Ngai Oi Ngi
waktu yang singkat
menyusun ingatan yang panjang, mei lan
di belinyu, di belinyu
kita bertemu
ruko-ruko tutup pada jam 4 petang
dikepung bekas lubang-lubang tambang
yang ditinggalkan
aku menggenggam tanganmu lebih dalam
–tangan yang datang dari negeri hutan terbakar–
di benteng bongkap, pha kak liang
pantai penyusuk, atau di bawah bulan
ketika listrik padam
pada jam 9 malam
tetapi sepanjang jalan depati amir
angin mengembalikan tangan kita
jadi milik kita masing-masing
agar bisa menangkap senja
bangunan-bangunan tua
dari masa gemilang timah
hingga kesedihan
orang-orang hakka
dalam pembakaran taiseja
agar bisa merasakan
suara mereka yang hidup dan tak bisa pulang
lalu membangun kampung dalam dirinya
jauh lebih sunyi, jauh lebih sunyi
daripada sihir puisi
igauan pelayaran
yang tak pernah menyentuh lautan
Belinyu-Yogyakarta, Agustus 2009
Ode Bagi Kampung
di halaman berpohon jarak
deru angin bulan mei
tak lagi sempat tercatat
bunga rambutan
mulai bermekaran
ada yang jatuh di rambutku
rumput itu
tumbuh di sela-sela batu:
sunyi yang lembut
dari bukit kupitan
sampai kelok loban
malam berkabut
kadang, ada yang bernyanyi
gemeretak kincir air
sungai mengalir
di sana kini hidup
mama dan papa
+kenanganku.
Hujan Datang Bulan
ada yang lebih tabah
lebih bijak
lebih arif
daripada
hujan bulan juni:
hujan datang bulan!
Poker
– amin
setelah main berkali-kali
baru aku ngerti
peruntungan tak melulu kartu di tangan
yang terserak di lapik pertaruhan
butuh perhitungan
kapan menyimpan
kapan mengeluarkan
menang dan kalah
pusaran sebentar
bahaya yang bersinar.
Bila Kita Jadi Tua Bersama
bila kita jadi tua bersama
dari kerut sudut matamu
dari uban kepalaku
berjatuhan masa lalu
kata kata renta
punya kita
akan membaginya
dengan manis
teramat manis
bila kita jadi tua bersama
hilang sudah birahi
pada tubuh
dan segala yang mendandaninya
pada saat-saat begitu, sayangku
kita cuma perlu kisah
sambil menunggu burung kakak tua
hinggap di jendela.