Bijak Memilih Sekolah

Abdul Hopid
seputar-indonesia.com

HATI-HATI memilih sekolah! Pilihlah sekolah unggulan, yaitu sekolah yang memperhatikan aspek-aspek perkembangan dan kebutuhan manusia, bukan sekolah yang hanya melatih bagaimana siswanya mampu menjawab soal ujian nasional (UN), apalagi mengajarkan menyontek.

Jika Anda membaca buku karya Thomas Armstrong, The Best School; How Development Research Should Inform Educational Practice, Anda pasti menemukan dua wacana besar model sekolah. Pertama, sekolah Wacana Prestasi Akademik. Kedua,Wacana Perkembangan Manusia.

Dua model sekolah ini mempunyai karakter masingmasing. Menurut Armstrong model sekolah Wacana Perkembangan Manusia merupakan model yang baik.Amstrong menentang sekolah Wacana Prestasi Akademik karena menjadi salah satu penyebab hancur dan gagalnya pendidikan.

Dampak negatif sekolah Wacana Prestasi Akademik yaitu mendorong pengajaran hanya demi persiapan menghadapi ujian, mendorong siswa menyontek, mendorong manipulasi hasil ujian oleh guru dan pegawai administrasi, mengakibatkan tingkat stres yang berbahaya di kalangan pendidik dan siswa.

Sekolah Wacana Prestasi Akademik mengakibatkan munculnya kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan perkembangan anak di semua tingkatan sekolah, mulai dari prasekolah hingga sekolah atas. Anak kehilangan esensi belajar yang sesuai dengan perkembangan dirinya.

Anak didik dikondisikan untuk mengejar target akademik,yaitu untuk lulus ujian semata meski dengan banyak melakukan kecurangan. Berbeda dengan model sekolah Wacana Perkembangan Manusia yang mempunyai makna mengungkap atau membuka potensi yang terdapat dalam diri manusia bahkan mempunyai makna mengurai, membuka atau membebaskan manusia dari keterkungkungan, kerumitan atau rintangan.

Maka, inti pendidikan adalah bermakna dan memfasilitasi perkembangan manusia. Wacana Perkembangan Manusia lebih mengukur pertumbuhan pembelajaran di tengah pengalaman belajar itu sendiri.

Menyuarakan pilihanpilihan berkelanjutan untuk memfasilitasi perkembangan, melengkapi lingkungan belajar yang aman, membangun kepercayaan dalam lingkungan belajar, dan menggunakan pendekatan untuk mewadahi pertumbuhan optimal. Thomas Armstrong menegaskan bahwa Wacana Perkembangan Manusia berakar pada tradisi humanisme; aliran pikiran filosofis yang mendukung harga diri dan nilai setiap manusia.

Setiap individu dipandang dan diakui sebagai manusia yang mempunya nilai penting.Keunikan pada setiap individu menjadi kekayaan dunia pendidikan yang berwawasan pada Wacana Perkembangan Manusia, dan tentunya mempunyai dampak positif.

Dampak positif model Wacana Perkembangan Manusia yaitu membuat siswa terlibat dalam kegiatan belajar dan pembelajaran yang membuat mereka lebih siap untuk turun ke dunia nyata. Membuat semua siswa berhasil dan berdiri di bidang kekuatannya masingmasing.

Siswa dapat mengembangkan kompetensi dan kualitas, akhirnya akan membantu dalam membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Wacana Perkembangan Manusia membantu memperbaiki masalah sosial yang mencemari remaja dalam budaya masa kini yang terkotak-kotak, membantu siswa menjadi dirinya sendiri.

Mengurangi masalah disiplin di sekolah, mendorong inovasi dan keragaman program belajar. Wacana Perkembangan Manusia, jika diimplementasikan pada program pendidikan di setiap jenjang pendidikan,maka untuk tingkatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) diimplementasikan dalam bentuk permainan.

Permainan bagi anak adalah satu-satunya cara terbaik untuk memenuhi persyaratan perkembangan yang dapat ditempuh. Bermain adalah proses yang terus berubah (dinamis) dan bersifat multiinderawi, interaktif, kreatif, dan imajinatif. Pendidikan SD mengkhususkan kegiatan belajar untuk mengetahui alam semesta.

Kegiatan yang sesuai perkembangannya adalah ruangan kelas yang membuka dunia nyata, membaca,menulis, dan matematika yang berhubungan dengan penemuan dunia nyata. Bahan pelajaran sifatnya autentik, mengeksplorasi dunia nyata yang dipandu oleh guru dan belajar berdasarkan pertemuannya dengan dunia nyata.

Pada tingkatan SMP, proses pendidikan difokuskan pada perkembangan sosial, emosional dan meta-kognitif. Pada masa ini peserta didik dalam posisi remaja awal; masa sosial yang intens, ketika rasa ingin tahu untuk menjadi bagian dari sesuatu, komunitas, status sosial, dan kedekatan emosional memberikan konteks tempat bagi remaja dalam menemukan jati dirinya.

Maka kaum remaja ini membutuhkan; suasana aman di sekolah, komunitas belajar kecil, hubungan antar-orang dewasa (guru, orang tua, lingkungan) yang bersahabat, panutan yang positif, aktivitas seni yang ekspresif, perhatian pada kesehatan dan kebugaran mengingat pada usia tersebut akan mengalami perubahan pubertas.

Pada tingkat SMA siswa difokuskan pada hidup mandiri di dunia nyata. Siswa lebih difokuskan untuk kehidupan mereka setelah sekolah.
***

*) Abdul Hopid, Pemerhati Pendidikan dan Penulis Lepas,Tinggal di Yogyakarta.

Bahasa ยป