PLANET MARS, 2003 *

Persentuhan Bumi dan Mars 1883, 1943, (2003), 2063

Doddi Ahmad Fauji **

Menurut para ahli antariksa, bukan hanya planet bumi yang memiliki daya gravitasi, tapi seluruh benda langit yang terhimpun dalam tata kelola galaksi bimasakti, kiranya memiliki daya gravitasinya masing-masing, termasuk planet mars. Selain punya daya gravitasi, tiap benda angkasa itu, posisinya tidak diam mematung seperti pertapa, melainkan bergerak pada poros dan equatornya masing-masing, sambil memutari pusat galaksi, yaitu matahari. Perputaran benda-benda langit itu, ternyata tidak membentuk lingkaran bulat, melainkan sedikit lonjong atau agak oval, serta bergerak tidak tetap pada satu garis lurus, melainkan bergerak agak sempoyongan antara ke utara dan ke selatan. Titik sempoyong bumi, berada pada garis 27 derajat lintang utara dan 27 derajat lintang selatan. Jika di suatu waktu bumi ini mengalami kegalauan, sehingga pergerakannya keluar dari titik sempoyong yang 27 derajat itu, katakanlah yang di utara mencapai 28 derajat atau yang di selatan mencapai 26 derajat, saya yakin akan berdampak pada penciptaan perubahan pranatamangsa secara global.

Merujuk pada penjelasan dalam ajaran kitab suci Quran, serta teori para antariksawan bahwa seluruh benda langit sedang bergerak pada satu titik hitam (black hole), sungguh bahwa kegalauan benda-benda langit itu akan terjadi secara serempak, yakni ketika masing-masing benda, sudah mendekati titik hitam sebagai stasiun tujuannya. Kondisi tersebut akan memicu terciptanya kehancuran agung yang masif, atau apa yang disebut dengan kiamat kubro.

Kembali pada masalah gravitasi serta wilayah putar benda langit yang agak lonjong, hal itu telah memungkinkan terciptanya koresponsi resiprokal antar-benda langit dalam dua kondisi, yaitu kondisi korespondensi terjauh dan kondisi korespondensi terdekat. Menurut para antariksa, bumi dan mars mengalami korespondensi terdekat adalah pada jarak 57,8 juta KM, sedangkan titik terjauhnya pada jarak 401 juta KM. Namun tiap 60 tahun sekali, bumi dan mars akan berhadap-hadapan dalam jarak paling dekat, yaitu 55,8 juta KM, dan mengalami jarak terdekat sekali, terjadi pada 6.000 tahun sekali, yang diperkirakan mencapai 40 juta KM.

Saya ingin melihat jarak terdekat antara bumi dan mars dalam periodik 60 tahunan, dan dampaknya terhadap prilaku alam, tumbuhan, bintang, dan manusia. Titik terdekat bumi dan mars dalam periodik 60 tahunan itu, terjadi pada tahun 2003, dan bila ditarik ke belakang, berarti pernah terjadi pada tahun 1943, bila ditarik lagi ke belakang, bumi dan mars saling mendekat pernah terjadi pada tahun 1883. Sedangkan bila ditarik ke depan, bumi dan mars akan saling mendekat lagi pada tahun 2063. Pada tahun itu, semua yang hadir hari ini di sini, diperkirakan sudah tidak lagi jadi saksi jaman.

Saya katakan tadi di atas, bahwa tiap benda langit memiliki daya tarik gravitasi. Nah, ketika bumi dan mars saling mendekat pada jarak yang lumayan intim, yaitu pada 2003 itu, tentu akan berdampak besar terhadap kehidupan ini, namun tidak kita sadari. Secara imajinasi saja, saya membayangkan ketika bumi dan mars akan saling mendekat, saat itu daya gravitasi masing-masing planet, saling berpengaruh seperti dua kekuatan penyihir sedang berada ilmu kedigdayaan, hingga terciptalah suhu yang lebih panas, yang berdampak pada alam sekitarnya. Akibat suhu yang lebih panas itu, terciptalah global warming (pemanasan global), serta terjadi perubahan iklim secara ekstrem, yang membuat perpindahan musim penghujan dan kemarau sedikit bergeser. Periode berbuahnya tanaman ikut berubah, prilaku binatang ikut berubah, dan ulah manusia jadi banyak yang aneh. Semua itu terjadi, karena bumi dan mars sedang beradu gravitasi.

Mendekati tahun-tahun 2003 itu, banyak kejadian di muka bumi yang mendekati destruktif, akibat ulah manusia. Puncaknya adalah peledakan gedung WTC di New York pada 11/9 2001. Kita tengok pada 1943 ketika bumi dan mars berdekatan, di sana ada ledakan Bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki. Kita lihat pada 1883, manusia modern memacu agresivitasnya dengan lahirnya Revolusi Industri gelombang 1.0.

Sebelum WTC diledakan, manusia terus-menerus mengumbar ego, karena suhu bumi memang sedang memanas, yang membuat manusia dan seluruh penghuni di dalamnya, hidupnya bagai diopen seperti kue nastar. Darah lebih mendidih, dan tingkah laku manusia menjadi lebih agresif. Perilaku binatang yang saya amati nampak benar-benar berubah, terjadi pada tikus, kucing, dan anjing. Dulu, tikus itu takut oleh kucing, kucing takut oleh anjing, dan anjing akan menggonggong bila melihat kucing.

