Majalah Kebudayaan Umum BASIS yang terbit di Yogyakarta, pada tahun 2021 ini, genap berusia 70 tahun. Inilah majalah kebudayaan yang berusia paling lama di Indonesia. Profisiat kepada para pengelola BASIS yang bernapas panjang.
Majalah BASIS diterbitkan oleh para Pastor Katolik yang berasal dari Kongregasi Serikat Yesus (SJ), sebuah tarekat dalam Gereja Katolik yang cukup kuat di bidang pemikiran sosial budaya dan filsafat. Kongregasi SJ ini pula yang mendirikan Penerbit Kanisius di Yogyakarta dan Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Drijarkara di Jakarta, yang kini memiliki Program S-1, S-2, dan S-3.
Sampai sekarang BASIS masih bertahan terbit edisi cetak, meski berubah dari edisi bulanan menjadi edisi tiga bulanan. Edisi bulanan dalam format kecil (masa Dick Hartoko) dan edisi tiga bulanan dalam format besar (masa Sindhunata). Sepertinya, sampai kini, hanya dua orang Pemimpin BASIS, yakni Dick Hartoko dan Sindhunata. Masa Dick Hartoko, bidang sastra budaya yang menjadi tema favorit, di masa Sindhunata, tema favorit bidang filsafat budaya.
Majalah Sastra HORISON yang juga cukup bertahan lama edisi tercetaknya, namun tumbang tahun 2016 lalu dalam usia 50 tahun. Dengan tumbangnya HORISON, maka kini tinggal BASIS bertahan dari gempuran media digital pada era sekarang ini. Pada masa Dick Hartoko dulu, Majalah BASIS sering dijuluki oleh para pencintanya sebagai Benteng Pikiran Sehat.
Selama delapan hari pada minggu pertama bulan Juli 2021 ini, diselenggarakan Webinar setiap malam membahas tema-tema khusus yang menjadi perhatian Majalah BASIS selama 70 tahun ini. Webinar ini disebut oleh Panitia Perayaan sebagai Sekolah Basis. Bekerja sama dengan berbagai pihak yang terkait dan peduli. Saya ikut Webinar beberapa hari. Menampilkan para pakar yang menguasai bidangnya. Diskusinya sangat bermutu.
Dulu, di masa Dick Hartoko, saya termasuk pembaca dan pelanggan setia Majalah BASIS tahun 1980-an dan 1990-an (masa Dick Hartoko). Pada masa Sindhunata saya berlangganan selama satu tahun, kemudian putus, karena orientasi BASIS berubah dari penekanan pada bidang sastra ke penekanan bidang filsafat.
Di tengah Perayaan 70 Tahun BASIS saat ini, saya coba mengenang kembali BASIS dengan cara saya, yakni dengan membolak-bolik kembali halaman BASIS edisi lama yang dipimpin Dick Hartoko. Saya akrab dengan edisi lama itu. Saya baru ingat dan temukan dalam BASIS edisi lama itu, dua artikel saya, berupa resensi buku.
Pertama, resensi buku linguistik berjudul “Penggunaan Preposisi dan Konjungsi Bahasa Indonesia” karya Abdul Chaer, yang diterbitkan oleh Penerbit Nusa Indah, Ende, dimuat dalam BASIS edisi bulan September 1990.
Kedua, resensi buku antologi puisi berjudul “Kembang Tunjung” karya Linus Suryadi AG, diterbitkan oleh Penerbit Nusa Indah, Ende, dimuat dalam BASIS edisi bulan April 1991.
***