Lanang Wibisono
http://suaramerdeka.com/
’’TAK Ada Yang Mencintaimu Setulus Kematian’’. Puisi karya penyair Aslan Abidin (Makassar) yang dibacakan salah satu peserta Baca Puisi di Gedung Juang ‘45 Kendal, Sabtu (19/3) malam mungkin menjadi jawaban atas pertanyaan bertema ’’Menakar Cinta’’.
Meski oleh Faiz, perwakilan panitia, cinta merupakan kedamaian. ’’Tanpa cinta kedamaian tidak mungkin ada,’’ katanya. Atau Kelana, salah satu penampil dalam acara itu yang mengatakan, cinta merupakan sesuatu yang universal. Tidak bisa diartikan dalam wujud yang sempit. Sementara, menurut Slamet Priyatin (penyair), cinta adalah cinta, yang tidak bisa didefinisikan melalui kata selain cinta.
“Cinta adalah anugerah Tuhan yang bebas dari segala penafsiran,” tegasnya.
Kegiatan Baca Puisi bertajuk Menakar Cinta yang diselenggarakan Q Art Manajemen, dibantu oleh Kebun Sastra Bugangin, Kodim 0715 Kendal, DPRD Kendal, Polres Kendal serta K3BK memang tidak untuk mendifinisikan perihal cinta.
Namun dari kegiatan tersebut, masing-masing penampil seperti Kelana, Slamet Priyatin, Rondo Royal (musik), kelompok Ciu Merdeka, Arif Sugito (musikalisasi puisi) dan Kesemek (musikalisasi puisi) memiliki pemaknaan tersendiri tentang cinta tersebut.
Melalui karya-karyanya, mereka ingin menyampaikan sesuatu yang dikatakan sebagai cinta, baik dengan lawan jenis, keluarga, teman, Tuhan maupun kehidupan.
“Cinta tak melulu tentang ranjang, gelap, bunga dan lilin. Cinta juga memiliki permasalahan sesudahnya. Ada juga konflik di dalamnya,” tegas Kelana.
Meski berlangsung secara sederhana, kegiatan baca puisi tersebut cukup menghibur puluhan penonton yang menyaksikan acara itu. Mereka dengan khusuk menikmati sajak demi sajak yang dibacakan oleh penyair. Puisi yang dikemas dalam lagu (musikalisasi puisi) dan dibawakan kelompok Kesemek, Ciu Merdeka maupun Arif Sugito, ternyata juga mampu memberi warna tersendiri dalam kegiatan ini. Penonton tak dibuat jenuh dengan dominasi pembacaan sajak oleh penyairnya.
Kembalikan Tradisi
Menurut Ali Murthadlo, sekretaris panitia, kegiatan baca puisi dimaksudkan untuk mengembalikan tradisi sastra lisan di wilayah pesisir Kendal. Menurutnya, sastra lisan sebagai unsur kesenian, keberadaannya dalam pembentukan sebuah kebudayaan mutlak diperlukan.
“Sejak dulu, sastra (lisan, red) telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam perkembangan masyarakat. Dari rumah hingga ke tempat aktivitas kerja, sastra selalu menjadi medium komunikasi baik secara horisontal (manusia dengan sesama, red) maupun vertikal (manusia dengan Tuhan-nya, red). Medium komunikasi sastra tersebut bisa berbentuk tembang, pantun, geguritan dan lain sebagainya,” kata dia.
Atas dasar tersebut, maka pihaknya ingin ikut terus melestarikan budaya sastra lisan, khususnya di wilayah pesisir Kendal.
“Kami memilih tema cinta dengan tujuan bisa merangkul audien di kalangan generasi muda. Mereka akan cepat tertarik dengan tema-tema cinta. Karena di usia mereka, makna cinta masih dalam pencarian,” tegasnya.
21 Maret 2011