Novel Orang-Orang Bertopeng (25 Tamat)

Dimuat bersambung di harian Sinar Harapan, edisi 27 Maret-10 Mei 2002

Teguh Winarsho AS *

Keesokan harinya Salman dimakamkan. Acara pemakaman dibuat sesingkat mungkin. Secepat mungkin. Tapi yang melayat cukup banyak karena selain orang tua Salman cukup disegani, kematian Salman boleh dibilang sangat tragis. Baru saja Salman melangsungkan pernikahan, mendapat istri cantik, kini ia harus menerima dua peluru yang sekaligus merenggut nyawanya. Abah, Umi dan Fatma turut hadir dalam upacara pemakaman itu meski harus sering-sering menunduk menghindari tatapan aneh terutama dari keluarga Salman yang seolah tidak bisa menerima kematian Salman yang terjadi hanya sehari setelah pesta pernikahan. Continue reading “Novel Orang-Orang Bertopeng (25 Tamat)”

Novel Orang-Orang Bertopeng (24)

Dimuat bersambung di harian Sinar Harapan, edisi 27 Maret-10 Mei 2002

Teguh Winarsho AS

LIMA BELAS

UMI mondar-mandir dari dapur ke ruang tamu. Wajah Umi muram, gelisah. Gelisah karena Fatma belum pulang. Fatma sengaja pergi meninggalkan rumah, begitu kira-kira kesimpulan Umi. Tapi diam-diam orang-orang kampung mulai tahu apa yang melatarbelakangi kepergian Fatma. Apa yang membuat gadis cantik dan pendiam itu tiba-tiba pergi dari rumah tanpa pamit. Mereka tidak sepenuhnya menyalahkan Fatma. Continue reading “Novel Orang-Orang Bertopeng (24)”

Novel Orang-Orang Bertopeng (22)

Dimuat bersambung di harian Sinar Harapan, edisi 27 Maret-10 Mei 2002

Teguh Winarsho AS

EMPAT BELAS

ABAH dan Umi tidak menyangka jika pesta perkawinan Fatma dan Salman bisa berjalan lancar dan meriah. Lebih meriah dari yang mereka perkirakan sebelumnya. Sewaktu dites baca al-qur’an di depan Tuan Kadi (penghulu), Salman cukup fasih membawakannya. Demikian pula saat acara balas pantun yang sesekali mengundang senyum para tamu. Seiikat pohon tebu, lima belas butir kelapa, tiga tandan pisang, sekeranjang nanas dan emas 5 mayan (sekitar 15 gram), juga sudah diserahkan keluarga Salman. Continue reading “Novel Orang-Orang Bertopeng (22)”

Novel Orang-Orang Bertopeng (21)

Dimuat bersambung di harian Sinar Harapan, edisi 27 Maret-10 Mei 2002

Teguh Winarsho AS

TIGA BELAS

SEBUTIR peluru melesat dari moncong senapan dan sebuah botol minuman pecah berserak di atas tanah. Batang-batang rumput patah, tercerai-berai oleh pecahan kaca yang tajam bagaikan mata pedang. Daun-daun remuk oleh getaran peluru yang melesat kencang seperti kilat menyambar wuwungan. Lalu, sepi. Sunyi. Hanya asap tipis mengepul dari moncong senapan dan sepasang bola mata merah, tajam, mengamati pecahan kaca yang remuk itu sembari tertawa. Tak jelas bagaimana bentuk mulut orang itu ketika tertawa karena wajahnya tertutup topeng. Tapi jelas ia seorang laki-laki. Gagah. Kekar. Continue reading “Novel Orang-Orang Bertopeng (21)”

Bahasa »