Gorys Keraf, Ilmuwan Bahasa dari NTT

Yohanes Sehandi *
Flores Pos (Ende) 31 Okto 2015

Thomas Todo Golo dalam opininya di harian Pos Kupang (2 Mei 2013) mengutip pernyataan Jus Badudu, pendekar bahasa Indonesia tahun 1980-an dari Universitas Padjadjaran Bandung yang dimuat harian Kompas. Lewat Kompas (1986) Jus Badudu menyatakan betapa besarnya sumbangan orang-orang NTT dalam proses pembakuan bahasa Indonesia. Badudu bahkan menyebut sumbangan orang-orang NTT sekitar 60-70 %.

Badudu mencatat, sumbangan orang NTT dalam proses pembakuan bahasa Indonesia berkat jasa ilmuwan bahasa, wartawan, dan sastrawan. Disebutkannya sejumlah nama yang berjasa itu, yakni Gorys Keraf, Marcel Beding, Valens Doy, Gerson Poyk, Dami N. Toda, dan Julius Sijaranamual. Dari 6 nama ini, tinggal sastrawan Gerson Poyk yang masih hidup.

Pada momen peringatan Bulan Bahasa pada Oktober 2015 ini, saya mau mengangkat sekaligus mengenang jasa besar Gorys Keraf, ilmuwan bahasa dari NTT. Gorys Keraf lahir pada 17 November 1936 di Lamalera, Lembata. Meninggal dunia pada 30 Agustus 1997 di Jakarta dalam usia 61 tahun. Menyelesaikan SD di Lamalera, SMP di Seminari Hokeng (1954), SMAK Syuradikara Ende (1958), Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI), Jakarta (1964). Gelar Doktor dalam bidang linguistik pada 1978 dengan promotor Amran Halim, J.W.M. Verhaar, dan E.K.M. Masinambouw. Judul disertasinya Morfologi Dialek Lamalera (1978). Gelar profesor dari Universitas Indonesia pada 1991.

Tahun 1970-an dan 1980-an, Gorys Keraf adalah nama besar dalam dunia pengajaran bahasa Indonesia. Namanya paling banyak dikenal para pelajar dan mahasiswa. Bukunya yang pertama berjudul Tatabahasa Indonesia (1970) membuat namanya meroket cakrawala ilmu bahasa dan tata bahasa Indonesia. Namanya terus melambung menyusul terbit bukunya yang kedua Komposisi (1971).

Gorys Keraf adalah ilmuwan bahasa dan dosen sejati. Sejak meraih gelar Sarjana Sastra (1964), Gorys Keraf memilih jadi dosen di FS UI sampai akhir hayatnya tahun 1997. Selain dosen di FS UI (S1, S2, dan S3), juga dosen di FISIP UI, Pascasarjana Hukum UI, Universitas Trisakti, dan Universitas Tarumanegara, Jakarta.

Adalah Bambang Kaswanti Purwo, ilmuwan bahasa dari Unika Atma Jaya, Jakarta, melakukan penelitian terhadap ratusan buku tata bahasa Indonesia yang terbit tahun 1900-1982 (selama 82 tahun), baik buku yang (masih) ditulis dalam bahasa Melayu (1900-1928), dalam bahasa Indonesia (1928-1982), maupun dalam bahasa Belanda dan Inggris dan bahasa asing lain (1900-1982). Tujuan utama penelitian untuk mencari tahu, manakah buku tata bahasa Indonesia “paling banyak dibaca” dan “paling berpengaruh” di kalangan pelajar dan mahasiswa Indonesia.

Sebanyak 174 judul buku tata bahasa Indonesia yang diteliti Bambang. Hasil penelitiannya berjudul “Menguak Alisjahbana dan Keraf: Pengajaran Bahasa Indonesia,” dimuat dalam Majalah Basis (Nomor 12, Tahun XXXVI, 1987, halaman 457-477).

Hasil penelitian Bambang menunjukkan, dari 174 buku tata bahasa Indonesia yang pernah terbit selama 82 tahun di Indonesia, “hanya” dua buku yang paling banyak dibaca dan paling berpengaruh di Indonesia. Sebagian besar orang Indonesia mengenal bahasa Indonesia dari dua buku itu. Daya tahan pemakaian masing-masing buku lebih dari 25 tahun.

Pertama, buku Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (jilid 1 dan 2) karangan Sutan Takdir Alisjahbana atau STA (Penerbit Dian Rakyat, Jakarta, 1949). Kedua, buku Tatabahasa Indonesia karangan Gorys Keraf (Penerbit Nusa Indah, Ende, 1970). Menurut Bambang, kedua buku ini “pengaruhnya begitu mendalam merasuki relung-relung pengajaran bahasa Indonesia!”

Buku “tata bahasa STA” (1949) sampai tahun 1981 (selama 32 tahun) telah mengalami cetak ulang ke-43 (jilid 1) dan cetak ulang ke-30 (jilid 2). Sementara itu, buku “tata bahasa Gorys Keraf” yang terbit tahun 1970, sampai dengan tahun 1984 (selama 14 tahun) telah mengalami cetak ulang ke-10, dan sampai beliau meninggal dunia pada 30 Agustus 1997 (selama 27 tahun) telah mengalami cetak ulang ke-15.

Jumlah buku tata bahasa Gorys Keraf yang beredar di masyarakat jauh melampaui jumlah yang terdata, karena sebagian besar buku ini dijual ilegal di pasaran bebas. Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) pada tahun 1988 pernah mensinyalir, buku paling banyak dibajak dan dijual secara ilegal di pasaran bebas adalah Tatabahasa Indonesia karangan Gorys Keraf.

Keperkasaan buku tata bahasa Gorys Keraf sampai tahun 1990. Pamornya mulai meredup tatkala Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1988). Sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2015 ini (selama 25 tahun), tidak ada lagi buku tata bahasa Indonesia yang pengaruhnya sebesar buku STA dan Gorys Keraf.

Karya Gorys Keraf dalam bentuk buku adalah Tatabahasa Indonesia (1970), Komposisi (1971), Eksposisi dan Deskripsi (1981), Argumentasi dan Narasi (1982), Diksi dan Gaya Bahasa (1984), Linguistik Bandingan Historis (1984), Linguistik Bandingan Tipologis (1990), Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia (1991), Cakap Berbahasa Indonesia (1995), dan Fasih Berbahasa Indonesia (1996).
***

*) Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores, Ende, Hp 081339004021
http://yohanessehandi.blogspot.co.id/2015/11/gorys-keraf-ilmuwan-bahasa-dari-ntt.html

Leave a Reply

Bahasa »