?The Expat and Other Stories?
Kristanto Hartadi
http://www.sinarharapan.co.id/
Saya memang agak mengernyit ketika melihat undangan yang difaks oleh bagian penerangan Kedutaan Besar Australia di Jakarta ke redaksi untuk acara peluncuran buku The Expat and Other Stories, karya Kirk Coningham, Selasa (22/3) di QB Bookstore, Plasa Semanggi. Undangan itu tidak khusus ditujukan untuk saya, namun saya kenal Kirk ketika menjadi Atase Pers Kedutaan Besar Australia di Jakarta (2000-2004) dan tidak pernah tahu kalau dia menulis buku, atau apa isi bukunya, sehingga saya putuskan untuk datang.
Kirk memang sudah pulang ke negaranya sejak tahun 2004 lalu, dan kini dia bekerja sebagai Marketing and Communication Manager di markas besar Kepolisian Federal Australia (AFP). ?Wah kamu polisi sekarang, ya?? begitu saya menyapa. Namun dia segera menyergah, ?Ah tidak, saya tidak menyandang senjata, saya sudah lelah dengan senjata, dan mereka juga tidak mau memberi saya lencana.?
AFP rupanya tertarik kepada kinerja Kirk lalu menawarkan posisi itu kepadanya ketika melihat kiprahnya sebagai juru bicara pemerintah Australia di crisis center yang dibentuk semasa menangani para korban peledakan bom di Legian, Bali, 12 Oktober 2002, yang merenggut nyawa lebih 80 warga negara Australia.
Kirk memang agak ?nyeleneh?. Ini karena dia adalah satu-satunya diplomat yang setiap hari menggunakan sepeda motor Vespa 200 cc, tahun 1994, yang tercatat sebagai satu-satunya sepeda motor berplat nomor CD di Jakarta. Dia mengendarai kendaraan roda dua ini untuk pulang pergi dari rumahnya di kawasan Kemang ke kantornya di Kuningan. Katanya, dia khusus ke Italia untuk membeli kaca spion buat Vespa second hand yang dibelinya seharga Rp 4 juta itu. Motor itu juga dibawanya pulang ke Canberra. Gambar Vespa inilah yang menjadi cover buku kumpulan cerpennya itu.
Dia memang diplomat multibakat yang kerap tampil dalam berbagai acara kesenian seperti tampil di Caf? La Moda, di Plaza Indonesia, dengan gitarnya dan menyanyikan lagu-lagu balada dari Australia dan itu disiarkan oleh stasiun Metro TV. Jelas suaranya tidaklah seperti penyanyi profesional, tapi dia ?pede aja? begitu katanya. Atau tampil di Teater Utan Kayu dan membacakan sebuah puisi karya seorang penyair Australia yang batal hadir di Jakarta.
?Boleh Bohong Dong?
Berbagai cara dipakainya untuk menyukseskan pekerjaan diplomatiknya. Sehingga dia mempelesetkan kata Billabong, dengan ?Boleh bohong dong? untuk kerja diplomat memoles hal buruk jadi layak. Keterampilannya ini tampaknya didukung dengan pengalamannya ketika menjadi perwira Angkatan Darat Australia dari Pasukan Khusus (Special Forces) dengan pangkat terakhir kapten. Selama di militer pun, dia pernah menangani tugas-tugas yang terkait dengan hubungan masyarakat.
Rupanya dia memang gemar menulis cerita pendek, dan kisah-kisah fiksi yang dikarangnya itu sering dimuat di harian berbahasa Inggris The Jakarta Post atau Djakarta! Magazine.
Saya sendiri baru membaca beberapa kisah pendek 17 cerpen yang ada di buku setebal 156 halaman, namun ternyata kisah-kisah yang ditulis Kirk sangat menarik, memikat, menyentuh, dan semua punya moral cerita. Misalkan dalam ?Prejudice?, Kirk bertutur mengenai stereotip yang hinggap di benak seorang ayah sehingga dia senantiasa melarang anaknya bekerja dengan majikan atau mitra suku lain mana pun di Indonesia, karena semua punya kekurangan, sampai sang anak kerap ?gagal meraih sukses.?.
Atau dalam ?The Meeting? yang berkisah mengenai impian seorang ekspatriat di Indonesia yang tinggal selangkah lagi naik status dari ?associate? menjadi ?partner? dalam firma tempatnya bekerja. Namun ternyata nasib berbicara lain sehingga dia sama sekali tidak pernah hadir dalam ?meeting? pengangkatannya itu ketika taksinya bertabrakan di jalan tol dari bandara Soekarno-Hatta setibanya dari Bali.
Kisahnya yang berjudul ?The Ojek Driver? dan ?The Ojek Driver ? the story continue? banyak ditanyakan oleh teman-temannya yang hadir pada peluncuran buku itu dan menjadi bahan diskusi yang cukup menarik. Ini terutama ketika ditanya apa dasarnya dia menulis bahwa sang tukang ojek bernama Sharief itu harus pindah agama menjadi Kristen ketika harus menikah dengan Lia, gadis penghuni apartemen mewah yang biasa diantar-jemputnya?
Kirk menjawab: ?Itu seketika saja.? Namun, dia mengakui terpaksa harus membuat ending ini karena banyak pembaca The Jakarta Post yang menanyakan bagaimana kelanjutan kisah cinta ini. Dia menutup cerita bahwa sang tukang ojek dan penumpangnya menikah. Akhir ceritanya memang jadi tidak klop, Sharief pindah agama menjadi Kristen dan Lia berpindah agama menjadi Islam, masing-masing berkorban demi cinta.
Namun kisah-kisah itu memang pada akhirnya menggambarkan pengamatan dan perenungan Kirk mengenai berbagai masalah sosial yang ditemuinya selama bertugas di Indonesia, dan itu hasil interaksinya dengan rekan-rekan Indonesianya maupun para ekspatriat yang lain.
Terlalu Romantis
Menurut novelis Ayu Utami, yang menjadi pembahas buku ini dalam ngobrol-ngobrol singkat itu ketika peluncuran itu, buku Kirk ini terlalu romantis, dan berbeda dengan gaya lugas dalam ulasan sosial yang suka ditulisnya di berbagai media. Menurut Kirk kalau dia menulis ulasan dengan lugas, itu sebagai katarsis karena kejengkelannya terhadap situasi, apalagi kalau dia harus ?tidak jujur? membela kebijakan pemerintahnya yang mungkin kurang disukainya. Namun. ?dalam cerpen ini saya mau berbicara jujur,? katanya, dan ?curhat? ini terasa romantis.
Apa pun itu, buku The Expat and Other Stories menarik untuk dibaca. Hanya saja Wimar Witoelar, yang juga hadir menilai ada yang kurang dalam buku kumpulan cerpen Kirk ini. ?Saya berharap dia juga menulis mengenai seks, ternyata nggak ada,? kata pria tambun dan kribo ini, yang disambut gelak hadirin.
Namun Kirk menjawab dengan serius, ?Saya memang menghindari menulis mengenai seks sebab cerita pendek itu juga dibaca anak-anak dan remaja.? Namun dia berjanji dalam novel yang sedang ditulisnya ada episode mengenai seks. Tunggu saja terbitnya.