Balada-Balada, Suryanto Sastroatmodjo

BALADA KONG GEDAH

1
bagai sutera Cina dipentang malam
kita merindu rembulan tirus
dan jenguk si wuragil ini
Meski yang terpanggil bukan kerabat
karena wadyabala di luar baluarti panentunya!

Kong Gedah! Hiruplah saksi serapah
Demikian gumul-gumul bocah kapiran
menuntun kata tanpa nada
Syangmu, sayung hayat muda

2
Kapal pertama berangkat ke Amlapura
kita menatap deru-derasbada Selat Bali
Kemudian mencoba mengunci Kon Gedah
ambalan resah, ambahan gundah
Balik jadi pengemis antara los-los pasar

Sertamerta tangan berjalan
sebelum dikukuhkan depan sidang jelita
Kursemangat bagi putraku, cahbagus
hendak memetik timangan kedaton
tatkala musim keberuntungan setara
harungan lagu kasmaran

3
Aduhai, kiamat toh belum umyung
atau diocehkan bibir-bibir berkerinyut
Tapi sayapkandung, sayangkandung
bagai tiara Sang Ratu
pergi melalaikan petuah tajam

Hening telaga Anjali, o, galuh perawan
kumasih dengar ingar-bingar pemberontakan
Padahal penumpas bertolak tadi pagi
seraya mengibarkan bendera Suryasundari

4
Kuluk penganten siap diagem sang bagus
andai pastaraja berlangsung. Dan samir terkulung syair
atas lehermu, dyah putri. Jalaran telah ditenggang
Langkah pertama menuju Gunung Aalastua, sesantun dunung
mengabar Kasih Rabbani!

Pikat jelita dusun Anjali, hai Kong Gedah
pagari sayu-bujukmu nan murung. Serapah
bakal mengepal tangan tanpa jeneng

5
Buhul-buhul kepasrahan makin hafal dengan justa
kendati pengembaraan membeberkan Suryasundari
Kadang tertundung anak kufur! Renyai airmata tercurah.

BALADA GESANG GESENG

Ciluuukbaaaa! Kau dengarkah siul burung
dan meremas tembok sanubari?
Gumpal-gumpal daging hangat
merintih di bawah cemas rengut
Demikian renung juntrung
kukail dari sendang pengasih

Aduhai, penjaga bebakalan inti
demikian jeneng-jumenengnya Kasih
gumantung tarak musimnya. Juga cuaca
yang menggantung kabut di kakilangit
Seandai langkahku makin surut
dari pengucapan rindang
dan hirau akaun hurup jantung. Senda teratai
senda menggelepak antara air-gemair

Ciluuukbaaaa! Kepongahan alam nglegena
bagaikan pangudarasa manar-sasar. Gapai
rantinr-dedahan trembesi di hutan muda
Maka Gesang jadi gosong segontrong
tinggal bara-bara api masih menyala
bekasnya ngilu di pagi. Aku terpekur
dalam sentakan sekonyong nan nyunyur!

Begitulah lirik hayati tersamar
datang nan mengejawantahkan watak
beserta leliku rentak-rontak. Diriku sandar
pada dermagamu, Gusti. Tinggal doa berpuing

Gesang-Gosong-Geseng-Gumingsir
itulah sempalan rimba sujud pagiku
Waktu seuntai manikam tembang
menangis watas antara takwa dan gurau urakan
persis wajah lusuh bumi kini. Keasingan menindasnya.

BALADA ROHANA

I
Silau lantara kilau mentari kecil
o, adakah dirimu mengulang berkah akhir
Pada jelujur hidup nan tanpa sumur
Pada jelepah pelepah nyiur
sepanjang delta hitam yang uzur
Daku merobek gaung gelagak kasih
yang dulu mrnawarkan sayapmendung

Lalu kita takkan berbua risih
dalam tawa berburai dan telunjuk rusuh
Sewaktu mengupas luka jagat. Sebalnya malam
Mempercepat bulan mati di selimut geram

II
Maka alangkah teduh rawuhmu, dewi
yang mewartakan catatan kemilau kini
Dengan tunas hijau sebagai tandon
kembali gelanggang dijontongkan
Mekar merah pasarah sumarah
tapabrata pada sang jurukunci

Sekiranya Rohana, Rohanaku sayang
mengurai pepatah beruji bijak
Adakah seorang menaburkan
biji sesawi dipekarangan kidul?
Aku bersandar pilar angkara kota

III
Rohana! Dia berbisik kepada Datuk Lakirang
penyap penantian di centung lubuk
jernih mengetuk pintu kalbu
Akhirnya menggumam sesal berdembam

Tiada terangkai puspa-puspa persembahan
Rohana kabur dari Ujung Puri! Meretas belukar liar
dan akhirnya warta ginelar: anak perawan menggeliat
serta menistakan pakem murni nan pelit
Deru dalang mengetokkan campala hitam:
hai, para peziarah sebalik gunung Lanang
usirlah Datuk nan lalai, sampai badai usai.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *