-pohon itu bermekaran meskipun dia tidak perlu menikmati buahnya. Tetapi, dia tentu memperoleh kenikmatan batin,” kata Anis.
R.M. Yunani Prawiranegara memang jurnalis yang luar biasa. Pendidikannya tidak sampai perguruan tinggi, tetapi semangat belajarnya yang tinggi membuatnya menjadi jurnalis yang menonjol sejak masa muda. Kawan-kawan lamanya menuturkan, Yunani pernah menjadi guru SD, namun akhirnya dia memilih profesi jurnalis hingga akhir hayatnya. Perhatiannya yang tinggi dalam masalah-masalah kesenian dan kebudayaan telah menjadikannya budayawan terkemuka di provinsi ini. Selain jabatannya sebagai anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, Yunani menjadi anggota Tim Cagar Budaya Surabaya. Dia juga anggota pleno Dewan Kesenian Jawa Timur dan pengurus Peguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS). Banyaknya tokoh seni dan budaya yang menghadiri pemakaman almarhum Sabtu siang kemarin menunjukkan ketokohan Yunani.
”Beliau adalah warga kota terbaik yang dimiliki Surabaya. Saya banyak belajar dari beliau,” kata Wakil Wali Kota Surabaya Arif Afandi, saat memberikan sambutan pelepasan jenazah almarhum.
Sebagai jurnalis, tulisan-tulisan Yunani dikenal sejak 1970-an, terutama sejak menjadi koresponden Surabaya Post di Lumajang. Selain itu, Yunani aktif menulis di majalah berbahasa Jawa, Jayabaya. ”Sejak saya masih SD pada 1970-an, saya sering membaca tulisan-tulisan Pak Yunani di Jayabaya,” kata Widodo Basuki, pengarang sastra Jawa, yang kini menjadi redaktur majalah tersebut. ”Pak Yunani sejak dulu sangat produktif,” tambahnya.
Sebagai jurnalis, Yunani selalu mematuhi kode etik jurnalistik. Laporan-laporannya menarik karena dipenuhi dengan data-data yang sering unik. Pernah, pada 1980-an Yunani membuat laporan tentang keberadaan pohon sawo kecik di Alas Purwo yang sangat tua usianya. Laporan tersebut ternyata menarik perhatian Ibu Tien Soeharto hingga Ibu Negara itu meminta untuk dipindahkan ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk dilestarikan.
Dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik, Yunani juga sering menyamar. Pernah dalam satu kesempatan, dia menyaru sebagai santri pondok ketika meliput pertemuan Jenderal Benny Moerdani dan ulama terkemuka KH As’ad Syamsul Arifin di Pondok Pesantren Salafiah Syafiiyah, Sukorejo, Situbondo. Pertemuan itu tidak dapat diliput oleh para wartawan.
”Entah bagaimana persisnya, tetapi Pak Yunani dapat menyelinap masuk dan bahkan mengantarkan minuman untuk kedua tokoh yang mengadakan pembicaraan tertutup itu,” kata Zainal Arifin, yang saat kejadian menjadi redaktur daerah Surabaya Post.
Lantaran laporan jurnalistik Yunani yang dinilai istimewa, pada awal 1980-an, pemilik Surabaya Post Abdul Azis meminta Yunani ditarik ke Surabaya. Sejak saat itulah, Yunani menjadi wartawan Kota Pahlawan.
Dalam beberapa waktu terakhir, setelah tidak menjadi jurnalis di Surabaya Post, bapak dua anak tersebut tetap rajin menulis di media massa. Dia juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kesenian dan kebudayaan, seperti seminar dan lokakarya, selain memberikan pelatihan-pelatihan jurnalistik.
Menurut seorang anaknya, Heti Palestina, yang mengikuti jejak ayahnya menjadi jurnalis, atas kepeduliannya yang tinggi terhadap masalah-masalah kesenian dan budaya, terutama sastra Jawa, Yunani telah dinominasikan untuk memperoleh Penghargaan Rancage 2009. Untuk itu, beberapa saat sebelum meninggal dunia, Yunani diminta mengirimkan data-data tentang dirinya.
Terlepas apakah penghargaan itu nanti memang diberikan kepada ahli waris, kiprah R.M. Yunani Prawiranegara sudah amat nyata. Kita banyak belajar dari pribadi yang memang luar biasa ini. Selamat jalan, Pak Yunani.
***
*) Jurnalis dan editor buku. Tinggal di Surabaya.