Dulu, sebelum bumi dan mars saling mendekat pada 2003 itu, kucing punya sifat malu-malu bila dikasih makanan, sehingga muncul peribahasa ‘malu-malu kucing’. Itu dulu, setelah peritiwa 2003, kucing tidak malu bila dikasih makanan, dan bahkan tanpa rasa takut, kucing berani menepuk kaki ke manusia untuk meminta makanan.

Sifat anggota DPR, suka diibaratkan dengan kucing, dan koruptor diibaratkan dengan tikus. Maka lihatlah, sebelum tahun 2003, dulu tikus itu suka sembunyi-sembunyi saat mencuri akan makanan, tapi setelah 2003, tikus berkeliaran terang-terangan, dan menjadi gambaran bahwa para koruptor makin berkeliaran, serta anggota DPR sudah tidak malu-malu kucing lagi, tapi dengan tanpa rasa malu dan takut, mereka meminta naik gaji, mobil dan rumah dinas yang bagus, serta sekian fasilitas lainnya.

Tentunya, tiap 60 tahun sekali itu, terjadi pula perubahan generasi pada manusia, sekaligus tiap generasi itu, memiliki perilaku dan perangainya yang secara fenomena, dapat dibedakan dari generasi sebelum dan sesudahnya. Orang Amerika, suka rajin memberi nama pada tiap generasi itu. Istilah generasi milenial, muncul dari kelewat rajinnya orang-orang Amerika dalam memberikan penanda terhadap sebuah generasi. Label Milenial untuk menandai sebuah generasi, distempelkan oleh berbabagi lembaga di Amerika, namun bila ditarik kesamaannya, umumnya mengacu pada generasi yang lahir antara tahun 1980-an hingga 2004, yaitu generai yang lahir dua warsa jelang tahun 2003, ketika bumi dan mars berada pada titik intim terdekat. Saya kutip dari berbagai sumber, tidak kurang dari 20 lembaga atau institusi di Amerika, seperti Majalah Time, memberi penanda atau penamaan terhadap generasi yang lahir pada 1980-2004 ini. Umumnya mengerucut pada pendapat yang sama, bahwa manusia yang lahir di Amerika pada periode itu, adalah generasi dengan ego yang kelewat tinggi. Aku adalah pusat dari kehidupan. Majalah time menyebut mereka dengan generasi “Milenial: Me Me Me!”

Kebetulan generasi milenial ini lahir berbarengan dengan penemuan dan penciptaan gawai, serta peradaban dunia tengan memasuki era digitalisasi. Maka Generasi Milenial ini, di Amerika sana, diidentikkan dengan generasi yang melek gawai dan digital, di mana kedua piranti tersebut, telah melahirkan realitas baru yang maya, yaitu dunia supranatural teknologis alias internet. Penemuan internet telah melahirkan efek domino, yakni terciptanya era transparansi informasi dan komunikasi. Di era ini, di dunia realitas kedua itu, sungguh pembagian dunia tidak lagi dibatasi oleh geografis, melainkan oleh ketersediaan Kuota internet.

Di Indonesia, penamaan generasi milenial ini hanyalah kelatahan yang muncul untuk mempertegas: bahwa bangsa Indonesia adalah pengekor, pengguna, dan bangsa terdampak secara sistemik. Jadi, generasi milenial di negeri kita, adalah generasi terdampak paling buruk di sepanjang sejarah Republik ini, karena tepat pada saat ini, bangsa ini lahir di permukaan bumi, dengan nyaris tidak memiliki kreativitas yang patut dibanggakan di tingkat dunia. Berbeda dengan leluhur kita, yang pernah menorehkan prestasi mengagumkan di dunia, yaitu tercatat sebagai bangsa yang berani melakukan pelayaran bunuh diri pada sekira 400-an tahun sebelum masehi, di mana para pelaut dari Nusantara, dengan menggunakan kapal bercadik, berani mengarungi Samudra Hindia, hingga terdampar di Madagakar, dan pelayaran maut itu diberi nama Arung Borobudur. Dinasti Sanjaya mengabadikan pelayaran maut itu dengan sebuah bangunan monumental bernama Candi Borobudur.

Catatlah ini, bahwa Candi Borobudur bukan hanya rumah ibadat, melainkan perpustakaan nasional kala itu. Di sanalah kejayaan bangsa Nusantara lama dicatatkan. Sayangnya, kita tidak mewarisi tradisi literatif sejak dijajah oleh Belanda, sehingga para sejarawan, arkeolog, filolog, antropolog, arsitek, ustad, habib, pendeta, rahib, dan ahli-ahli lainnya, tak mampu membaca serta memaknai secara sungguh-sungguh apa yang dituliskan dalam sandi dan aksara berbentuk relief dan arsitektur itu, di perpustakaan masa silam bernama Borobudur.

