Judul : Saat Semesta Bicara
Halaman : xxviii+276
Penulis : dokter Wayan Mustika
Penerbit : PT Elex Media Komputindo, KOMPAS GRAMEDIA, Jakarta
Peresensi : Sukma Arida
http://www.balipost.co.id/
PERNAHKAH Anda bercakap-cakap dengan Tuhan? Atau apapun sebutan Anda terhadap entitas semacam Tuhan. Kapankah saat Anda merasa demikian dekat denganNya? Apakah ketika penderitaan hidup datang mendera ataukah saat kebahagiaan menghampiri dengan segenap suka-citanya? Atau pernahkah Anda melihat seorang medium sedang menghantarkan pesan-pesan keTuhanan, entah lewat seorang supranatural, jero tapakan (istilah lokal bali untuk menyebut orang yang sering mengalami trance), ataupun tokoh paranormal lainnya? Siapkah Anda bila dengan menyimak isi sebuah buku hati Anda tergetar karena merasakan kehadiranNya yang begitu dekat, bahkan seakan-akan “hadir” di dekat Anda, berbicara kepada Anda?
Buku berjudul Saat Semesta Bicara (SSB) boleh jadi akan memberikan kesan di atas manakala kita sempat menyimaknya. SSB berisikan hasil berkomunikasi seseorang yang berperan sebagai medium dengan Tuhan, yang dalam buku ini disebut dengan Ayah-Ibu Semesta. Boleh saja Anda meragukan kebenaran kalimat saya tadi, namun tolong simpan dulu keraguan Anda di dalam laci hati, sebelum Anda membaca buku SSB. Sebuah buku yang sesungguhnya memang tidak lazim, menuliskan tentang keintiman seorang manusia dengan Tuhan dalam mendiskusikan beragam persoalan mendasar kehidupan. Buku dengan pesan serupa SSB pernah ditulis oleh Neale Donald Walsch dan terbit pada tahun 2005 dengan judul Conversation with God. Namun buku tersebut lebih menampilkan pesan-pesan yang banyak mempertanyakan eksistensi manusia sesuai dengan pola pikir Barat. SSB muncul lebih menukik mendalam dalam membahas pertanyaan-pertanyaan mendasar kehidupan, bahkan boleh jadi merupakan pertanyaan-pertanyaan paling penting yang menghinggapi benak manusia kebanyakan. Pertanyaan yang menjadi kekhasan spiritualitas dunia Timur.
SSB dipilah menjadi dua bagian, bagian pertama diberi judul Bahasa Langit dan bagian kedua berjudul Bahasa Bumi. Bagian pertama merangkum pesan-pesan Semesta dalam perannya sebagai Ayah, purusa (langit). Ada banyak pembahasan mendasar tentang eksistensi manusia, hukum Karma phala, Dualitas Kematian dan Kehidupan, Kebahagiaan dan penderitaan. Dalam penyampaiannya bahasa yang digunakan dalam tulisan bagian pertama terkesan begitu agung, dalam, dan penuh makna hakiki. Namun demikian suasana yang terbangun terasa sangat intim dan pribadi, karena kata sapaan yang dipakai yaitu Ayah, Ibu, dan Nak. Kita sebagai pembaca merasa sedang bertutur dengan ayah ibu Sejati. Entitas yang telah lama kita rindukan, dari kehidupan ke kehidupan, dari kematian ke kematian berikutnya. Dengan menyimak penuturan penulis, kita seperti terbawa ke dalam ruang perjumpaan Anak dengan Ayah Ibu Semesta.
Bahasa Bumi
Sedangkan bagian kedua yang berjudul Bahasa Bumi dipilah lagi menjadi tiga sub; Spiritualitas Bumi dan Penghuni Langit, Spritualitas Kehidupan Manusia, dan Spiritualitas Kehidupan Alam. Bagian kedua ini lebih banyak bertutur tentang metafora-metafora fenomena alam sederhana namun dengan kupasan pesan-pesan spiritual dalam setiap fenomena. Ada pesan yang ditangkap lewat terbit dan tenggelamnya matahari, gugusan awan, pelangi, kehidupan siput dan ayam jago, lalat, kupu-kupu sutra, bahkan tragedi seekor kecoa. Simaklah bagaimana penulis mengajak kita untuk melihat keajaiban penciptaan Tuhan dalam kehidupan kerumunan semut. ?..coba perhatikan semut-semut kecil, yang bekerja siang dan malam mengumpulkan bahan makanan tanpa henti. Bagi mereka, bumi seakan-akan hanya memiliki satu musim, musim kerja. Saat ribuan semut keluar masuk beriringan lewat satu lubang kecil menuju gua bawah tanah rumah mereka, adakah yang melihat keajaiban di sana? Kesabaran dan kedesiplinan mereka mengalahkan apa yang mampu diperbuat manusia. Tak pernah ada semut mati terinjak-injak selama ribuan koloni semut itu pulang pergi ke rumahnya lewat lubang sempit!?
Metafora-metafora yang diungkapkan dalam bagian dua buku SSB memang dapat memberikan pesan tentang jejak-jejak makna spiritual kehidupan. Melalui pengungkapan pesan-pesan bijak di dalamnya, kita dilatih untuk semakin peka mengungkap pesan dari setiap fenomena. Menyimak kekuatan semesta di dalam setiap ciptaan. Bahwa pada akhirnya semuanya berguna, tidak ada ciptaan yang sia-sia.
Beberapa kesaksian awal yang dicantumkan di awal buku bahkan mengakui munculnya sebuah vibrasi energi spiritual manakala sedang menyimak tulisan-tulisan dalam SSB. Tomoko, seorang pembaca SSB yang juga seorang Natural Healing dan Therapist dari Jepang, bahkan bertestimoni bagaimana ia menangkap energi spiritual yang cukup besar saat melakukan pembacaan terhadap buku SSB.Ia menulis,”Saat Sasuke menerjemahkan buku ini dalam workshop kami di Jepang, saya merasakan suatu getaran. Saya yakin isi tulisan dalam buku ini berasal dari energi sebuah tempat suci yang pernah saya kunjungi. Dan saya juga merasakan langsung energi dari buku ini.”
Buku ini adalah serangkaian tulisan, yang oleh penulisnya dikatakan, mencoba membaca apa yang tak terbaca, mendengar apa yang tak terdengar, mengungkap apa yang tak terungkap. Sebebas ia memaknai apa yang dipahami olehnya, sebebas itu pula pembaca berhak memberi penilaian terhadapnya. Sesungguhnya makna dari seluruh isi dalam buku ini akan terbaca sesuai kedalaman hati yang telah dicapai oleh pembaca. Makna dan rasa yang muncul setiap kali membaca ulang bisa saja berubah seiring kedalaman hati yang kian tergali.
Mungkin ada sedikit ganjalan manakala memulai membaca buku ini yang bisa disebut sebagai sedikit kelemahan. Penulis kurang memberikan penjelasan yang cukup mendalam tentang bagaimana proses lahirnya buku ini. Padahal penjelasan tersebut sungguh penting bagi pembaca yang belum mengenal akrab si penulis. Dengan mengetahui bagaimana proses buku ini ditulis, selain akan menambah jelas duduk perkara perihal proses kreatif penulis (mengingat buku ini ditulis dengan ?di luar kelaziman?) juga akan kian memperkuat keyakinan pembaca terhadap pesan-pesan yang disampaikan dalam buku penuh hikmah ini. Namun di luar itu semua, buku ini sangat bermanfaat untuk dibaca sebagai bahan refleksi.
03 April 2011 | BP