Judul Buku: Mata Pangara
Kategori Buku: Kumpulan puisi
Pengarang: Raedu Basha
Penerbit: Ganding Pustaka
Tahun Terbit: Cetakan I, Juli 2014
Cetakan II, November 2014
Tebal Buku: 68 halaman
Peresensi: Dodit Setiawan Santoso
Kehidupan karya sastra yang tercipta tidak akan terlepas dari kehidupan penyairnya. Penyair yang mampu menyelami kehidupannya, kemudian mampu dituangkannya dalam sebuah wadah menjadi kata-kata yang menarik, merupakan penyair yang kritis dan kreatif. Salah satu jenis karya sastra yang tidak banyak peminatnya dibanding jenis karya sastra lain, adalah puisi. Puisi dipandang memiliki kesukaran pemaknaan karena kepadatan kata-katanya. Tidak jarang beberapa penyair puisi yang pernah saya temui juga bernafas sama, mereka telah membuktikan sendiri hal itu setelah antologi puisi mereka berhasil diterbitkan. Mereka lebih memilih menerbitkan kumpulan cerpen ataupun novel.
Di balik redupnya peminat dan penyair puisi, adapun seorang penyair berdarah Madura yang cukup konsisten pada bidang yang menjadi panggilan hidupnya itu. Dia adalah Raedu Basha, pria kelahiran Sumenep Madura. Seorang pria yang membaurkan setengah jiwanya dan segala pengalaman hidupnya dengan puisi. Sikap konsistennya terwujud dalam penerbitan buku kumpulan sajak olehnya berjudul “Mata Pangara” yang diterbitkan dua kali pada tahun 2014.
Pengalamannya ketika berbaur dengan puisi, ia wujudkan dalam sajaknya berjudul “Ternyata Sudah Sangat Malam.” Sebuah sajak yang menceritakan tentang kehidupan puisi yang begitu sunyi sepi. Keadaan ini tergambarkan pada potongan sajak berikut.
“…Bunyi katak bercumbu di tengah sawah/Kerikan jangkrik mengalun di semak sebelah/Kurasakan pekat sangat burat/Gelap teramat gelap/Jiwa suram ibarat purnama terburam awan/Ternyata sudah sangat malam.” (2007)
Berbeda halnya dalam sajaknya yang berjudul “Penjaga Abad”. Sajak ini menceritakan sisi lain puisi dari kehidupan manusiawi. Puisi olehnya lebih dipandang sebagai media penyampai sabda dan pelukis perjalanan manusia dari abad ke abad. Sajak atau puisi ini bisa dibilang sebagai pembuka atas semua sajak dalam buku “Mata Pangara” miliknya ini. Ada gelombang lain yang kita rasakan ketika menyelami sudut demi sudut kumpulan sajak pada buku miliknya ini. Ketika kita membukanya, ibarat malam sampai pagi, kita dipertontonkan pada film pendek miliknya tentang kegentiran dan perjalanan pengembaraannya membaca setiap jengkal kehidupan untuk mendekatkan diri pada sang Pencipta, serta setiap kisah tentang peradaban Islam ia ceritakan dengan begitu detail dan padat yang sungguh akan membuka iman dan menambah pengetahuan kita tentang peradaban Islam dulu dan sekarang. Maka tidak mengherankan jika setiap sajak Raedu Basha terkandung nuansa keislaman yang cukup kental. Kondisi ini tidak serta merta muncul begitu saja. Banyak latar belakang yang menyebabkan sajak miliknya menjadi begitu kental dengan nuansa keislaman, salah satunya adalah pengalaman pendidikannya di beberapa Pondok Pesantren yang pernah dijalani.
Maka boleh dibilang buku ini sangat cocok untuk semua orang yang ingin mengenal Islam lebih jauh. Sangat disayangkan untuk kita melewatkan buku ini, sebab banyak pesan dan pengalaman yang berbeda bisa kita dapatkan dari penyair berdarah Madura ini.
Mengenai judul kumpulan sajak “Mata Pangara” ini, Raedu Basha mengambil satu kata bahasa Madura miliknya. Kata “Pangara” berasal dari bahasa Madura yang bisa berarti “mungkin, barangkali, maunya, masih rencana”. Jika kita gabungkan dengan kata “Mata”, maka akan memunculkan judul buku yang sungguh luar biasa dan bisa dibilang judul ini adalah inti maksud yang ingin disampaikan dalam beberapa kumpulan sajak miliknya. Dengan digabungkannya kedua kata itu, maka judul buku itu bisa bermakna “mungkin mata”, “barangkali mata”, “maunya mata”, “masih rencana mata”. Sebuah gaya metafora coba diselipkannya pada makna kata “Mata”, yang pada hakikatnya bermakna “Tuhan (Allah SWT)”. Sungguh luar biasa.