Barat-Timur dalam Mitos yang Kontras

Bernando J. Sujibto *
Jawa Pos, 13 Mei 2018

Kelemahan novel ini terletak pada cerita yang monoton dan tokoh-tokoh yang dihadirkan Orhan Pamuk sangat tipikal sebagai alter ego Orhan Pamuk sendiri.

DALAM sebuah kesempatan pada Maret 2016, Orhan Pamuk pernah menuturkan bahwa dirinya ingin menulis novel pendek. Sebuah tradisi kepengarangan yang tidak akrab dengan dirinya. “Saya perlu berlari melintasi samudra,” tuturnya untuk menggambarkan sebuah upaya distingtif dari kebiasaan menulis novel-novel panjang, yang secara umum di atas 400 halaman.

Maka, lahirlah Kirmizi Sacli Kadin atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi The Red-Haired Woman. Yang mendapatkan resepsi positif sekaligus ejekan tajam dari pembaca Turki.

Bisa dibilang Kirmiz Sacli Kadin adalah novel yang paling tidak kuat di antara 10 novel yang sudah ditulis Pamuk. Saya tidak mempunyai keyakinan apa pun di balik alasan penerjemahan novel ini ke dalam bahasa kita, selain karena nama besar Pamuk di publik sastra dunia.

Sebagai pembaca dan peneliti karya-karyanya, saya sebenarnya melihat novel seperti Rumah Sunyi (1983), Museum Kepolosan (2013), atau Keanehan di Kepalaku (2014) lebih layak dihaturkan kepada masyarakat Indonesia.

Kelemahan novel ini terletak pada dua aspek. Pertama, cerita tampak monoton di seputar dunia dan aktivias Cem Celik dan Tuan Mahmut yang mendapat porsi terlalu banyak (bagian pertama). Di samping itu, peristiwa paling penting yang ingin Pamuk sampaikan dalam novel ini cenderung bisa terlacak sejak awal, yaitu tentang relasi anak-bapak yang berujung pembunuhan (bagian kedua).

Pamuk kurang berhasil memainkan potensi kepengarangannya sendiri. Seperti thriller, pencarian identitas, dan tensi kultural dengan latar tempat yang timbul tenggelam dan kerap mencekam. Kelemahan itu terjadi mungkin karena porsi cerita yang singkat. Atau, jangan-jangan Pamuk memang tidak mempunyai kecakapan menulis novel pendek (?).

Kedua, tokoh-tokoh yang dihadirkan Pamuk sangat tipikal sebagai alter ego Pamuk sendiri. Tentang kehidupan keluarganya, yaitu tentang ayah dan ibunya. Tipikal ayah dan ibu yang digambarkan Pamuk dalam novel ini bisa ditemukan dalam karya-karya Pamuk yang lain, misalnya Tuan Cevdet dan Anak-Anaknya, Rumah Sunyi, dan Museum Kepolosan. Atau dalam karya nonfiksinya seperti Istanbul, Warna Lain, dan Fragmen Panorama.

Pengulangan berupa pengalaman, deskripsi, karakter, visi-filosofi, dan bahkan peristiwa-peristiwa di kehidupan keluarga (baca: keluarga Pamuk sendiri) dalam beberapa sisi cukup mengganggu. Khususnya bagi mereka yang membaca tekun karya-karya Pamuk.

Pengulangan dalam konteks peristiwa, misalnya, dapat dilihat dari kejadian kepergiaan ayah Cem; perselingkuhan dan pertengkaran dengan ibunya (halaman 2 dan 8); refleksi seorang Cem yang merasa tidak mempunyai ayah yang baik (kerap diulang di banyak halaman novel ini); ejekan-ejekan ibu Cem atas keinginan dirinya menjadi penulis (halaman 8); dan ibunya yang menginginkannya menjadi teknisi (halaman 157).

Di samping itu, pengulangan atas objek yang sarat alter ego, misalnya “koper ayah” (halaman 145), bisa dibaca dalam Istanbul, Koper Ayahku (teks pidato Nobel), dan dua buku esai Orhan Pamuk. Memori tentang “koper ayah” sangat dominan dalam teks-teks literer Pamuk yang menandakan pergulatan dunia personal dirinya sendiri.

Dua catatan tersebut, di lain sisi, bisa dilihat untuk memperkuat identitas kepengarangan Pamuk sekaligus dunia lokal di sekitarnya. Yaitu, diri yang menyatu dengan sejarah tempat (Istanbul).

Istanbul sebagai lokus pertemuan Barat-Timur sangat khas dalam novel The Red-Haired Woman. Eksplorasi Barat-Timur tetap menjadi merkez (pusat) cerita dengan balutan mitos-mitos yang kontras, dengan menghadirkan tragedi Oedipus sang Raja karya Sophocles (halaman 159) sebagai wakil Barat (mitologi Yunani) dan buku Shahnameh karya Ferdowsi (halaman 177–187) sebagai wakil Timur (mitologi Persia).

Kehadiran dua mitologi tersebut harus dilihat sebagai simbolisme dengan justifikasi Pamuk bahwa Barat dan Timur adalah suatu yang kontradiktif. Dalam Oedipus sang Raja, Sophocles menceritakan anak yang membunuh ayahnya, lalu mengawini ibunya sendiri. Sementara itu, dalam Shahnameh-nya Ferdowsi, terjadi tragedi pembunuhan yang dilakukan sang ayah yang bernama Rostam terhadap anaknya, Sohrab.

Novel ini penuh dengan alegori khas Pamuk, tentang Barat-Timur dan relasi anak-bapak. Ditulis dengan teknik konvensional dan tidak memainkan gaya-gaya eksperimental yang biasa dia lakukan.

Judul : The Red-Haired Woman
Pengarang : Orhan Pamuk
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan I : Februari 2018
Tebal : 341 halaman

*) Bernando J. Sujibto, peneliti sosial kebudayaan Turki dan penghulu Orhan Pamuk.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *