Karya yang Berselancar di Arus Zaman

Sabrank Suparno *

Manusia wajib menikahi zamannya, hidup satu rumah sebagai suami-istri. Sementara zaman sebagai pasangan, adalah sosok yang tak bisa tua, sedangkan manusia sosok yang terbatas usia. Lantas bagaimanakah pergolakan bathin menyikapi pasangan yang konstanta?

Manusia dalam pemahaman praktis paragraf di atas berposisi subyek utama entah menjadi suami atau istri. Begitu sebaliknya. Manusia dipahami utuh sebagai susunan organ fisik dan pisikis. Zaman pun lengkap dengan susunan ruang, menit, jam, mode, dekade dan peradaban. Keduanya, baik manusia atau zamannya dipahami sebagai sesuatu yang linier, meteriil-mekanik karena dihadapkan masa berlaku yang menerjang dan menggulung semua kisah.

Berangkat dari uraian di atas kita memasuki buku Antologi Cerpen Tragedi Kumbang Biru ini. Yakni munculnya pertanyaan dari kaum Pembelajar Jagat yang tergabung dalam UKPM (Unit Kegiatan Penalaran Mahasiswa) STIKP PGRI Jombang tahun 2017, satu unit kegiatan yang khusus bergerak di bidang kepenulisan dan penelitian. Sekitar 30 mahasiswa terkumpul dalam berbagai bidang kepanitiaan yang diketuahi Dian Puspita Anggraini dan dibimbing Aang Fatikhul Islam M. Pd. Pertanyaan seputar apa yang terjadi antara realitas dengan khayalan? Bahasa lain dari pertanyaan di atas adalah apa yang terjadi antara manusia dengan keadaan zaman? Untuk menemukan titik simpul jawaban pertanyaan di atas, kaum Eksperimentalis ini melempar thesis dengan mengadakan Lomba Menulis Cerpen Tingkat Mahasiswa Se-Jawa Timur. Supaya lemparan thesis terfokus, maka konsep analisisnya terbingkai dalam tema ‘Tragedi Kemanusiaan Di Generasi Alpha’.

Dalam sinopsis yang dipaparkan kaum Eksperimentalis selaku panitia bahwa penarikan batas (periodesasi) generasi Alpha didasarkan pada momentum bulan Mei ketika terjadi tragedi Trisakti. Di mana, tragedi Trisakti merupakan catatan sejarah tentang HAM, kekerasan seksual dan kepedulian feminisme gander. Generasi Alpha terlahir setelah generasi Z sekitar 1995-2010. Generasi Alpha diperkirakan menghuni zamannya dari 2010-2025. Otomatis generasi Alpha berada pada kondisi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Kondisi yang memuat kenyaman, kelayakan beserta resiko keburukan ketika dihadapkan dengan produk budaya. Efek buruk yang oleh Afrizal Malna dalam Makalah Konggres Kesenian Indonesia III tanggal 1-5 Desember di Bandung disebut sebagai ‘hantu masa kini’.

Kenyataannya, generasi Alpha yang bertahta sekitar 2010-2025 dihadapkan pada produk budaya Mega Cyber. Sebuah media komunikasi sybernetik berbasis gelombang transversal-longitudinal yang dipancarkan satelit. Dari pesawat komersil luar angkasa ini kemudian membentuk berbagai-bagai jenis profider hardware-shoftware. Berikutnya munculah tekhnologi HP lengkap dengan menu Facebook, Line, BBM, Imo, WA, Bigo Live dll, beserta jalur rahasia group yang menyerupai lorong tikus. Aplikasi yang tiba-tiba tampil sebagai kebutuhan manusia terhadap zamannya. Kebutuhan yang dikonsumsi tanpa batas usia. Sementara ukuran perkembangan manusia dalam mengonsumsi media cyber dipengaruhi oleh batasan usia itu sendiri dalam memahami pergerakan zaman. Dari rahim kontroversi berbagai problematika zaman inilah yang coba disadap kaum Eksperimentalis untuk mengidentivikasi hantu masa kini melalui satu pintu metodologi karya sastra-dalam hal ini penulisan cerpen.

Berikut adalah beberapa judul cerpen dalam buku Antologi Cerpen Tragedi Kumbang Biru yang dianggap memenuhi kreteria lomba. Tentu saja sebelumnya melalui proses panjang seputar koreksi: Kesesuaian terhadap tema, Kelengkapan unsur instrinsik, Ketepatan menggunakan bahasa dan Amanat nilai yang terkandung. Cerpen Pelajaran Tentang Kumbang-Kumbang mengisahkan tokoh Nizam, pelajar yang menerima efek langsung dunia gawai. Cerita diawali ketika Nizam berkumpul dengan Mama-Papanya. Meski mereka berkumpul bertiga, tetapi masing-masing sibuk dengan benda kecil bernama HP. Bahkan berkomunikasi langsung sebagai manusia, sebagai anggota keluarga justru mengganggu kenyamanan orang tua ketika berkomunikasi dengan HP. Sebagai anak, Nizam menanyakan PR yang ditugaskan Pak Kus, guru Nizam. PR yang menanyakan apa bedanya Mama dengan Papa? Sulitnya Nizam mendapatkan jawaban tersebut bukan karena orang tuanya tidak mampu menjawab, melainkan tidak sempat karena sibuk dengan HP. Meski pada akhirnya Nizam mendapatkan jawaban yang tak terduga dari Mamanya. “ Sayang, hanya orang kampung yang membedakan Mama dengan Papanya. Hanya mereka yang menganggap Papa bekerja sedang Mama sibuk di dapur. Kita ini orang kota! Jawaban ini belum tuntas karena Mamanya tiba tiba mengakat kontak HP dari relasi kerja. Peristiwa ini disimpulkan Nizam ketika menjawab pertanyaan ulang dari Pak Kus dalam kelas esok harinya. Nisam pun menjawab, “Tak ada bedanya Pak ! Papa bersekolah tinggi, Mama juga boleh. Papa sibuk dengan urusan kerjaan, Mama boleh juga. Kini, Mama dan Papa setara, keduanya boleh pulang sampai larut malam dengan alasan karier. Dan itu berlangsung terus menerus Pak.” Atas jawaban tersebut, Nizam mendapat hadiah cokelat dari Pak Kus.

Tragedi berikutnya yang dialami Nizam adalah memecahkan teka-teki dari Pak Kus untuk menjawab apa persamaan antara Kumbang dengan Bunga? Pertanyaan yang berbuntut dialog antara Pak Kus dengan Nizam seputar dunia HP. Nizam mengaku kalau suka bermain smartphone dan memainkan game C-O-C. Berawal dari pengakuan itulah Pak Kus kemudian menjanjikan permainan yang lebih menarik, yakni Poke Go. Setelah download Poke Go, Nizam pun memainkan aplikasi tersebut ketika jam istirahat di sekolahnya. Lebih seru dan menegangkan dari pada C-O-C. saking serunya hingga pada batas metabolisme tubuh bahwa Nizam kebelet pipis. Bertemulah Nizam dengan Pak Kus di WC sekolahan. Pak Kus pun menyanggupi Nizam ke permainan yang lebih seru dari Poke Go. Nizam sangat tertarik hingga rela melakukan apapun agar Pak Kus memberi tau permainan tersebut. Saat itulah Pak Kus menyuruh Nizam melepas baju dan celana dalamnya sebagai syarat pemberitahuan permainan baru tersebut. Terjadilah seks oral yang dilakukan Pak Kus terhadap siswinya.

Tragedi atau apa yang disebut hantu zaman gadget ditemukan penulis cerpen ini secara sederhana. Peristiwa yang sangat dekat dengan keseharian dan berhubungan dengan orang orang sekitar hanya karena aplikasi HP. Peristiwa yang merusak anak sejak usia dini sebagai generasi zaman. Cerita yang merekam salah satu peristiwa dari bermacam berita fakta sejenis. Misal ditemukannya kasus siswi SMP yang melayani seks oral pada teman laki-lakinya di WC sekolahan dengan imbalan uang yang tarifnya ditentukan. Hasil uang tersebut dipakai mengisi pulsa paketan karena siswi ini ketagihan game internet yang digemarinya. Atau fitur game lainnya yang digemari anak anak usia SD. Game yang secara tidak langsung membentuk karakter anak bermental brutal. Bahkan menurut beberapa pengamat terselip juga game perang di lorong-lorong bangunan dan menghancurkannya, sementara bangunan tersebut prototype Ka’bah. Dan tragedi semacam ini tidak dialami oleh generasi sebelumnya.

Cerpen berikutnya yang dianggap sesuai dengan tema adalah Buku Biru. Pergolakan cerpen Buku Biru tersusun berdasarkan kesibukan manusia akibat tuntutan dunia modern. Tokoh utama kedodoran karena tidak mampu memenejemen waktu hingga terjebak kesibukan. Kengenasan seorang ibu yang sangat ironis karena dihadapkan pergolakan bathin pada tokoh anaknya yang telah mati. Kengenesan ini muncul tiap kali ia membuka Buku Biru yang berisi catatan harian anaknya yang disuguhkan dalam bentuk potongan teks per-catatan. Berikut slide teks dalam cerpen Buku Biru:

11 Januari 2016.
aku bingung. Mamaku selalu menangis tiap malam. Aku mendengar Papa berteriak-teriak tengah malam. Aku ingin keluar untuk melihat, tetapi aku takut.

20 Februari 2016.
Papa sudah dua minggu tidak pulang. Aku tidak tau. Tapi kata Mama, Papa sudah tidak lagi tinggal bersama kami. Mama bilang kalau mereka sudah bercerai. Aku ingin bertanya, bercerai itu apa? Kenapa Papa tidak boleh tinggal bersama kami? Tapi aku tidak berani menanyakan. Jadi aku diam saja.

27 Oktober 2017.
Mama orang sibuk. Setelah ditinggal Papa, Mama semakin sibuk, aku semakin jarang dengannya. Aku tidak tau Mama pulangnya jam berapa. Pokok aku selalu sudah tidur sebelum Mama pulang…

18 Maret 2017.
Si Puti, kucing kesukaanku mati tenggelam di kolam renang. Aku menelpon Mama di kantor, menyuruhnya pulang. Tapi kata sekretaris, Mama sibuk rapat dan tidak bisa diganggu.

17 Mei 2017.
Hari ini aku ulang tahun. Tahun kemarin Mama dan Papa tidak mengucapkan ulang tahun padaku. Aku harap tahun ini Mama mengingatnya. Kata Mama hari ini ia libur. Aku yakin, Mama pasti membuat kado kejuatan buatku. Aku sudah mendaftar kegiatan hari ini. Menonton televise, mengerjakan PR, bermain boneka, tidur siang sama Mama. Pasti akan sangat menyenangkan.

Dari catatan harian itulah seorang ibu tau kalau Dinda anaknya mati tersengat listrik saat menyolok cop kabel televisi. Colokan yang semestinya dilakukan oleh sang Ibu karena sudah janji menemani anak seharian tapi diremehkan. Sang Ibu baru sadar kalau kesibukannya telah mencuri tanggungjawab terhadap anaknya. Kengenasan yang lebih tragis sebagai hukuman. Sebab hukuman penjara ada batas waktunya, tetapi dihukum kesalahan hingga merenggut nyawa anak merupakan kematian sebagai terdakwa sepanjang sisah hidupnya.

Selain dua cerpen di atas, tidak semua alur cerita disusun berkaitan dengan gadget dan setting latar modernisme. Ada beberapa cerpen yang menitikberatakan klimaks pada pergolakan fisik. Kritik terhadap ketimpangan sosial. Bukan kritik individu. Namun alur cerita demikian setara realitas yang menimpa hilangnya penyair Widji Thukul, Udin wartawan Bernas, serta Marsinah aktivis buruh. Alur yang sering muncul di sinetron atau media maya. Alur yang datar karena penulisnya memakai bacaan yang sama, yakni sinetron dan internet. Kwalitas cerpen yang standar menjadi bahan banding tersendiri dalam kajian sastra. Sebab jika kadar imajenial cerita lebih rendah, atau hanya setara dengan berita fakta maka nasib sastra terbukti yang dikatakan Arthur Danto ketika diwawancarahi Irene Caesar tentang kondisi seni era modern ini-dalam hal ini seni sastra-dalam hal ini sastra jenis cerpen ‘akan mati’ dan tidak diminati pembaca jika tidak berjarak dengan realitas. Bagi Danto, yang disebut realitas harus tersusun berdasarkan imajinasi yang dekat dengan seni. Lalu muncul pernyataan hidup tanpa seni menjadi barbar. Atau apa yang disetujui Adonis bahwa sastra bukanlah realitas. Sastra adalah gambaran tentang realitas itu sendiri. Yang bisa kita lengkapkan bahwa sastra tidak sekedar gambaran tentang realitas, lebih dari itu sastra adalah gambaran yang membenahi realitas.

Membaca keseluruhan cerita yang terkumpul dalam Antologi Cerpen Tragedi Kumbang Biru ini membuka jendela kajian kita. Bahwa karya para mahasiswa ini bukan sekedar dilombakan dan berujung pada kalah atau menang. Melainkan analisa panjang seberapa cermat generasi Alpha di era millenia ini mampu menyelamatkan penghuni zamannya. Mampu berselancar di arus zaman agar tidak tenggelam. Mampu mengembalikan hilangnya entitas manusia ketika dua atau lebih bertemu tetapi saling tidak tertarik sebagai manusia. Manusia yang duduk bersama tapi masing-masing tertarik dengan benda(hp). Kebersamaan manusia yang seharusnya berkomunikasi langsung dalam realitas, tapi memilih bermain HP yang khayalan. Manusia yang kehilangan citra khususnya sebagai manusia dalam pandangan manusia lain.

*) Sabrank Suparno, menulis esai, puisi, cerpen dan cerkak bahasa Jombangan. Peserta Temu Sastra Jawa Timur 2011. Penerima Tali Asih Gubernur dan Dinas Pariwisata Budaya Jawa Timur 2014. Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jombang (Dekajo) 2017-2021. Tinggal di Dowong Plosokerep RT/RW: 08/02 Sumobito-Jombang. Sekarang aktif menjadi petani ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *