Azizah Hefni
Jawa Pos, 01 Juli 2007
Ia pergi dengan gayanya yang gagah. Tangannya meraih kemeja dan celana, lantas mengenakannya. Ia sisir rambutnya, ia tuangkan minyak pelicin di atasnya. Laki-laki itu meraih jam tangan di meja sisi ranjang tempatku rebah, menyemprotkan minyak wangi, mengambil tas, dan memakai sepatu. Tanpa menolehku yang pura-pura terpejam, ia membuka pintu terkunci itu. Tak ada bunyi derit. Cukup halus ia membuka dan menutupnya. Barulah suasana tenang. Seperti lautan yang sepi gulungan ombak. Seperti pasar yang jelang petang. Seperti sekolahan yang ditinggalkan para murid. Continue reading “Pintu yang Terkunci”