Sajak-Sajak Salman Rusydie Anwar

Laut Menyimpan Bau Tubuhmu

Berdiri di tepi laut, gemuruhmu mengalir
membangun lempengan-lempengan rindu terbakar
Bersama senja membasuh kaki-kakinya diujung riak
kudayung doa ini meniti gelombang
Kutatap wajah pantai murung, dan karang hitam
berlompatan ke dalam gigil

Berikan sisa bau tubuhmu agar mampu
mengasinkan perjalanan rasaku
Mengecap segala renyah keringat nelayan
yang melepas sauh hingga ke ujung malam

Meski mungkin hanya laut yang mampu
mendebarkan ombak di dadaku
meredakan sisa sakit
yang mengukir dirinya di tubuh-tubuh karang berlumut
Namun di bau tubuhmu
aku dapat menemukan tempat untuk berlabuh

Kebumen, 2011.

Usai Cinta Membaca Gerimis

Apa yang kau temukan pada kaki-kaki gerimis
di wajah jendela, usai kita mengurai cinta?

Malam seperti menyusun lolongan panjang
memperdengarkan riuh ricuh mulut si gelandang
yang tak mampu melabuhkan secuilpun kecupan
pada bibir kekasihnya pucat gemetar

Dari balik kamar yang menyimpan parfum kesukaanmu
aku melihat gerimis seperti ujung jarum ditabur
menancap telak pada sekepal otak mereka
yang tak sanggup berpikir apakah dunia masih memiliki cinta

Sisa bau anggur dibibirmu pun telah mengering
mengalirkan gersang kemarau
pada rumah-rumah kardus berlantai tanah
menyisakan mimpi-mimpi semakin renggas
diliku-luka mereka yang terus bernanah

Ingin kutuntaskan gelut geliat cinta
agar keringat ini menghanyutkan doa
ke resah risau mulut mereka

Kebumen, 2011.

Tebing Hujan

Telah kubangun sebuah tebing
dengan hujan yang berlari dari mataku
Tangan-tangan waktu merayap di atasnya
meninggalkan sejarah demi sejarah
langkah demi langkah
Kau menyangka tebing ini adalah sebuah perhentian
sedang aku meyakini ia adalah sebuah hunian
tempat luka dan doa, nyanyi dan harapan
menempa dirinya menjadi akar
yang sulurnya merambat hingga matahari

Dan ketika matahari menusukkan sinarnya
ke ubun waktu dalam diammu
kau pun menjadi bagian dari tebingku
yang harus sedia menanggung perih cuaca

Kebumen, 2011

Geretan

akan kunyalakan lagi sebatang usiamu
dengan geretan matahari dan
ruas rusukku
lalu bara
menyala
melerai kantuk yang meringkuk
dipojok saku celana

masih ada abu didadaku
menari-nari nirukan liuk angsa yang terpana
pada semburan api dibola matamu

hari masih bersarang didasar benua
menyusui ikan-ikan yang berenang
ke sunyi dermaga
menyerahkan siripnya pada usia matahari
yang semakin renta dan penuh luka

2011.