Mitos Besar dari Bangsa Besar

Arie MP Tamba
jurnalnasional.com

Kebesaran sebuah bangsa terekam dalam kekayaan mitologi dan legendanya.

Judul : Mitos & Legenda China
Penulis : ETC Werner
Penerjemah : Johan Japardi
Kategori : Non Fiksi
Tebal : 414 hlmn
Cetakan : Pertama
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Biarkan China terlelap. Sebab, jika China terbangun, dia akan mengguncang dunia. Begitulah Napoleon Bonaparte, si penakluk Eropa, itu pernah berkata. Dan China saat ini agaknya sudah terbangun dan dunia terpana kepadanya. Ketika krisis keuangan global terjadi di bulan Oktober 2008, akibat krisis ekonomi yang (disebabkan dan) terjadi di Amerika Serikat, semua pasar modal global guncang (termasuk Tokyo, Jepang). Kecuali, di Korea Selatan dan China!

Lalu, di kalangan intelektual, pada tahun 2000, seorang pengarang China, Gao Xingjian mendapatkan Nobel Sastra melalui The Soul Mountain (Gunung Jiwa, 1990). Dunia sastra khususnya: terbelalak. Terlepas dari posisi Gao yang telah menjadi warga negara Prancis, ke-China-an Gao jadi tambahan bagi berbagai ikon China di berbagai sektor kehidupan: politik, ekonomi, kesenian, pendidikan, teknologi, olahraga, otomotif, industri kreatif, dll. – yang sedang “digandrungi” dunia.

Setiap hari, isu kemajuan atau keberhasilan China dan juga kontroversinya, seperti tak habis-habisnya berkumandang. Ingat saja bulan lalu, bagaimana dunia kerepotan oleh produk susu China yang mengandung melamin. Terlepas dari aspek negatifnya, segera menjadi jelas bahwa produk susu China itu sudah merambah ke semua pelosok dunia. Hingga, bila pada abad ke-20 dunia adalah milik Amerika Serikat, maka dunia abad ke-21 adalah milik China. Begitulah pameo digembar-gemborkan, termasuk oleh futurolog terkenal asal Amerika Serikat, John Naisbiit.

Naisbiit jadi saksi, saat Deng Xiaoping berkunjung ke Amerika Serikat pada 1979, ia dibawa mengelilingi pabrik Ford yang masa itu menghasilkan mobil per bulan dalam jumlah lebih banyak daripada diproduksi di China dalam setahun. Deng yang memimpin China setelah kematian Mao pada 1976, muncul sebagai agen perubahan. “Warna seekor kucing tidak penting, asalkan sang kucing menangkap tikus.” Itulah peribahasa Deng yang terkenal. Menyindir kucing “sosialisme” Mao, yang gagal mengangkat perekonomian China, dan menggantinya dengan kucing “kapitalisme”.

Deng memulai pembangunan dengan membentuk zona ekonomi khusus di beberapa kota terpilih, dan menjadikan sektor swasta sebagai komponen ekonomi paling dinamis. Ia membiarkan modal asing masuk ke China – memburu hampir satu miliar manusia yang akan jadi pasar menggiurkan untuk bisnis apa pun. Lalu, begitu saja, pada 2004, 25 tahun setelah kunjungan Deng ke Amerika, lebih dari 5 juta mobil diproduksi di China oleh lebih dari 120 produsen mobil. China juga sudah memiliki 166 kota, dengan populasi lebih dari 1 juta – bandingkan dengan 12 di Jepang, 9 di AS, dan 1 di Inggris, di bawah 10 di Indonesia – sebagai pasar lokal. Ditambah banyak kota besar di China yang memiliki populasi 6, 7, atau 8 juta jiwa. Urbanisasi cepat telah mengangkat jutaan penduduk pinggiran China, keluar dari kemiskinan.

Hampir semua kota di China, kata Naisbitt, kini sedang diubah menjadi zona konstruksi yang luas. Setiap kota berkembang jadi sebuah kota dunia. Mereka membangun bandara internasional, gedung-gedung tinggi, jalanan lebar, berbagai sarana publik, hingga kota-kota penuh cahaya bermunculan bagai cendawan di musim hujan pada malam hari.

