Ahmad Wiyono *
koran-sindo.com 13 Agu 2017
United Nations Educational Sceintific and Cultural Organization (Unisco) tahun lalu merilis hasil survei gerakan literasi internasional. Yang mengejutkan adalah posisi Indonesia berada pada urutan 60 dari 61 negara yang menjadi objek survei intensif tersebut.
Tentu ini satu kenyataan yang memilukan. Bahwa posisi literasi bangsa kita masih kalah jauh dengan beberapa negara di dunia, bahkan dengan negara tetangga di Asia yang sama-sama tergolong negara berkembang. Apa penyebab kemesorotan tingkat literasi tersebut? Di antara sekian banyak penyebab terpuruknya budaya literasi dinegeri ini, salah satunya adalah sifat malas yang masih menggurita dalam jiwa segenap bangsa kita.
Perhatikan misalnya saat anak-anak diarahkan untuk menggalakkan budaya baca. Mereka lebih tertarik menjadi pendengar ketimbang menjadi pembaca. Atau dalam pengalaman keseharian anak-anak di kota, mereka lebih suka mendengar atau menonton berita ketimbang membaca buku. Endy Bayuni, editor senior The Jakarta Post, menyebut fenomena itu sebagai penyakit literasi.
Penyakit literasi lebih condong pada tradisi lisan, yaitu mendengarkan orang berbicara. Ini setidaknya salah satu akar masalah yang menyebabkan budaya baca tidak terbentuk. Padahal tradisi lisan yang dimaksud tak lebih hanya pembelaan atas lemahnya budaya baca itu sendiri. Sebagai langkah strategis dalam mengimbangi capaian literasi global tersebut, perlu ada konsepsi baru di bidang literasi.
Konsep baru ini menjadi arah baru serta jawaban atas kegundahan literasi Tanah Air. Tentu gerakan literasi baru ini hadir tidak dalam rangka sebagai alibi atas kegundahan posisi literasi kita di kancah global, tapi lebih sebagai solusi untuk membangkitkan kembali energi literasi bagi segenap bangsa Indonesia bahwa mengatasi ketertinggalan dalam capaian literasi internasional adalah sesuatu yang wajar.
Kendati demikian, mengembangkan yang sudah ada juga suatu keniscayaan. Salah satu buku yang peduli dengan persoalan literasi bangsa yang rendah adalah Suara Dari Marjin, karya bersa Sofie Dewayani dan Pratiwi Retnaningdyah. Buku ini boleh dibilang awal mula dari percakapan baru tentang dunia baca dan tulis, tentang literasi, tentang interaksi pengetahuan dan tentang cara berpikir.
Sofie Dewayani dan Pratiwi Retnaningdyah melalui karya bersama Suara Dari Marjin tampak sedang berupaya menggagas lahirnya literasi dengan konsep terbarukan. Di mana, literasi tidak hanya dimaknai secara simbolik, lahir dengan data dan fakta kuantitas, tapi jauh dari itu literasi hadir sebagai roh untuk melihat, mengamati, dan membaca kondisi sebuah budaya dan jati diri bangsa.
Dengan pemahaman baru ini diharapkan gerakan literasi lahir secara alami dengan membangkitkan partisipasi para penggiat dari segala multiprofesi. New Literasi Studies (NLS) adalah salah satu kerangka kajian literasi baru yang lahir dari pergerakan anak jalanan dan buruh migran.
Gerakan literasi yang lahir dari kelompok anak jalanan dan buruh migran merupakan fajar baru untuk membangkitkan gairah literasi secara umum. Konsepsi dasar dari gerakan literasi baru ini adalah membangun kesadaran kolektif tentang budaya baca, tulis, dan mengkaji kondisi secara alamiah. Literasi tidak hanya diukur dari serangkaian kegiatan formal membaca dan menulis itu sendiri, tapi lebih pada kegiatan yang mengangkat harkat dan jati diri sebuah bangsa.
Literasi bukanlah sesuatu yang stagnan karena dia bergerak dan berubah. Misalnya, pengalaman literasi setiap orang bisa jadi berbeda dan tidak harus terkait pengalaman mengeja atau saat pertama kali seseorang mampu membaca.
Dalam buku ini, pengalaman literasi dimaknai sebagai rekam pengalaman seseorang dengan kegiatan membaca, menulis, dan mencerna pengetahuan, yang bermakna karena signifikan terhadap pilihanpilihan hidupnya di kemudian hari (hal 24). Buku ini hadir dengan tawaran konsep literasi lokal yang kontekstual, upaya untuk mengembalikan arah literasi pada khazanah budaya dan jati diri bangsa.
Selain itu, buku ini juga meramu konsep perlawanan terhadap hegemoni literasi yang terbentuk oleh praktik budaya kelompok masyarakat yang dominan, demi menumbuhkan praktik literasi yang lebih terarah sesuai konteks sosial, budaya, dan ekonomi Indonesia. Salam Literasi!
*) Penggiat Literasi dan Peneliti di Universitas Islam Madura (UIM) Pamekasan.
http://koran-sindo.com/page/news/2017-08-13/0/2/Arah_Baru_Literasi_Indonesia