Ekspresikan Diri Lewat Cerpen

Fresti
Padang Ekspres 01/04/2011

Cerpen sudah menjadi hal yang nggak asing lagi di telinga kita. Setiap orang banyak yang suka menulis cerpen. Bahkan, kisah-kisah pribadinya banyak yang diolah dan dituangkan dalam sebuah cerita pendek. Sehingga, kalau kita lihat satu-satu banyak juga yang sudah menjadikan cerpen sebagai hobi yang digemarinya. Yuk kita cari tahu cerita teman-teman di bawah ini.

Menurut Dodi Prananda alasannya menulis cerpen adalah untuk melatih kepekaannya terhadap hal-hal sekitarnya. Cowok yang sekarang duduk di bangku SMAN 1 Padang ini mengaku kalau cerpen juga merupakan media untuk mengekspresikan emosi dan hal-hal yang ada di benak. Saking senangnya menulis cerpen, Dodi sudah sering memenangkan lomba menulis cerpen. Bahkan cerpen-cerpen Dodi juga sudah ada yang dimuat di media masa.

Begitu juga yang disampaikan oleh Felgi Chico Fananta. Ia menulis cerpen kalau ada waktu luang gitu. Biasanya kalau lagi suntuk, cowok yang akrab dipanggil Eghi ini menuangkannya dalam bentuk cerpen.

“Biasanya, kalau lagi bosen, timbul aja inspirasi buat menulis cerpen. Dalam otak rasanya udah terangkai aja kalimat demi kalimat. Daripada lupa, mending disalurkan dengan menulis cerpen. Setelah selesai dan dibaca, rasanya mendapatkan kepuasan tersendiri aja,” tutur pelajar SMAN 2 Lubukbasung ini.

Suci Khairunnisa juga suka menulis cerpen sobeX. Cewek yang sekarang bersekolah di SMAN 7 Padang ini sudah dari dulu menyukai menulis cerpen. Suci menuturkan kalau dia menulis cerpen berasal dari pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain.
Emang sih sobeX banyak orang yang menulis cerpen berdasarkan pengalaman pribadinya. Seperti yang juga dituturkan oleh Rani, mahasiswa IAIN Imambonjol Padang. Ia memang lagi getol-getolnya menulis cerpen. Diakuinya, koleksi cerpennya udah ada. Banyak cerpen yang diciptakan Rani berangkat dari pengalaman pribadinya.

Selain pengalaman pribadi, inspirasi cerpen biasanya juga datang dari orang-orang terdekat. Kayak Dian gitu, ia mengaku kalau menulis cerpen nggak hanya berasal dari pengalaman pribadinya saja. Diantaranya, cewek yang sekarang bersekolah di SMPN 18 Padang ini juga mengaku mendapat inspirasi menulis cerpen dari kisah-kisah sahabatnya. Diantara sahabatnya yang pernah curhat sama Dian, dijadiin bahan untuk menulis cerpen. Hal ini juga disepakati oleh Ratih Dwi Septiani. Bagi Ratih, iya juga sama dengan Dian, mendapat inspirasi menulis cerpen dari orang-orang terdekat seperti teman dan keluarga. Hal itu yang kemudian diolah Ratih menjadi kata-kata dan cerita singkat.

Ditambahkan Ratih, ia menulis cerpen sudah dari kelas 4 SD. Dan semua itu banyak yang berasal dari kejadian yang ada di sekitar Ranti. Lagi lain dengan apa yang dituturkan Dodi. Cowok yang mengagumi penulis cerpen Ratih Kumala ini mengaku menulis cerpen nggak hanya berdasarkan pengalaman saja. Dodi juga mengaku kalau sebagian juga didapatkan dari hal-hal kecil di sekitarnya. Kadang-kadang Dodi juga mengaku mendapat inspirasi cerpen dari membaca karya sastra, membaca koran dan menulis.

Coba-Coba Kirim ke Media

Ruang untuk menulis cerpen sangat banyak sobeX. Di media massa seperti koran, majalah dan tabloid, tersedia halam untuk cerpen. Banyak yang cerpen-cerpen dari pembacanya yang diterbitkan. Diantara penulis cerpen itu, banyak nama-nama baru. Artinya, banyak orang yang tertarik untuk mengirimkan cerpennya di media massa.

Kayak Felgi Cicho Fananta. Meskipun baru media pelajar, tapi beberapa cerpennya sudah pernah dimuat. Kata yang suka dipanggil Eghi, ia mendapatkan kepuasan tersendiri aja ketika membaca cerpennya, apalagi sempat terbit gitu.

Rani juga begitu. Ia mengaku juga pernah mengirimkan cerpennya ke berbagai media massa. Diantaranya ada yang koran dan ada juga yang ke buletin di kampusnya. Cuma yang baru sempat diterbitin hanyalah di buletin di kampusnya, sementara di koran belum sempat diterbitin. Tapi, mahasiswa IAIN ini mengaku ia tak pantang mundur untuk menulis cerpen. Menurutnya, ketika cerpennya belum terbit, berarti ia mesti banyak lagi dan memperbaiki lagi karya.

Ada lagi yang menulis cerpen hanya untuk konsumsi pribadi. Artinya ia belum berani dan belum percaya diri untuk mengirimkan cerpennya ke media. Mungkin karena berbagai sebab dan alasan. Kayak Ratih, kendatipun ia sudah dari SD menulis cerpen, tapi ia mengaku belum berani dan belum sempat mempublikasikan cerpennya. Suci Khairunisa juga sama “penyakit”nya dengan Ratih. Suci juga masih belum PD untuk mempublikasikan cerpennya. Menurut cerita Suci, cerpennya hanya disimpan dan dibaca sendiri aja.

Sementara itu, Rama mengaku kalau cerpen yang ditulisnya hanya dibacakan di depan kelas. Ia juga masih belum berani untuk mempublikasikan cerpennya. Cerpen yang ditulis Rama hanya untuk memenuhi tugas sekolahnya.
***

http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=924

Bahasa »