http://www.suarakarya-online.com/
Gulali Merah untuk Adikku
Pagi hari bulan putih mengintip resah membiarkan
jalan-jalan basah Seorang gadis kecil
bermain dengan payungnya
Di taman tak ada burung berebut pakan adikku berlari,
menyaksikan debu yang terbang menanti kawan yang hilang
“Sudah senja, dik” adikku berpangku di bangku taman
“Penjual gulali akan datang
sebentar lagi” Ia berlari ke tengah taman berputar –
putar riang memainkan gambar gulali merah
yang dilukisnya sembarang
Jalan Malam Bentara
Aku mulai hafal cahaya malam
Jauh di tikungan sebelum dua candi
gusar menatap buyar pada mereka yang berdatangan
Ku kenali kedai-kedai malam
sepanjang jalan entah di kiri atau
di kanan dua perempuan duduk
diam diam adakah mereka mengenal
bahwa mungkin saja satu dari
laki-laki yang datang
adalah kawan lama?
Seperti seorang kawan lama
yang lama tak ku dengar tegur sapanya
Apakah setiap penyair
selalu begitu, kawan?
Sebentar datang, sekejap jadi bayang
Entah berapa kali angin
turut membuntuti
Mungkin ia ingin mampir sesekali
ketika tak seorang pun menyadari ada bait
yang melekat dalam diri
Cemas
Sayangku, hujan belum juga reda
aku membayangkan kau terjebak dingin
gelisah menunggu pelukan
atau malah kau tak ingin pulang
sebab tak ada lagi
yang menunggumu di ruang tamu juga tak bisa lagi
kusiapkan segelas susu untukmu
Aku tidak menunggu siapa siapa
barangkali aku menunggu hujan reda
sambil menghitung tiap rintik
yang jatuh di jendela mengapa orang
masih berlalu lalang mengapa mereka bergegas pulang
jika aku adalah hujan maka akulah yang paling bersedih
semua orang berlari, berdalih
Sayangku, akan kumatikan
tiap lampu di sudut jalan
hingga tak bisa kulihat
siapapun yang datang sebab pintu dan jendela
takut hujan
maka jangan kau ketuk
sebelum pagi menjelang
Sayangku, berhentilah menikmati hujan
ia takan mengembalikan masa silam pulanglah, berpeluklah
sebelum hujan semakin deras sebelum muram menikammu
lebih lekas
Catatan Redaksi:
Dewa Ayu Diah Cempaka Dewi, mahasiswi Sastra Perancis, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, lahir di Gianyar, Bali, 18 Juli 1993. Menulis puisi disela waktu istirahatnya dan dipublikasikan di berbagai media lokal dan nasional. Salah satu puisinya “Karena Aku Tak Lahir dari Batu” dibukukan dalam antologi 100 Puisi.