Sajak-Sajak Imamuddin SA

SALVO

dentum salvo ini hari menggema senyap
dalam lipatan merah dan putih
yang beranjak membentang,
menutup kibaran luka dari hembusan wabah
sebelum kita benar-benar menariknya
hingga ujung tiang dan tenggelam dalam lagu kemerdekaan

dentum salvo ini hari menyimpan rahasia
tentang darah juang yang tak dapat dikebumikan menjadi catatan sejarah
yang membikin nostalgia
bersama buyung dalam cerita senja

dentum salvo ini hari adalah tanda seru
yang kita sulut dari jiwa sendiri
dalam bakti dalam rimbun doa NKRI;
merdekalah dari sakit dan wabah ini

bukankah doa dan bakti adalah perayaan abadi ini hari?

Lamongan, 17 Agustus 2021

SUATU SORE DI SEBUAH SPBU

suatu sore di sebuah spbu
aku mengisi motorku
dengan bensin penuh
sepenuh kenangan yang luruh
bersama rintik hujan waktu itu

suatu sore di sebuah spbu
aku mengisi hatiku
dengan wajah wanita itu
sorot matanya yang lebih puitis
ketimbang gerimis
menumpah setiaku
dan membikin becek jalanku

“MAAF, JANGAN MEMANTIK API
BIAR AKU, WANITA, DAN SPBU TAK MELEDAK
TERBAKAR WAKTU”

Balun, 2019

SEBUAH PAGI DAN SECARIK PESAN

sebuah pagi dan secarik pesan tergeletak
di tanganku menjadi cerita koran
tentang bunga yang pernah aku berikan kepadamu

pesan itu kini menjadi hujan
yang tak kunjung reda
dan menenggelamkannya dalam diam

kau yang tampak sibuk di dapur
mendadak menghampiri
dan menangkap rintik hujan yang mengeroyokku.
kau hangatkan dinginnya
kau sedu secangkir kopi darinya
dan kita sama-sama mencecap pekatnya

ada yang tersisa; bekas bibirku dan bibirmu
dibibir cangkir itu yang tak pernah bercerita
kepada waktu tentang rasa kopi yang kita nikmati
ini pagi

sebuah pagi dan secarik pesan tergeletak
di tanganku menjadi catatan waktu
tentang bunga yang ditenggelamkan hujan

seperti kata-kata yang telah tertulis di bibirku
tak akan aus walau bibirmu menghapus jejaknya berlalu;
aku mencintaimu

tak ada lagi yang perlu kita tanyakan
dalam jantung kita ini hari
karena engkaulah kasih dan akulah sayang
yang mengendap dalam rindu doadoa
bertemu di kedalaman sunyi
pada titik takdir paling sepi;
darah kita sendiri

sebuah pagi dan secarik pesan lekat pada tubuh hujan
tubuhnya yang dingin telah membekukan cemburu
sebelum angin menghapus waktu
dan kita mendadak menjadi doa
dalam deras airmata; rahasia

Balun 2019

SELAMAT DATANG, SAKIT

selamat datang sakit
sudah lama aku tak berjabat tanganmu
semoga kau tetap sehat dan tidak sakit-sakitan

selamat datang sakit
tanganmu yang dingin membuat aku menggigil
terlelap dalam doa

pertemuan kita kali ini adalah kebenaran
dan bukan sekadar kebetulan
kau benar-benar menumpahkan janjimu
untuk menagih hutang kepadaku;
hutang sehat yang aku pinjam darimu
waktu itu. sebuah hutang yang terabaikan

terima kasih sakit
kau telah mengingatkan aku
dan menemani waktuku
pulanglah, biar aku malam ini tidur
dalam hening sendiri
esok aku akan melunasi hutangku
sekalian bunganya

Balun 2019

PENYAIR SENJA

seorang penyair duduk dipeluk senja
di bawah rimbun jambu
ia menghitung detak waktu
yang perlahan menggerus usia

pohon yang konon lebih senja
ketimbang pemiliknya,
keriput tubuhnya menjadi saksi
lampau usia yang tertanam di jantungnya sendiri

di bawah pohon jambu
penyair senja menjemput rindu
yang mulai luruh dihantam sepi.
tangan sepi yang dingin menyeret penyair
senja pada bayang-bayang tubuh kasihnya
yang telah disembunyikan waktu

ENTAH KASIH MANA LAGI YANG DIBINGKISKAN RINDU
PADAHAL USIA YANG TAJAM TELAH MENGGERGAJI INGINNYA

di bawah teduh
penyair senja menunggu angin
memukul daun-daun lalu meluruhnya
sekadar mengurir doa
sementara kedua tangannya tampak sibuk
menyulam sajak dari batu-batu berserak

entah berapa batu yang telah ditumpuknya
mengurat menjadi kata;
batu hanyalah batu
tak sempat tasbihnya lalu

mendadak penyair senja melompat
dari duduknya
ia mengejar kata-kata dalam bibir kasihnya

AKU TUNGGU DI TELAGA ITU
AKAN KUHABISI MALAM BERSAMAMU

tak ada yang lebih puitis ketimbang panggilan kekasih
dihempasnya aku, dicampaklah tubuh
teduh

Lamongan, 2019


Imamuddin SA, nama aslinya Imam Syaiful Aziz, lahir di Lamongan 13 Maret 1986. Aktif di Kostela, PUstaka puJAngga, FSL, FP2L, dan Literacy Institut Lamongan. Karya-karyanya terpublikasi di: Majalah Gelanggang Unisda, Majalah Intervisi, Tabloid Telunjuk, Jurnal Kebudayaan The Sandour, Majalah Indupati, Warta Bromo, dan Radar Bojonegoro. Puisi-puisinya terantologi di: Lanskap Telunjuk, Absurditas Rindu, Memori Biru, Khianat Waktu, Kristal Bercahaya dari Surga, Gemuruh Ruh, Laki-Laki Tak Bernama, Kamasastra, Tabir Hujan, Sehelai Waktu, Kabar Debu, Tabir Hijau Bumi, Bineal Sastra Jawa Timur 2016, Pengembaraan Burung, Ini Hari Sebuah Masjid Tumbuh di Kepala, dan Serenada. Prosa-prosanya terpublikasi di: Mushaf Pengantin, antologi cerpen Bukit Kalam, Hikayat Pagi dan Sebuah Mimpi, Bocah Luar Pagar, Hikayat Daun Jatuh, dan Tadarus Sang Begawan. Pernah dinobatkan sebagai Juara 3 Mengulas Karya Sastra Tingkat Nasional tahun 2010, Harapan 2 Lomba Menulis Cerpen Tingkat Jawa Timur 2018, dan Juara 2 Lomba Menulis Puisi Se-Kabupaten Lamongan 2019. Nomor telepon 085731999259. Instagram: Imamuddinsa. FB: Imamuddin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *