TONGGAK PERPUISIAN INDONESIA ITU GENAP 80 TAHUN
Sutardji Calzoum Bachri tak seterkenal Goenawan Mohamad. Apalagi Sapardi Djoko Damono. Tapi dialah “tonggak” Perpuisian Indonesia Modern. Sebelum nama Tardji dikenal publik sastra, Goenawan Mohamad pernah bertanya ke Slamet Sukirnanto. Di Bandung itu ada penyair yang puisinya aneh, namanya juga aneh. Slamet langsung menjawab, Sutardji Calzoum Bachri ya? Ya, ya, bagus dia itu! Tak lama kemudian puisi Tardji muncul di Horison dan dia membacakannya di TIM sambil minum bir. Dalam kondisi setengah sadar dia nyeletuk, akulah Presiden Penyair Indonesia! Dan sebutan itu melekat sampai sekarang. Tardji kelahiran Rengat, Riau, 24 Juni 1941, hari ini, 24 Juni 2021 genap berusia 80 tahun.
POLITIK KATOLIK ERA BUNG KARNO DAN ORDE BARU
Dulu Kasimo keras. Partai Katolik (+ Masyumi) menolak ikut Kabinet Kerja I dan II, karena tak setuju PKI masuk kabinet. Kasimo didukung Djajasepoetra, S.J. Vikaris Apostolik Jakarta, dan Willem Schoemaker, M.S.C. Vikaris Apostolik Purwokerto. Mgr. Soegijapranata, S.J. Vikaris Apostolik Semarang, dan Vikaris Apostolik Militer Indonesia turun tangan. Kasimo digusur, diganti Frans Seda. Zaman Orde Baru, Katolik juga terbelah. Pengikut Pater Beek S.J. ikut Orde Baru. Kardinal Darmojuwono berpihak ke rakyat korban kekerasan Orde Baru paska G.30S. Setelah peristiwa Sawito, Darmojuwono digusur dari jabatan Ketua KWI, Uskup Militer, dan Uskup Agung Semarang. Sekarang Katolik lebih solid, justru karena tak ada figur yang dominan di dunia politik.
MENTAL KOLEKTIF BANGSA YANG AMBRUK
Pandemi, dalam arti virus Corona, sebenarnya tak seganas Flu Spanyol 1918. Tapi medsos telah menyebabkan cepatnya penyebarluasan informasi “bodong”. Mental kolektif bangsa pun ambruk. Jokowi, meski jujur dan bisa kerja; tak piawai menyihir massa agar berbesar hati. Ia tak seperti Sukarno dengan sihir pidatonya, dan Soeharto dengan senyumannya. Sihir memang tak selalu baik. Ada Deng dan Mandela, ada pula Hittler dan Polpot.
ANTARA SATIRE X JUVENAL DAN LUKAS 7:50
Juvenal hidup pada saat Kekaisaran Romawi mendewakan otot melebihi otak. Maka ia pun menulis dalam Satire X “Mens sana in corpore sano”. Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Yesus, melalui Lukas 7:50 membantahnya. “Imanmu telah menyelamatkanmu”. Iman, otak, pikiran, jiwa; dialah pengendali tubuh. Bukan sebaliknya. Selama pandemi sekarang ini, yang berjiwa kuatlah yang bertahan hidup. Sementara yang bertubuh kuat, tapi lemah mental, bertumbangan.
CIBOOM KARYA DAENDELS YANG GAGAL
Tahun 1808, Daendels tiba di Batavia sebagai Gubernur Jenderal baru Hindia Belanda. Ia dikenal karena karya monumentalnya Jalan Pos Anyer – Panarukan. Tapi sebenarnya ia juga akan membangun pelabuhan besar di Ciboom, Ujung Kulon. Boom = pohon, karena di lokasi itu ada pohon nyamplung sangat besar. Sultan Banten Aliyuddin II menolak rencana itu. Ia diasingkan ke Ambon, dan diganti oleh Pangeran Suramenggala sebagai Caretaker. Tenaga kerja Jawa dan Madura dikerahkan ke Ciboom. Wabah malaria menyerang. Tenaga kerja itu memberontak. Mandor dan tentara Belanda dibunuh. Mereka kabur melarikan diri. Daendels mengalah. Rencana membangun pelabuhan dibatalkan. Sebagai gantinya ia membangun mercusuar di Tanjung Layar.
***
Floribertus Rahardi atau F. Rahardi, lahir di Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah 10 Juni 1950, seorang penyair, petani, wartawan, penulis artikel, kolom, kritik sastra, cerpen, novel, dll. Pendidikan drop out kelas II SMA tahun 1967, dan lulus ujian persamaan SPG (1969). Pernah menjadi guru SD, dan kepala sekolah di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Tahun 1974 ke Jakarta, lalu alih profesi menjadi wartawan, editor serta penulis artikel/kolom di berbagai media. Pertama menulis puisi akhir tahun 1960-an, dimuat di Majalah Semangat, Basis (Yogyakarta), dan Horison (Jakarta).