Leluhur kita, setidaknya pernah meninggalkan jejak dan artefak yang diakui oleh dunia, sebagai warisan budaya tak benda, atau “the intangible heritage for the world civiliation”. Wayang, keris, angkung, tari saman, instrumen sasando, dan corak batik, telah diakui oleh Unesco sebagai warisan budaya tak benda itu.

Bila kita berbicara tentang dampak, tentu saja ada dampak baik dan dampak buruk yang akan ikut diserap oleh kita sebagai bangsa terdampak ini. Sayangnya, para tetua feodalistik, yang lahir antara 1940 – 1960an, acapkali lebih mendahulukan melihat yang negatifnya, yang buruknya, dan bilapun menyadari ada dampak positif dari setiap peristiwa, mereka enggan melihatnya.

Saya tidak lahir dalam kurun 1940-1960, melainkan pada periode 1960-1980, yang di Amerika sana diberi nama Generasi X atau generasi Baby Boom, sedangkan generasi Milenial disebutnya Generasi Y. Pembeda dari Generasi X dan Generasi Y, di Amerika dan menurut orang Amerika, adalah pada kesadaran akan narsisme. Generasi Y (milenial) lebih narsis karena ditunjang oleh teknologi digital, gawai, dan internet. Titik baik dari generasi Y, mereka lebih adaftif tergadap perubahan ketimbang generasi X, adapun titik lemahnya, generasi Y ini lebih individual alias lebih asosial dan autis. Corak dan perangai Generasi Y atau generasi milenial ini, sepanjang pengamatan saya, ternyata berlaku juga di Indonesua. Saya datang ke UPI, serasa sedang ziarah ke kuburan, sebab mahasiswa dan dosen, tampak mematung dengan gawainya masing-masing. Bila mengutip puisi Chairil Anwar, mereka itu tampak “iseng sendiri”.

Di tengah kondisi yang seperti ini, lalu seberapa penting puisi dihadirkan? Sebab tak ada pakar sastra atau pakar sosial di tahun yang lewat, yang melakukan prediksi, seperti apa kira-kira atmosfer kesusastraan pada era milenial? Di luar dugaan, sastra yang dulu hanya diminati oleh segelintir orang terpilih, kini terasa memasyarakat lebih masif, berkat penemuan teknologi ekpresi dan publikasi yang canggih, yaitu facebook beserta teknologi terusannya. Puisi dan antologi puisi, kini membanjir!

Di tengah kondisi seperti itu, saya ikut memandang perlu, bahwa tiap komunitas sastra yang berdaulat terhadap anggotanya, harus membangun mazhab sendiri, konsep sendiri, dan keyakinan sendiri, bahwa komunitasnya adalah yang terbaik. Jiwa korsa korp, atau esprite de corp, harus dinyalakan. Bahkan cita-cita perorangan pun, saya kira perlu diekspresikan untuk mewarani dunia kesusastraan.

Apa yang dilakukan oleh Ustad Soni Farid Maulana dengan menciptakan puisi klasik di era kontemporer, yaitu puisi Sonian, adalah sudah bagus dan perlu. Sekarang ini, penggemar Sonian makin merebak. Sampai-sampai di sebuah grup kepenulisan para guru di Jawa Barat, dibuka kelas menulis Sonian. Di luar masalah tindakan moral, apa yang dilakukan Denny JA dengan membuat puisi esai atau esai puisi, adalah sesuatu yang bagus karena memperkaya corak kesusastraan. Yang tidak saya setujui dari gerakan Denny JA, adalah gerakan keinginan untuk dinobatkan sebagai Tokoh Sastra Indonesia paling Berpengaruh di Indonesia, yang ditempuh dengan beberapa cara melabrak kesantunan dan kepatutan sebagai bangsa Nusantara.

Memasuki era konvergensi kelima, atau revolusi industi 4.0 (Jepang dan China sedang memasuki revolusi Industri 5.0), yang lebih berat adalah menghadapi manusia generasi kelahiran 1980-2004 itu, yang disebut-sebut lebih narsis, autis, dan asosial. Narsis boleh, tapi harus kokoh dengan kuda-kuda, namun autis dan asosial adalah bahaya, sebab hal tersebut akan mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang-orang asyik dengan gawainya hingga tak peduli terhadap orang di hadapannya, apalagi terghadap sumber daya alam yang berada di pelosok dan pedalaman bumi. Orang-orang larut memasuki dunia maya, sedangkan para oligarkhi pertambangan, sedang asyik merangsek ke pedalaman, dan mengacak-acak perut bumi Nusantara. Mereka mengeruk emas, giok, semen, minyak, kaolin, timah, ikan asin, sambil membuang kaos oblong, jeruk, apel, gawai, dan kosmetik yang membahayakan!
***


*) Disampaikan dalam diskusi Malam Sastra, Balai Bahasa Jawa Barat, 28 November 2019.
**) Doddi Ahmad Fauji, penulis buku Menghidupkan Ruh Puisi, Sastrawan Angkatan 2000 versi Korrie Layun Rampan, dan mantan redaktur sastra Koran Media Indonesia (1999 – 2001).

Leave a Reply

Bahasa »