PENGUATAN SIKAP DAN PERILAKU POSITIF APRESIASI SASTRA (20)

Djoko Saryono *

Sebelumnya sudah diuraikan ihwal pemupukan sikap dan perilaku posistif yang dimiliki oleh pengapresiasi sastra. Sementara itu, penguatan sikap dan perilaku positif yang sudah dimiliki oleh pengapresiasi sastra dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut. Pertama, terus-menerus dan ajek memberikan pengalaman-pengalaman berkesan, menyenangkan, menggairahkan, menyegarkan, dan memikat dalam apresiasi sastra. Jika memungkinkan malahan meningkatkanya agar perolehan pengalaman-pengalaman itu tidak sama dan makin bervariasi serta tetap bermakna. Memberikan pengalaman yang sama dan tak bervariasi dari waktu ke waktu membuat pengalaman yang diperoleh menjadi tidak bermakna sehingga sikap dan perilaku positif tidak terpupuk, justru merosot. Ini berarti bahwa peningkatan mutu pengalaman yang diberikan kepada pengapresiasi sastra diperlukan.

Sebagai contoh, Laila Kinanti adalah pengapresiasi sastra Indonesia yang sudah bersikap dan berperilaku positif. Sikap dan perilakunya ini perlu dipupuk dan diperkuat terus supaya terawat, terjaga, malahan meningkat mutunya. Penguatannya perlu setaraf atau setingkat lebih tinggi daripada yang sudah pernah diterimanya. Kalau beberapa waktu lalu diberi bacaan Raumanen (Marriane Katopo), sekarang perlu diberi bacaan semacam Kubah (Ahmad Tohari) atau Kotbah di Atas Bukit (Kuntowijoyo) atau Kekasih Musim Gugur (Laksmi Pamuntjak). Dengan demikian dia memperoleh pengalaman yang tetap bermakna dan tidak sama serta bervariasi. Hal ini jelas akan memupuk sikap dan perilaku positifnya dalam apresiasi sastra Indonesia.

Kedua, menyediakan, malahan mengondusifkan dan meningkatkan mutu iklim, suasana, situasi, dan lingkungan apresiasi sastra yang baik dan positif, dalam arti dapat membuat pengapresiasi semakin kerasan, terikat, dan ketagihan untuk selalu bergumul dengan karya sastra dan kegiatan apresiasi sastra. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbanyak dan makin mengakrabkan karya-karya sastra yang bervariasi dan berbobot kepada pengapresiasi, mempersering dan membermutukan lomba-lomba baca sastra, memperbanyak sarasehan dan dialog sastra yang sungguh dan bermakna, membermutukan dan menyebarluaskan kegiatan baca sastra di masyarakat, dan menyebarluaskan dan membermutukan tulisan-tulisan atau ulasan-ulasan apresiatif di media massa baik media cetak maupun media elektronis.

Sebagai contoh, Nabila Kinasih adalah pengapresiasi sastra Indonesia yang sikap dan perilakunya sudah positif terhadap apresiasi sastra. Sikap dan perilakunya tentu perlu terus-menerus diperkuat agar tetap terjaga, bermutu, dan terawat, tidak merosot dan memburuk. Hal ini bisa dilakukan dengan mengondusifkan dan membermutukan lomba-lomba baca sastra yang diikutinya, mempersering dan membermutukan sarasehan dan dialog sastra yang biasa diikutinya, membermutukan pelisanan-pelisanan karya sastra yang biasa disimaknya, dan menyediakan karya-karya sastra yang makin bermutu dan beragam yang bisa dibacanya. Cara-cara ini jelas membuat iklim, suasana, situasi, dan lingkungan yang melingkupi Laila Kinanti makin bermutu dan kondusif untuk terus-menerus berlibat dengan karya sastra dan kegiatan apresiasi sastra. Ini tentu dapat memperkuat sikap dan perilaku positifnya dalam apresiasi sastra.

Ketiga, meneguhkan dan memantapkan keyakinan, kepercayaan, kesimpatikan, kebiasaan, kelakuan, dan keakraban pengapresiasi terhadap manfaat dan nilai guna karya sastra dan kegiatan apresiasi sastra. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajaknya bertanya apakah yang telah diperoleh selama menggumuli karya sastra dan kegiatan apresiasi sastra, memerhatikan atau mencermati pengalaman-pengalaman orang yang menyatakan diri mendapat manfaat dari karya sastra dan kegiatan apresiasi sastra, menelaah seberapa besarkah manfaat dan nilai guna karya sastra dan kegiatan apresiasi sastra bagi kehidupan batin manusia, dan merenungi kehadiran sastra dan kegiatan apresiasi sastra sepanjang sejarah manusia.

Sebagai contoh, Intan Baiduri adalah pengapresiasi sastra Indonesia yang sikap dan perilakunya positif. Sikap dan perilaku positifnya ini dapat diperkuat dengan cara meneguhkan dan memantapkan keyakinan, kepercayaan, kesimpatikan, kebiasaan, kelakuan, dan keakrabannya terhadap manfaat dan nilai guna Sejarah Melayu, Kalatidha (Ronggowarsito), Syair Perahu (Hamzah Fanzuri), Azab dan Sengsara (Merari Siregar), Belenggu (Armijn Pane), dan Dari Puya ke Puya (Faisal Oddang), malam baca puisi memperingati Chairil Anwar, dan pelisanan-pelisanan karya sastra di radio dan televisi. Hal ini tentu saja perlu dikerjakan secara ajek, terarah, dan teratur serta berkelanjutan. Lambat laun sikap dan perilaku positif Intan Baiduri akan semakin kuat, teguh, dan mantap karena terpupuk dengan baik.

Meskipun bisa, ketiga cara tersebut tidak harus dikerjakan secara serentak atau serempak. Untuk memperkuat sikap dan perilaku positif pengapresiasi sastra bisa digunakan salah satu di antara tiga cara tersebut. Penggunaannya perlu mempertimbangkan keadaan dan mutu sikap dan perilaku positif yang hendak dipupuk dan karakteristik pribadi pengapresiasi sastra yang hendak dipupuk sikap dan perilakunya. Ini penting agar pemupukan proporsional dan tidak berlebihan atau overdosis. Bila hal ini terjadi, justru kemerosotan sikap dan perilaku positif pengapresiasi sastra yang diperoleh.

Bersambung 21

*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.

2 Replies to “PENGUATAN SIKAP DAN PERILAKU POSITIF APRESIASI SASTRA (20)”

Leave a Reply

Bahasa »