Hasan Junus
riaupos.co
BIASANYA seorang penyair dikenal sangatlah piawai menapis kata-kata sampai menjadi sesuatu wujud yang mulia dan terpilih lebih dari seorang prosateur atau penulis prosa mengutak-atik kata-kata. Karena itulah tiga di antara pengarang novel sejarah atau dalam bahasa Perancis disebut roman historique yang awal terdiri dari tiga orang penyair terkemuka yaitu Alfred de Vigny (1779-1863; penyair, dramawan), Victor Hugo (1802-1885) dan Thiophile de Gautier (1811-1872). Romantisme berhubungan erat dengan penciptaan puisi dan juga terciptanya roman sejarah di Perancis. Rampai kali ini berjudul Chatterton nama tokoh dan sekaligus judul dalam karya Alfred de Vigny yang untuk pertama kali diterbitkan 1835.
Pada tahun 1770 seorang pengarang Inggeris berusia 18 tahun membunuh diri konon untuk melepaskan diri dari kesengsaraan. Romantisme secara tak kenal belas dan iba selalu merangkul jiwa dan tubuh orang-orang muda dengan dalil yang sebenarnya tak masuk akal. Seperti yang dikatakan oleh Orang Melayu dulu ‘’ikut hati mati, ikut rasa binasa’’. Paham atau aliran Romantisme dapat lekat dan sebati dengan seni milik Orang Melayu di zaman dulu. Berapa banyak orang-orang yang mengalami ‘’kasih tak sampai’’ dalam Sastra Dunia yang tergoda menjemput maut dengan tangannya sendiri sampaikan perbuatan membunuh diri menjadi kemegahan di suatu masa tertentu. Bukankah Stendhal dalam karyanya Le Rouge et le Noir sudah membandingkan orang-orang yang mati terlalu muda itu dengan kupu-kupu musim-panas yang lahir pada pagi hari untuk mati di waktu senja, manalah dia tahu apa artinya malam; berikan beberapa jam lagi hidup barulah ia mengerti apa artinya malam.
Sebenarnya dalam karya Alfred de Vigny yang terbit tahun 1832 Stello ihwal Chatterton sudah dinyatakan dalam pembicaraan antara tokoh Stello dengan dokter Noir ketika kedua orang itu membicarakan tentang perasaan dan nalar. Alfred de Vigny menggunakan kembali tokoh itu dalan ‘’Chatterton’’ yaitu drama tiga babak yang berbentuk prosa. Di sini ditegaskan bahwa masyarakat negeri itu yang sudah semakin materialistis sebagai lambang pemikiran yang jelas dan kian jelas terus ditolak oleh masyarakat.
Pada tahun 1876, Chatterton dibuat dalam opera tiga babak (empat dalam versi asli 1876) dengan musik dan libretto dalam bahasa Italia oleh Ruggero Leoncavallo. Libretto ini diadaptasi secara bebas dari kehidupan seorang penyair muda Inggris dari Bristol, Thomas Chatterton (1752-1770). Drama ini dianggap oleh kaum Romantik sebagai arketipe sempurna dari penyair terkutuk, Chatterton menjadi terkenal karena pastiches brilian puisi abad pertengahan, yang dihubungkan dengan imajinasi seorang biarawan abad ke-limabelas bernama Thomas Rowley.
Pada usia 18 tahun ia bunuh diri dengan meminum racun di London. Plot opera ini didasarkan pada drama Chatterton Alfred de Vigny, yang diterbitkan pada tahun 1835, sebuah drama yang sukses dalam tiga babak berasal dari trio kedua cerita yang terkandung dalam filsafat novel Alfred de Vigny menghimpun sekumpulan dialog dalam Stello yang diwakili oleh dua tokoh simbolis yang terdiri dari dokter Noir yaitu wujud intelektual Alfred de Vigny sendiri dan tokoh yang mewakili keinginan penyair untuk memasuki peranan aktif di dalam gelanggang publik. Karya prosa tiga babak Alfred de Vigny Chatterton telah ditahbiskan oleh kritikus-kritikus sastra Perancis sejak dulu secara syah sebagai drama Romantis.
Romantisme Eropa akan terasa sangat kasar kalau dibandingkan dengan Romantisme Melayu. Dan bukan hanya Romantisme, tapi juga aliran dan banyak rambu kesenian Melayu sebenarnya lebih halus kalau digauli dan digeluti dengan panduan dan petunjuk yang benar dan pas dan jitu. Di Malaysia timbul kesadaran yang menyatakan bahwa kalau dijalani dengan benar Sejarah Melayu dapat dibawa mengarah kepada realisme magis atau el magico de lo real.
Pengolahan lebih jauh dapat menghala pada pendapat bahwa untuk mencari realisme magis orang tak usaha pergi ke Amerika Latin tapi cukup dengan menekuni Sejarah Melayu karya Tun Seri Lanang. Ini merupakan hal yang meyakinkan dibuktikan oleh pengaruh Pantun Melayu terhadap segelintir penyair Perancis dan Eropa lainnya. Dari sinilah orang-orang yang tinggal di kawasan ini perlu tahu dan merenungkan bahwa sesungguhnya kita sudah memiliki warisan yang kuat dan besar tinggal lagi sudahkah disiapkan bahan-bahan untuk melengkapi tempat lowong yang minta diisi demi terpenuhinya suatu ruangan dunia yang bernama tempat yang tersedia untuk ruang kebudayaan Melayu.
Bagi yang memperhatikan dan ingin menjadi pengarang naskah opera (libretto), mari simak beberapa kalimat Babak I dari libretto Opera Chatterton oleh Ruggeo Leoncavallo yang juga komposer dari opera ini.
La scena rappresenta una serra addossata a destra ad un muro della casa di John Clark. Due o tre larghi scalini danno accesso per una gran porta a destra alle stanze terrene della casa. Due tavoli rustici e sedie di legno sono da ambo i lati della scena; presso i vetri della serra, in fondo ed a destra, piante. La larga porta della serra situata nel mezzo h aperta. Al di l‘ della serra, che d‘ nel giardino, si scorgono, a destra nel fondo, il cancello che serve di entrata, poi il muro di cinta che va da destra a sinistra e su questo lato sinistro lo spigolo e la gran porta dentrata della fabbrica di John Clark. Al di l‘ del muro paesaggio di campagna invernale. H una fredda ma bella giornata d’inverno.
Allalzarsi della tela, Giorgio h assiso al tavolo a sinistra leggendo. John Clark scende vivamente i gradini della porta a destra, va verso il fondo e guardando dal lato ovh la porta della fabbrica grida irritato:
JOHN
Charley!… Holger! Qualcuno Orsy che diamine!
(due servitori accorrono timorosi dalla fabbrica)
La signora ha finite?
***
29 Januari 2012