SAYA TERSESAT DI CERPEN-CERPEN FAHRUDIN?

Ulasan Kumcer Syekh Bejirun dan Rajah Anjing karya Fahrudin Nasrulloh
Penerbit Pustaka Pujangga tahun 2011
Yuditeha
yuditeha.wordpress.com

Jujur, terus terang, terkadang saya merasa tidak kuat untuk sekedar menyelesaikan membaca sebuah cerpen sampai ke ending, tetapi saya mempunyai komitmen, adalah sebuah kewajiban untuk mengakhiri apa yang telah saya mulai, termasuk membaca sebuah cerpen. Dan saya telah mengakhiri membaca Syekh Bejirum dan Rajah Anjing.

Membaca ke 11 cerpen Fahrudin, saya seperti tersesat di sebuah dunia yang beraroma reliji Islam dan aroma kejawen. Rasa mistis dalam setiap, baik peristiwa maupun dialog-dialognya sangat terasa. Secara umum penggambaran tentang istilah-istilah dunia pesantren dan ilmu kejawen terasa di sepanjang 11 cerpen itu. Bahkan ada kecenderungan di setiap cerpennya unsur cerita tidak dipandang sebagai sesuatu yang mutlak dibangun. Cerpen-cerpen Fahrudin cenderung mengarah ke estetika kata-kata tentang dua dunia itu.

Meskipun saya mengibaratkan tersesat, tetapi saya tidak membutuhkan waktu yang lama untuk tahu keadaan. Saya segera dibantu Fahrudin untuk memahami seluk-beluk tentang dunia itu, tempat dimana saya sedang tersesat. Hasilnya saya tidak menjadi bingung tetapi mengerti situasi dan akhirnya dapat pulang kembali. Istilah mengerti keadaan di sini, saya nilai sangat istimewa, karena dalam kondisi saya yang sebenarnya jauh bersinggungan dengan hal-hal yang menjadi tema dalam penceritaan cerpen-cerpennya.

Bentuk pertolongannya itu berupa estetika kata-kata dari dua dunia yang dinaratifkan sering dia beri penjelasan tentang fakta yang ada ke dalam catatan-catatannya. Meskipun di beberapa cerpen ada yang terlalu banyak catatannya, seakan Fahrudin tidak ingin meninggalkan satu wacana-pun jika memang pada kenyataannya wacana itu dapat dihadirkan di sana.
Saya membaca cerpen:

1. Surabawuk Megatruh
Fahrudin mencoba menghadirkan plot itu pada arah perdebatan dua tokoh yang berlainan sifat dan keadaan. Yang satu (Surabawuk) dihadirkan sebagai seorang yang meledak-ledak dan yang lain (Ki Hasan Besari) dihadirkan sebagai tokoh yang lembut. Permainan penggunaan gaya bahasa yang digunakan di sini menjadi sesuatu yang istimewa.

2. Abu Zardak
Menurut saya , inilah cerpen Fahrudin yang paling sederhana, paling pendek dan tanpa footnote. Kisah perjalanan batin seseorang akhirnya sampai ke “dalam keheningan cahaya Tuhan”.

3. Arung Beliung
Tema yang hampir sama dengan cerpen Abu Zardak, tetapi cerpen yang ini lebih menitikberatkan rasa bimbang yang ada di dalam diri seseorang tentang sebuah ajaran-ajaran. Si tokoh membaca Al-Quran tapi juga membaca surat-surat lain yang ternyata mempunyai akibat yang berbeda. Kebimbangan yang pada akhirnya mengantarkannya pada sebuah malapetaka. Di cerpen ini juga ditonjolkan naratif-naratif kasar namum indah.

4. Prahara Giri Kedaton
Salah satu cerpen yang bisa lepas dari bayangan religi, paling tidak di cerpen ini dihadirkan seting tempat Kedaton. Mempertanyakan wacana tentang hakekat cinta.

5. Puputan Walanda Tack
Cerpen bertema perjuangan dari para santri kepada penjajah. Surapati sebagai pemusatan tokoh, dimana penggambaran dia sebagai seorang yang pemberani sangat ditonjolkan. Terkhusus mengenai duelnya dengan Tack.

6. Memburu Maria Van Pauosten
Cerpen ini sempat mengecoh saya karena saya sudah terbiasa dengan cerpen-cerpen Fahrudin yang saya baca sebelumnya. Saya mengira cerpen ini akan membicarakan sebagian isi-isi kitab kuning yang diburu oleh Brodin. Dengan adanya tokoh Marsden memang justru dapat membuat aura kitab kuning menjadi sangar tetapi yang menciptakan kengerian itu datang dari pihak Marsden. Ending cerpen ini mengejutkan.

7. Duel Dua Bajingan
Dilihat dari judulnya saja cerpen ini sudah jelas akan berbicara mengenai dua orang yang dinilai terkutuk. Meski begitu, hebatnya dari cerpen ini tidak ada penghakiman dari Fahrudin terhadap kedua tokoh ini. Meskipun dua orang ini bajingan tetapi dalam perdebatan-perdebatan mereka kerap ada ungkapan-ungkapan tentang hal yang baik-baik. ( Misalnya tentang tidak sukanya leluhur mereka direndahkan). Namanya saja duel bajingan, jika kau ingin belajar bagaimana berkata kotor, misuh di sinilah kau akan dapatkan. Tidak ada yang menang dalam pertarungan ini.

8. Nubuat dari Sabrang
Cerpen yang mengulas tentang kabar kitab yang kabarnya ditulis oleh dua orang. Cerpen yang membahas tentang tema aktual; pandangan tentang sebuah keyakinan. Cerpen ini sangat netral ketika cerita itu diendingi dengan adanya surat dari Herman de Bavinck, Batavia 1938.

9. Huru-hara Babarang
Tema cerpen yang hampir sama dengan tema cerpen Duel Dua Bajingan. Hanya di dalam cerpen ini tokoh banyak dan perang keroyokan. Yang sama lagi di cerpen ini juga banyak kata-kata kasar dan saru untuk menarasikan keadaan emosi di dalamnya. Bedanya pada cerpen ini dimenangkan pihak begajulan dari Jawa.

10. Syekh Bejirun dan Rajah Anjing
Cerpen yang mengisahkan perjalanan Syekh Bejirun dalam pergumulannya dengan kitab-kitab kuning. Saya seperti membaca sebuah sejarah perjalanan seseorang. Lengkap beserta footnotenya yang 3 lembar itu.

11. Montel
Membaca cerpen ini saya menjadi ingat serial film tv karya Deddy Mizwar, Para Pencari Tuhan. Kesamaan dengan kisah dalam film-film pendek itu dengan cerpen ini tersurat pada paragraf ini :Maka mencari Allah laksana menebas angin di kala tarkhim. Hanya rasa gelap dan kesia-siaan yang didapat. Ia yang terlecut memburu-Nya, maka tiba-tiba hadir di dalam dirinya.Sekali is merasakan menemukan-Nya, selamanya ia akan kehilangan diri-Nya.
Dan saya pikir kekuatan cerpen ini juga pada narasi itu.

Demikian pembacaan saya terhadap cerpen-cerpen Fahrudin. Secara menyeluruh cerpen-cerpen ini sangat memberi wacana bagi saya khususnya mengenai hal mistis, kejawen, santri, dan narasi-narasi sangarnya.
***

SAYA TERSESAT DI CERPEN-CERPEN FAHRUDIN?

Leave a Reply

Bahasa »