Esensi dan Orientasi “Sastra Adiluhung”

Arif Hidayat*
Suara Karya, 2 Mei 2009

DERASNYA arus modernisasi di Indonesia tidak hanya berdampak pada tatanan ekonomi dan politik saja. Modernisasi juga telah mengikis sendi-sendi sastra. Hal ini tampak dengan adanya gagasan mengenai “sastra adiluhung” dalam ranah kesuastraan Indonesia. Memang, pernyataan mengenai sastra adiluhung tidaklah se-populer istilah sastra sufi dan sastra profetik. Continue reading “Esensi dan Orientasi “Sastra Adiluhung””

Puisi yang Terus Ditulis

Arif Hidayat *
lampungpost.com

Mengapa puisi terus ditulis dalam zaman yang penuh dengan media digital, yang lebih menawarkan imaji sensasional yang mengasyikkan? Kenapa para penyair harus repot-repot menulis puisi dengan kadar menyampaikan makna secara tidak langsung, yang justru membuat banyak orang merasa bingung untuk menemukan maknanya dengan susunan kata-kata yang rumit? Continue reading “Puisi yang Terus Ditulis”

Teks yang Meniru dan yang Berubah

Arif Hidayat
Lampung Post, 23 Juli 2011

KETIKA kau menjumpai sebuah teks, maka sesungguhnya kau sedang membaca pengalaman: ide yang diabstraksikan melalui bahasa. Seorang pakar hermeneutika ilmu sosial, Paul Ricoeur, memandang “teks sebagai diskursus yang dibakukan”. Diskursus itu sendiri memuat peristiwa bahasa melalui proses objektivikasi. Jelasnya—ini seperti juga kata Derrida—semuanya dapat menjadi teks: cara memilih baju, sepatu, dan makan adalah teks, terlebih lagi cara bertutur atau cara menulis puisi, juga teks. Apa yang akan kau pikirkan kemudian setelah tahu bahwa praktek sosial adalah juga teks? Continue reading “Teks yang Meniru dan yang Berubah”

Bahasa »