Richardus Sendjaja
http://www.sinarharapan.co.id/
Rumput hijau nan sejuk yang menghampar di depan rumah, tertata rapi. Serapi penampilan pria yang hendak memasuki mobil sedan Mercedes bercat biru metalik. Pakaian yang menempel di badan disetrika rapi, licin, dan pasti wangi. Kemeja lengan panjang dengan dasi senada, celana hitam berpadu dengan sepatu kulit hitam yang disemir mengkilat. Selain itu matahari pagi juga memperlihatkan kulit wajah yang bersih-putih; tidak ada kumis dan jenggot?klimis; rambutnya pun tersisir rapi. Pada saat dia memerintahkan pembantu rumah untuk membuka pintu pagar, tampaklah sederetan gigi yang putih dan dilingkupi dengan sepasang bibir merekah yang memerah.
Sosok pria yang sempurna. Hanya saja di usianya yang matang, dia tampak masih belum beristri. Ini masih bersifat hipotesis yang masih perlu diuji kebenarannya, yakni dengan tidak adanya seorang wanita yang mengantar pria tadi berangkat kerja, tidak ada bocah yang tertawa-ria, nakal, lucu di dalam rumahnya. Rumah besar tampak sepi.
Itu penglihatan dari sepasang bola mata hitam milik saya; sang tetangga. Sebut saja pria itu bernama Handsome. Saya tidak mengetahui secara pasti siapa nama, pekerjaan, dan lain sebagainya tentang Handsome. Berdehem sebentar, ehm, saya warga baru di lingkungan ini. Handsome juga tampak kurang bergaul karena tenggelam dalam kesibukan pekerjaan. Sebuah hipotesis lagi, ?dia penganut gila kerja, kah??
Saat yang bersamaan inilah sosok saya: walaupun saat ini saya memakai kemeja lengan panjang, celana yang saya kenakan adalah celana jean belel berpadu dengan sepatu sport bertali. Saya juga tentunya tidak berdasi. Tampak jauh berbeda dengan Handsome. Tampak kekurangan saya. Saya tidak bisa serapi itu. Lengan kemeja selalu saya gulung, memperlihatkan bulu tangan saya yang begitu lebat. Walaupun kancing baju saya yang teratas kadang saya kancing, memperlihatkan kaos putih sebatas leher dan tentu saja bulu rambut dada yang masih saja menjuntai keluar. Kadangkala kancing tersebut saya lepas. Gerah kalau dikancing. Wajah saya pun, dengan lebatnya, ditumbuhi dengan kumis dan jenggot. Apabila saya lupa satu hari saja tidak mencukur-rapikan -? bukan mencukur-habiskan, wajah saya akan tampak berantakan.
Saat ini juga, saya mendekati mobil Jeep Daihatsu Taft warna hitam metalik ?- sebuah kendaraan, bagi saya, yang terpenting adalah sarana transportasi yang andal, untuk mendukung aktivitas kerja saya di lapangan dengan medan yang tak tentu ? dengan tersenyum lebar, saya berkaca pada spion mobil, dan terlihatlah sederetan gigi yang walaupun putih tapi gigi seorang perokok, dilingkupi juga dengan bibir yang berwarna merah agak kecoklatan. Wuusss, asap rokok keluar dari mulut dan hidung.
?- ? Ini Pa, tas kerjanya,.?
Sapa sayang istri, dengan jemari tangannya yang lentik merapikan kancing kemeja saya.
Apa yang dinamakan tas kerja bukan tas kotak pada umumnya para eksekutif, melainkan tas ransel. Karena kalau tas kerja kotak eksekutif tak mampu memuat isi bawaan saya. Sebab di dalam ransel, tidak ada kertas kerja yang harus tersusun rapi, atau pun komputer LapTop. Isi tas saya, sudah pasti kamera, tape recorder, baterai cadangan, dan handphone satelit PSTN yang besar sehingga tidak muat diletakkan di saku.
Istri saya masih berdaster. Walaupun begitu tercium kesegaran aroma dari seluruh tubuh, rambut panjang yang tertata rapi, tentu saja sudah mandi. Saya cium keningnya, dengan tangan kanan saya merangkul pinggang semesra mungkin.
Cerita kemudian berlanjut seperti rewind pada tape recorder. Berputar di titik awal yang sama. Mengalir lancar.
Tiba di satu blank spot, seperti wilayah di luar jangkauan handphone, rumah Handsome tampak sepi sejak beberapa hari yang lalu. Terhitung minggu terlewatkan menjadi terhitung bulan kesatu, dua, tiga, empat, lima. Ini hitungan bulan keenam.
Entah karena apa, saya ingin suasana baru. Sudah lama saya ingin tampil rapi dan klimis seperti Handsome. Dan ini kesempatan baik, supaya tidak disangka plagiat. Karena nun jauh di lubuk hati saya, saya ternyata iri.
Jadi, saya secara pelan berputar haluan. Dari yang cuek dan sabodo terhadap penampilan menjadi lebih perduli, bahkan sangat perduli. Perlahan kemudian dipercepat dengan rumus percepatan kuadratik. Dan jadilah saya sekarang ini. Saya menjadi Handsome. ?Endus-endus? wewangian di badan saya.
Saya mengubah penampilan. Penampilan saya menjadi lebih terawat. Wajah saya bersih tidak berkumis dan berjenggot lagi. Mobil Daihatsu Taft yang saya miliki sudah berganti sedan BMW. Saya pun menjadi lebih rapi lagi, kemeja dengan lengan panjang yang terkancing rapat, tersetrika licin, rapi, dan wangi. Ada dasi. Celana berpadu dengan sepatu hitam tersemir mengkilat.
