Perempuan Berbibir Basah

Mengenang Budi Darma lewat Bibir yang Selalu Basah itu, Prosa Taufiq Wr. Hidayat

Fatah Yasin Noor

Budi Darma menulis demi menulis itu sendiri. Kalimat-kalimat yang ia tulis selalu enak dibaca dan selalu menyenangkan hati. Kalau ada kemuraman dalam kata-katanya, percayalah, itu bukan kemuraman demi kemuraman itu sendiri. Budi Darma ditakdirkan menjadi sastrawan terkemuka di Indonesia karena ia suka menulis demi menulis itu sendiri. Kemuraman yang terekam dalam sekian banyak tulisannya adalah kejujuran. Budi mencoba meneropong dirinya sendiri. Kadang hasil teropongannya ngelantur mengerikan. Budi Darma selalu gelisah, dan yakin dibalik masyarakat lingkungannya yang seolah berjalan normal tak lain dan tak bukan adalah abnormal. Continue reading “Perempuan Berbibir Basah”

Ilham

Fatah Yasin Noor *

Mencari ilham di rumah seniman patung, tadi malam. Tapi celaka, tak kutemukan patung sama sekali. Saya memang tidak ingin melihat patung, tapi mencari ilham. Saya pikir semua seniman patung pastilah punya karya patung di rumahnya. Perkiraan saya keliru. Seniman patung itu tak lain dan tak bukan adalah Saham Sugiono. Ia sering mematung di luar rumahnya. Seniman patung yang juga piawai melukis dan sesekali menulis puisi di percakapan grup dan di facebook. Menyebut namanya karena ia teman saya yang diselimuti kabut mistis. Ia tinggal dekat Balai Tajug, petilasan Buyut Cungking. Tapi di sini saya tak bermaksud membicarakan Saham Sugiono. Saya ingin mengulik tentang ilham. Continue reading “Ilham”

Lembaran-lembaran Lepas Fatah Yasin Noor (II)

Fatah Yasin Noor

Lembaran 11

Kita telah lama melupakan komitmen, kawan. Kita sekarang tidak konsisten dengan cita-cita. Apa yang telah banyak menyita waktu kita sehari-hari? Menangislah untuk sebuah kekalahan ini: sisa hidup yang menipis, dan daya ingat yang juga semakin melemah. Kita malu pada Goenawan Mohamad, Daoed Joesoef, dan YB Mangunwijaya. Pandangan dan nilai-nilai hidup yang bagaimana lagi yang harus kita miliki untuk bisa “bahagia”? Continue reading “Lembaran-lembaran Lepas Fatah Yasin Noor (II)”

Bahasa »