Wijaya Kusumah*
http://umum.kompasiana.com/
Hari ini saya mendapatkan telepon dari staf dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Depdiknas, bapak Sarwin. Beliau mengabarkan bahwa kata pengantar dari Dirjen PMPTK, Bapak Baedhowi untuk buku Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sudah selesai dan bisa diambil sore hari. Buku PTK ini sangat bermanfaat untuk teman-teman guru di seluruh Indonesia. Sejak disahkannya UU no. 14 th. 2005 tentang guru dan dosen, dan berlakunya peraturan pemerintah nomor 74 th. 2008 tentang kulifikasi guru, membuat para guru dituntut untuk bisa melakukan PTK.
Sepulang dari kantor depdiknas Senayan, saya menumpang bus patas 27 jurusan blok M – Bekasi. Padat sekali penumpang bus ini, ditambah lagi kemacetan kota Jakarta membuat bus yang saya tumpangi tidak bisa melaju dengan kencang. Bus AC (Angin Cuma-cuma) yang saya tumpangi ini perlahan tapi pasti terus melaju menuju tol cikampek.
Tiba-tiba tanpa saya sadari telah berdiri dihadapan saya seorang anak laki-laki seusia anak SMP dengan sangat santun mengucapkan salam kepada para penumpang di dalam bus. Saya pikir anak ini akan meminta sumbangan untuk pembangunan masjid, tapi ternyata anggapan saya salah. Anak laki-laki ini ternyata seorang pengamen sastra jalanan yang melantunkan puisi-puisi indah karya Asrul Sani, sang penyair besar.
Anak laki-laki ini menurut saya sangat hebat luar biasa. Keberaniannya berbicara di depan umum membuat anak ini sangat matang dalam membawakan puisi-puisinya. Jarang saya temui pengamen sastra jalanan yang seperti ini. Iseng-iseng saya foto wajah pengamen sastra jalanan itu. Saya pun sempat menanyakan siapa namanya. Ternyata namanya agus masih sekolah di salah satu SMP negeri di Jak-Sel.
Saya merasa bangga dengan anak laki-laki ini. Di usianya yang masih muda telah berani unjuk gigi di depan umum hanya dengan keterampilannya melantunkan puisi dengan penuh perasaan. Kalau saja anak ini murid saya, maka akan saya carikan dia orang tua asuh untuk membantu biaya sekolahnya di SMP. Saya lihat dengan jelas, bakat sastranya sangat luar biasa. Saya yakin anak ini akan jadi orang besar di bidang sastra.
Mungkin masih banyak agus-agus lainnya di kota besar Jakarta ini yang terpaksa menjadi pengamen sastra jalanan di karenakan kebutuhan ekonomi yang mendesak. Banyak anak-anak cerdas negeri ini terpaksa harus berada di jalanan hanya karena tak mempunyai biaya untuk sekolah.
Melalui aksi panggung pengamen sastra jalanan, ada sebuah pembelajaran nyata yang saya dapatkan bahwa hidup ini keras dan harus ditaklukan dengan sebuah keberanian berkarya walau hanya lewat sebuah puisi. Saya pun terhanyut dengan lantunan puisi yang dibawakan oleh Agus. Sayang, pertemuan kami hanya sebentar saja, dan sayapun harus turun di tol Jatibening, Bekasi.
Pikiran saya melayang jauh, dalam suasana macetnya tol Cikampek di daerah jatibening Bekasi. Hati saya terenyuh bahwa masih banyak anak-anak jalanan yang harus bertahan hidup di kerasnya kota Jakarta.
Apakah anda pernah bertemu dengan agus-agus lainnya?
Salam Blogger Kompasiana
Omjay
*) Guru TIK SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, dan oleh anak didiknya biasa dipanggil “OMJAY”. Hatinya telah jatuh cinta dengan kompasiana pada pandangan pertama, sehingga tiada hari tanpa menulis di kompasiana. Kompasiana telah membawanya memiliki hobi menulis yang dulu tak pernah ditekuninya. Pesan Omjay, “Menulislah di Kompasiana Sebelum Tidur”. Hp. 08159155515 email : wijayalabs@gmail.com