Jenuh dengan penampilan saya sebelumnya atau menyesuaikan dengan jenis pekerjaan saya saat ini, yang indoor. Saat ini saya mengelola pekerjaan kantor, bukan pekerjaan lapangan. Pindah bagian. Kali ini saya mengurus bisnis dot com. Bagian kreatif. Tidak jauh menyimpang dengan pekerjaan saya sebelumnya. Tapi unsur lapangan yang tertepa di bawah terik sengat matahari, tidak ada. Kulit wajah saya pun jadi lebih bersih. Facial saya lakukan untuk lebih percaya diri. Jadi rajin ke salon.
?- ? …. ? Pet, kosong! Tidak ada sapaan.
Istri masih tidur, dia tidak dan belum mau bangun. Tidak ada antaran sayang istri, saya tidak terlalu pusing, hipotesis: istri kelelahan, capek, males bangun, bla, bla, bla. Tidak saya tegur. Saya asyik-masyuk dengan badan saya. Saya patut-patut di kaca mobil sedan. Rapi dan klimis. Tidak ada kecupan saya di kening untuk istri, saya lebih peduli dengan warna bibir saya yang menjadi lebih merah, karena proses tatto di salon kecantikan.
Beda. Sangat berbeda dengan saya yang dulu. Saya bangga dengan saya. Perut gendut berlemak tidak lagi, saya ikut fitness kebugaran. Segar. Hidup sehat dengan food combining. Tidak merokok. Ternyata segar, heepmm…, menghirup udara yang memenuhi rongga paru-paru terasa sejuk dan nikmat. Rokok kalah nikmatnya.
Saya pun berangkat kerja.
Sepi.
Sejak itu. Dalam hitungan tahun, kesatu, kedua. Komunikasi saya dan istri menjadi hampa, saya tidak tahu dan bahkan tidak peduli. Ada pertengkaran. Ada keributan, toh biasa dalam wahana perkawinan. Biasa sajalah.
Hitungan tahun kelima. Istri tidak lagi di rumah, rumah besar, sepi. Anak dibawa oleh istri. Saya tenang, jadi saya punya banyak waktu untuk diri saya sendiri. Saya berpatut-patut dengan tubuh saya yang baru. Saya yang sepenuhnya baru. Saya yang mencintai saya.
Rumah di sebelah ? rumah si Handsome ? semakin tidak terawat. Rumput jepang yang dulu tertata rapi, tumbuh subur dan liar, bercampur dengan rumput ilalang.
Sinar matahari masih bersinar cerah di pagi hari. Hari minggu.
Ada perbaikan rumah dan pembersihan di rumah Handsome. Rumput menjadi tertata rapi, rumah di cat ulang. Akan kembalikah Handsome? Atau rumah itu akan ditempati oleh orang lain?
Siangnya, saya intip dari balik kirai jendela rumah. Ada sebuah Jeep Daihatsu Taft warna hitam metalik, memasuki perkarangan rumah Handsome. Seorang laki-laki brewokan turun, ada seorang perempuan di sebelahnya sambil menggandeng bocah laki di tangan kanan. Pasti istri dari pria itu. Seorang baby sitter yang sedang repot menenangkan tangis bayi dalam ayunan gendongannya. Suatu keluarga kecil yang lengkap.
Ah, ternyata rumah itu telah dioperkan ke orang lain.
Malam hari, belum terlalu malam. Saya sedang nonton acara TV.
?- ? Tuan ada tamu, dari rumah sebelah. Tetangga baru.? Mang Udin mengganggu saya dengan ucapannya yang halus sambil menghormat.
Saya bangkit, dari kursi nonton dan berjalan ke ruang tamu. Di sana sudah menunggu pria yang brewokan dengan istrinya.
?- ? Selamat malam.? Sapa mereka berdua bertutur hormat.
?- ? Selamat malam juga .? Sapa Saya.
Saya mengamati sang pria, rasa-rasanya saya kenal entah di mana.
Terjadi proses mutualisme-kultural yang katanya orang barat merupakan kebiasaan adat timur yang sopan dan santun. Terlestarikan. Salam perkenalan dan basa-basi.
?- ? Maafkan, apabila malam-malam begini kami baru bisa datang ke mari. Sebenarnya saya pernah tinggal di sini lima tahun yang lalu, mungkin bapak belum tinggal di sini.?
?- ? Lima tahun lebih.? Seru saya agak binggung.
?- ? Betul, lima tahun yang lalu saya memang pernah tinggal di rumah itu, tapi kemudian saya tinggalkan. Dan setahu saya, rumah ini dulu dihuni oleh sepasang suami istri yang berbahagia. Dia, ? berhenti sebentar untuk bernapas, ?Maaf, brewokan juga seperti saya sekarang ini. Mungkin bapak mengenalnya. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada beliau karena dia telah memberi inspirasi kepada saya, sehingga saya bisa sebahagia sekarang ini.?
Duar! Kalau jantung ini berisi bahan peledak benaran pasti sudah meledak dan pecah berhamburan ke mana-mana.
Bila matahari esok masih bersinar, sinarnya dapat dipastikan untuk siapa saja, tidak ada perbedaan dan membeda-bedakan. Sama. Tidak berubah, memberi kehangatan. Namun, tidak bagi saya. Bagi saya, ini lah blank spot. *