Lalu, dari mana semua “kebesaran” bangsa China itu bersumber? Edward Theodore Chalmers Werner, pada tahun 1922, telah merekam jejak mahakekayaan – ilmu pengetahuan, gagasan, sentimen sosial, keunikan psikologi, tatanan adat-istiadat, keluasan maupun keliaran imajinasi yang dikonkretkan ke dalam fiksi, aturan rumah tangga, relung-relung moralitas, perjalanan nasib, makna kasih-sayang, filosofi hidup sebagai anggota masyarakat, umat beragama, warga negara (baca: kerajaan), di bawah aturan hukum, logika alam, hingga berbagai kemungkinan khayali kehidupan sebelum (dan sesudah) hari ini – yang menjadi narasi penopang kebudayaan bangsa China selama ribuan tahun.

Semua itu, terangkum dalam sebuah buku besar, Mitos dan Legenda China, Kumpulan Kisah Fantastis dan Rahasia di Baliknya. Buku yang cukup berpengaruh selama puluhan tahun di kalangan antropolog, sosiolog, maupun penggemar mitologi atau sekadar pemerhati kebudayaan China sampai saat ini. Terdiri dari 26 bab, di antaranya: mengurai sosiologi orang China, mitologi China, kosmogono-pangu dan penciptaan mitos, dewa-dewa China, mitos-mitos bintang, guruh, petir, angin, hujan, air, api, wabah, obat-obatan, legenda-legenda, dll.

Werner menyebutkan, secara umum karakter fisik, emosional, dan intelektual manusia China sudah diketahui di banyak kalangan masyarakat dunia karena penyebarannya yang tinggi. Mata sipit berbentuk buah badam (admond), dengan selaput pelangi berwarna hitam dan lingkar mata yang terpisah jauh, lipatan vertikal kulit di atas sudut kelopak atas dan bawah mata bagian dalam, yang menyembunyikan sebagian selaput pelangi, sebuah ciri khas yang membedakan bangsa-bangsa timur Asia dengan semua kerabat manusia lain.

Tinggi tegak dan berat otak umumnya di bawah rata-rata. Rambut hitam dan lurus, janggut jarang atau tidak ada. Warna kulit di China selatan lebih gelap ketimbang di China utara. Dan secara emosional, manusia China berkesadaran rajin, berdaya tahan dan juang luar biasa, berterima kasih, sopan, formal, dengan rasa kehormatan berdagang yang tinggi, dan juga berlibido tinggi.

Meski manusia China abad ke-21 tampak lebih progresif, dengan cepatnya perkembangan berbagai teknologi termasuk teknologi informatika di China saat ini, pada puluhan tahun lalu (masa Werner), manusia China cenderung menghindari kemajuan, terikat pada keseragaman, mempertahankan mekanisme budaya, tidak imajinatif, lamban, penuh curiga dan cenderung mempercayai tahyul.

Takhayul-takhayul itu, sebagian besar bisa diikuti pada bab mitos-mitos (V s/d IX). Dimulai dari mitos bintang-bintang, yang menyebutkan bahwa matahari, bulan, dan planet-planet memengaruhi kejadian-kejadian sublunar, terutama kehidupan dan kematian manusia, dan perubahan warna benda-benda angkasa itu menandakan malapetaka yang mengancam.

Perubahan penampilan matahari, jadi tanda kesialan bagi negara atau kepala negara berupa pemberontakan, bahaya kelaparan, atau kematian kaisar. Ketika bulan semakin memerah, atau berubah menjadi pucat, kehidupan manusia (atau masyarakat) pasti berada dalam masa-masa sangat sial seperti telah diramalkan.

Dan semua ini hanya sebagian kecil dari kekayaan “Timur”, seperti disebutkan Ratu Saba dari Mardrus. Tetapi, negara-negara Timur ini, Asia ini, akhirnya merupakan perbatasan-perbatasan sebenarnya. Asia adalah tempat di mana vulgaritas berakhir, di mana martabat dilahirkan, dan di mana keanggunan intelektual dimulai. Dan negara-negara Timur adalah tempat di mana sumber puisi begitu melimpah ruah.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *