Mengakrabi Aroma Laut lewat Muson


Pradhini HK

Buku ini hadir dalam hiruk-pikuk para sastrawan yang banyak mengusung konsep pop cultur serta tema-tema yang rumit. Membaca Muson, seolah saya disuguhkan aroma laut, pantai, dan matahari yang menentramkan jiwa ini. Kisah-kisah klasik terbingkai dengan indah lewat tangan dingin pengarangnya, Agus Nur Buchori yang memiliki ciri khas detail dalam gaya penceritaan.

Empat belas kisah luar biasa yang membuat saya tercengang hebat, yakni kehidupan masyarakat pesisir yang tidak tersentuh buasnya hedonisme. Membuat saya yang tumbuh besar di pusat kota, membayangkan betapa damai serta bersahajanya kehidupan pedesaan.

Realitas sosial yang digarap pengarang melalui cerpen Muson menampar kita semua, dimana Si Kuat selalu dicitrakan kuat. Belum lagi cerita pendek “Belah,” yang bagi saya sangat-sangat baru, selangkah menyentil skeptisme masyarakat di desa tentang pendidikan tinggi, dikarena mereka menganggap kertas-kertas ajaib bernama ijazah tak penting atau yang terpenting ialah realistis. Dan cerpen rindu Ibu -pun sukses membuat saya terharu, betapa pengorbanan seorang wanita demi keluarganya, sungguh luar biasa patut dihargai.

Penerapan alur cerita yang jempolan segera mampu membuat kita menebak, jika sang pengarang memiliki pengalaman yang mumpuni dalam keruntutan peristiwa, dan ini jarang kita temui pada seorang pengarang yang serampangan, misalkan saya.

Dan aroma feminisme yang kental juga kita temui dalam beberapa cerpen Agus Nur Buchori, dimana kaum wanita berusaha mempertahankan eksistensinya, baik lewat pemikiran maupun tindakannya.

Terlepas dari beberapa kisah yang mengocok perut serupa Dukun Asmara. Buku ini mampu mengupas habis sisi-sisi religius, moralitas, keresahan serta kesantunan masyarakat di daerah pesisir. Dan satu lagi, kemasan persuasif nan cantik membuat buku ini cocok untuk diberikan kepada orang-orang terkasih.

“Lewat Muson, kita mampu mengambil hal-hal berharga perihal laut, termasuk pelajaran tentang kehidupan.”

*) Penulis Buku “Metamorfosa Rindu.”

Leave a Reply

Bahasa »