Hari Tri Wasono, Muhammad Taufik
http://www.tempo.co/
Sebanyak 10 aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri melakukan aksi keprihatinan di makam Tan Malaka. Mereka menyesalkan sikap Kodim 0809 yang melarang penayangan film Opera Tan Malaka di salah satu stasiun televisi lokal.
Para aktivis AJI ini mendatangi makam Tan Malaka di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, dengan membawa sejumlah poster. Di antaranya bertuliskan ?TNI Bukan KPI, TNI Kembali ke Barak dan Jangan Urusi Siaran, serta Lawan Orde Baru?.
Mengenakan masker yang menutupi mulut, mereka membentangkan poster tepat di atas sebuah batu yang menjadi penanda makam Tan Malaka. Tiga buah lilin dinyalakan di atas batu sebagai bentuk keprihatinan atas nasib Pahlawan Nasional tersebut. ?Hingga mati pun Tan Malaka masih diburu TNI,? kata pengurus AJI Kediri Danu Sukendro, Rabu (12/1).
Usai menyanyikan lagu Gugur Bunga, para jurnalis ini melakukan doa bersama. Selanjutnya mereka meninggalkan makam yang terletak di lereng Gunung Wilis itu setelah melakukan renungan.
Danu mengatakan, aksi ini merupakan bentuk keprihatinan atas sikap Komandan Kodim 0809 Letnan Kolonel Infanteri Bambang Sudarmanto yang melarang penayangan film Opera Tan Malaka di Kilisuci teve (KSTV) yang rencananya akan ditayangkan 16 Januari depan.
Meski bersifat himbauan, kata Danu, sikap Bambang Sudarmanto itu merupakan bentuk intervensi militer terhadap kebebasan media. ?Hanya Komisi Penyiaran Indonesia yang bisa menghentikan siaran,? kata Danu.
Sebelumnya, Komandan Kodim 0809 Kediri mendatangi kantor KSTV di Ruko Hayam Wuruk. Dia meminta KSTV untuk tidak menayangkan siaran ulang film pementasan Opera Tan Malaka yang dimainkan di Teater Salihara 18-20 Oktober 2010 lalu. Dandim menganggap tontonan tersebut tak layak bagi masyarakat karena menganggap Tan Malaka sebagai tokoh kiri.
Di Jombang, penggiat sastra di Kabupaten Jombang, Jawa Timur menyayangkan pelarangan penyiaran Opera Tan Malaka di KSTV itu. .?Kalau itu untuk memberikan ajaran komunisme baru, itu baru silahkan dilarang,? kata Jabbar, salah satu penggiat Sastra Lembah Pring, Rabu (12/1
Menurut dia, pemuataran film Opera Tan Malaka hanya bentuk apresiasi pekerja seni terhadap seorang tokoh sejarah, bukan sebuah doktrinasi ajaran komunis. ?Semua tokoh yang pernah berjuang bagi bangsa berhak mendapat apresiasi dalam bentuk apa pun, termasuk karya sastra, seni, maupun opera,? katanya.
12 Januari 2011