Membaca Novel Dawuk, Karya Mahfud Ikhwan

: Novel Peraih Kusala Sastra Khatulistiwa 2017
Fatah Anshori *

Pengalaman tinggal di suatu tempat entah itu kota, kecamatan, desa, dusun atau bahkan mungkin dalam lingkup yang lebih kecil katakanlah di suatu gang, lalu aku yakin selama peradaban masih berjalan, tempat tersebut cepat atau lambat akan menghasilkan sebuah cerita. Kurasa itulah yang tersirat di benak ku usai membaca Dawuk, novel Mahfud Ikhwan yang meraih Kusala Sastra Khatulistiwa 2017. Memang sejauh yang kutahu novel ini memiliki beberapa hal yang menarik dan mungkin juga biasa-biasa saja, tergantung dari mana kau melihat.

Memang ada beberapa perkara menarik dari novel ini. Salah satunya mungkin realitas, membaca Dawuk, aku merasa seperti terlempar di dunia yang sama sekali tidak asing, lebih-lebih jika kau adalah orang desa, terbelakang, jarang terpapar dengan kota, sebaliknya lebih banyak bersinggungan dengan hutan, sawah, tegalan dan semacamnya. Semuanya mungkin akan terasa jelas jika kau lahir dan tinggal di Lamongan pedalaman, sebuah tempat yang sangat akrab dengan persawahan, hutan dan satu lagi yang hampir lupa, warung kopi. Sebagaimana tempat adegan pertama dalam novel ini berlangsung, adalah di sebuah warung kopi. Sebuah tempat yang sama sekali tidak sulit kau temui di Lamongan mungkin adalah warung kopi, ia mungkin seperti kemacetan jika kau tinggal di Jakarta. Seperti itulah peran warung kopi di Lamongan. Tokoh yang sangat penting dalam novel ini, Warto Kemplung juga lahir atau pertama kali dikenalkan juga di sebuah warung kopi. Mungkin tanpa adanya Warto Kemplung, hampir kisah-kisah yang menjadi topik utama dalam novel ini tidak akan ada.

Warto Kemplung sendiri mungkin adalah seorang tokoh yang tidak terlalu kuat atau mencolok, namun jika mengingat-ingat sosoknya, aku beranggapan Warto Kemplung adalah representasi dari orang-orang kecil yang tinggal dan banyak tercecer di masyarakat pedesaan. Seorang yang kerap dianggap sepele oleh orang desa kebanyakan karena banyak omong, pembual atau gedabrus istilah orang Lamongan menyebutnya. Namun di balik itu kita seolah bisa melihat upaya cerdas seseorang yang pandai membual untuk bisa bertahan hidup dari membual. Dari Warto Kemplung aku seolah diingatkan lagi bahwa cerita yang berhasil adalah cerita yang membuat orang-orang mau menyimak hingga akhir tanpa mempedulikan cerita itu sungguhan pernah terjadi atau hanya mengada-ada belaka. Urusan cerita itu benar-benar nyata atau tidak itu nomor buncit, yang terpenting bagaimana orang-orang rela mengikuti cerita kita dari awal hingga akhir tanpa terbebani apapun.

Selanjutnya, Dawuk seolah-olah diangkat dari mitos lokal, barangkali itulah istilah yang mengarah pada asumsiku di awal tulisan ini. Ia serupa legenda yang mungkin masih ambigu kebenarannya. Suatu kisah itu pernah terjadi pada suatu waktu di Rumbuk Randu namun beberapa orang masih simpang siur, mengenai bagaimana peristiwa hidup seorang Mat Dawuk yang mungkin telah mendarah daging di Rumbuk Randu. Sehingga datanglah Warto Kemplung yang menurutku adalah Narator Kedua dari Novel ini.

Selanjutnya yang menurutku menarik dari Dawuk tidak lain adalah cara penggambaran penulisnya terhadap realitas yang sangat kuat dan apik, begitu juga suara dari narator akan sangat akrab dengan pembaca jawa timuran, utamanya Lamongan. Sedikit banyak kau akan menjumpai istilah-istilah lokal semisal, nyipok, dancuk, dan semacamnya. Dan Cak Mahfud benar-benar telah berhasil membuatku mengucap, dancuk. Ketika sedang membaca Dawuk.

Selebihnya novel ini tentu saja mengangkat banyak isu sosial khususnya masyarakat desa, yang syarat dengan tingkat status sosial, bagaimana Pak Imam memandang rendah Mat Dawuk yang sejak dulu tak memiliki latar belakang yang jelas. Tentang kehidupan TKI di Malaysia, entah kenapa Mahfud Ikhwan seringkali menyinggung tentang kehidupan TKI di Malaysia, beberapa tulisan serupa pernah kujumpai di kumpulan cerpennya, Belajar Mencintai Kambing. Tidak hanya itu sesekali penulis juga kerap menyinggung Film juga lagu-lagu India, alusi-alusi juga lebih banyak mengarah ke nama-nama artis India, lagu-lagu India atau segala tentang India Cak Mahfud adalah jagonya. Sejauh aku membaca Cak Mahfud, entah kenapa aku berani merumuskan bahwa beliau mungkin orang yang memiliki obsesi kompulsif terhadap India, dangdut, bola, Malaysia, desa, dan tentu saja kambing. Hal semacam ini membuatku kembali berpikir apakah penulis yang bagus itu harus memiliki ciri khas sehingga ketika menuliskan hal-hal yang kita sukai akan terkesan kuat dan mungkin memilik feel tersendiri yang akan terasa atau tersampaikan pada para pembaca. Entahlah benar atau salah kredo yang kunyatakan barusan yang hanya berdasar pengalaman baca yang belum seberapa.

Dan entah kenapa aku merasa Dawuk adalah novel yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan novel sebelumnya, Kambing dan Hujan. Hanya saja Dawuk membuat cerita di dalam cerita, atau seolah ada dua cerita di dalam sebuah cerita. Dan sepertinya cara semacam ini pernah kujumpai telah dilakukan oleh beberapa penulis sebelum Cak Mahfud. Hanya saja ada beberapa poin yang barangkali ingin penulis sampaikan tentang cerita lisan yang jika diperhatikan di masyarakat kita budaya semacamnya ini masih berjalan.

Yang terakhir setelah tuntas membaca Dawuk, mungkin yang selalu menjadi PR seorang penulis prosa atau cerita, bukan terletak pada pembenaran ada atau tidaknya cerita itu di dunia nyata, namun bagaimana kita membuat cerita yang tidak ada di dunia nyata itu bisa dipercaya dan dibaca habis oleh seorang pembaca. Dan menurutku Dawuk telah berhasil melakukannya sekaligus membuatku serupa anak polos yang mau mengikuti cerita dari awal hingga akhir dengan takzim, lalu di akhir cerita saya tidak perlu repot-repot mencari keberadaan Mat Dawuk di dunia nyata.[]

___________________
*) Fatah Anshori, lahir di Lamongan, 19 Agustus 1994. Novel pertamanya “Ilalang di Kemarau Panjang” (2015), dan buku kumpulan puisinya “Hujan yang Hendak Menyalakan Api” (2018). Salah satu cerpennya terpilih sebagai Cerpen Unggulan Litera.co.id 2018, dan tulisanya termuat di Sastra-Indonesia.com sedang blog pribadinya fatahanshori.wordpress.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *