Usman D.Ganggang *
sosok.kompasiana.com
Nama Mezra, sapaan singkat dari nama panjang Mezra E.Pelandou, semakin dekat di hati para penikmat sastra. Iya, nama Mezra memang bukan asing lagi, bukan saja untuk ukuran NTT tetapi juga untuk tingkat nasional. Pasalnya, karya-karya imajinatifnya selalu mengunjungi penikmat sastra. Selain itu, dari tangan mungiilnya, hadir berbagai penghargaan. Untuk tidak sekedar omong, penulis catat di sini, karya sastranya “Sebagai Pemenang Pertama Peraih Penghargaan Sastra untuk Pendidik di tahun 2012 dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional RI.
Di Kupang NTT, para pengamat sastra sekaligus kritikus sastra, seperti Yan Sehandi dan A.G.Hadzamawit, selalu membedah karyanya sekaligus memuji karya sastranya, baik yang tersebar di NTT, maupun yang beredar di tingkat nasional. Bahkan Yan Sehandi kritikus sastra yang sedang naik daun (ukuran NTT) menjuluki Mezra yang berparas cantik dan manis ini, sebagai pengarang wanita NTT yang produktif. Lalu, kawan-kawannya yang berkecimpung di Komunitas Santarang menyapanya sebagai N.H.Dini-nya NTT.
Julukan dan sebutan tersebut, bukan tanpa alasan. Semua jenis sastra digaulinya. Ada Cerpen seperti Manusia-Manusia Jendela (2006) adalah cerpen terbaik pertama sayembara nasional penulisan cerpen se-Indonesia tahun 2006. Bersama 22 naskah terbaik lainnya, akhirnya dibukukan oleh Depdiknas RI dan didistribusikan ke sepuluh ribu perpustaan terbaik se-Indonesia. Selain itu ada cerpen berjudul “Maria” (1994) juara pertama sayembara cerpen oleh Majalah Bahasa Yogyakarta bekerja sama dengan Universitas Dr. Soetomo. Dan ratusan cerpen lainnya yang sudah beredar di masyarakat.
Selain Cerpen, Mezra juga merambah Novel. Buku novelnya yang sudah terbit dapat dicatat di sini antara lain: Surga Retak (2006); Loge (2007); Nama Saya Tawwe Kabotta (2008); Perempuan Dari Lembah Mutis (20012); Pulang ( 2000); Klise Hitam Putih (2002); dan sejumlah novel lainnya yang siap diterbitkan.
Lalu karya puisinya yang sudah diterbitkan, antara lain: Nyanyian Pulau-Pulau (2006); Antalogi Puisi Guru (2006); Aku Telah Menjadi Beo; dan puisi-puisi lainnya yang tak dapat disebut satu persatu di sini. Dan seperti karyanya yang lainnya, karya puisinya sedang menunggu waktu yang tepat untuk diterbitkan.
Mezra yang lahir di Kupang –NTT ini juga akrabi drama. Di antaranya sekedar disebut di sini adalah : Sasando Keseratus (2011), sebagai naskah terbaik empat se-Indonesia dalam sayembara nasional penulisan naskah drama 2011. Di antara karya dramanya ini , Mezra pun mendapat penghargaan sebagai penulis terbaik atas karyanya berjudul Laposin.
Ternyata dalam kesehariannya, Mezra adalah seorang guru SMA Negeri ternama di salah satu SMA di Kota Kupang. Selain itu juga bekerja sebagai dosen di Universitas PGRI Kupang. Karena Mezra punya talenta , akhirnya atasannya mempercayanya untuk membantu mahasiswa terutama dalam penulisan kreatif. Tentu saja selain membimbing juga menjadi penanggung jawab beberapa bengkel teter yakni TeaterAkar; Amal Putih; dan Teater Engkel.
Dari tangannya juga menghasilkan karya film seperti Manusia Cuma Cebu (2009); Mimpi Natan (2012). Selain itu, Mezra yang merupakan salah satu moderator dalam Acara Temu I Sastrawan NTT yang digelar bulan Agustus lalu itu, mnjdi konsultan dan editor Junal Beta, terbitan Yayasan Anak Friendly NTT. Lalu, setiap hari Minggu, Mezra masih meluangkan waktu untuk menyiar di Cave Rohani 97.6 Fm dan dipercayakan mengasuh sebuah acara bertitel Inspirasi dan Motivasi.
Bagi Mezra, ternyata semua hal terbaik dlam hidupnya adalah sebagai ibu dari dua anak lelaki dan seorang putri cantik. Alasannya, bagi ibu guru ini, rupanya “Kenikmatan yang paling berharga adalah nikmatnya melahirkan dan menyaksikan mereka bertumbuh setiap harinya”, demikian ditulis Jurnal Kantor Bahasa Provinsi NTT bernama “Loti Basastra”.
Iya, tentu saja selain mendidik dan membimbing putra putrinya, Mezra juga menggauli karya-karya imajinatif. Di sana, Mezra menuntaskan hasratnya dalam menggali rasa dan perasaan manusia di sekitarnya dalam dunia sastra.
Sumber bacaan: Antalogi Cerpen Kematian Sasando (2013); Antalogi Puisi Senja di Kota Kupang (2013); Mengenal Sastra dan sastrawan NTT (2012) karya Yan Sehandi; Jurnal Loti Basastra (2013); juga sumber lainya serta dialog-dialog di sela acara Temu I Sastrawan NTT, belum lama ini di Kupang NTT.
*) Usman D.Ganggang, berdomisili di Kota Kesultanan Bima-NTB.