Puisi-Puisi Dharmadi

kompas.com

SAJAK BATU
-medy lukito-

batu dalam basah embun
di dasar kali di musim kemarau
sambil mencucup cahaya pagi
bergumam sendiri; “engkau beri
aku enerji”

1999-2004

DALAM KEMARAU

demi hujan langit setia menjerat awan yang
digiring angin sambil mengingat bumi

2000

PENYUCIAN

embun membasuh malam
dari debu pengkhianatan
dalam tatapan rembulan

2000

SEBIJI BERINGIN

sebiji beringin
lepas dari mulut kelelawar
jatuh di ceruk batu
tumbuh dalam mainan cuaca

2000

SELEMBAR DAUN

selembar daun mengapung
pada sungai yang mengalir
di sela-sela retak batu
mencari samudra

2001

BULAN TUA

sesaat bulan tertegun
di atas rawa sehabis
mengembara
memandang wajahnya sendiri
tak lagi purnama
dalam mainan sisa riak gelombang
bersama gerimis turun

ke malam mana lagi aku mesti mencari?

2003

MUSIM KERING

kamboja tumbuh di retak-
retak sawah ladang
melintas-lintas gagak terbang
sungai meratapi diri
merasa tak berarti

gunung kelabu
di puncaknya tak ada lagi
langit biru

matahari tajam menatap bumi
tak henti-henti melelehkan api

2006

MUSIM KERING-1

angin merasa bersalah
mengembuskan deb
nempel di jendela-pintu
sanubari

bening kacanya jadi kelabu

angin merasa semakin berdosa
meniup-niup mengobarkan api
membakar yang hidup
bersama matahari

angin menyesali diri
embusannya berhenti

matahari tak peduli
tetap membakar hari

2006

MUSIM KERING-2

malam kering angin kering
lolong anjing ditingkah denting
melapis kening

2006

ARANG KAYU

sambil terus membara dalam kipasan
arang kayu menertawakan tukang sate yang
kepanasan; sesekali membolak-balik potongan-
potongan daging kambing di sindikan agar
tak hangus terbakar.

tukang sate menghentikan kipasan
setelah potongan-potongan daging siap disantap.

dalam sisa bara, arang kayu seperti mendengar
sayup rintihan kambing kesakitan;
tak tahan, hati serasa disayat-sayat, dibiarkan dirinya
padam mengabu.

2007

EMBUN

embun dalam kabut dengan langkah lembut
diam-diam setia mengirim hidup pada awal hari
yang beranjak berangkat menyusuri
jalan waktu

selalu ada yang tak dapat lagi
ikut menyambut

Lebih dulu telah Kau jemput

2007

GERHANA BULAN
bulan pucat;

dengan hati kecut
sesaat mencangkung di bibir
jendela langit, menatap bumi.

tak didengarnya lagi tetabuhan dan
bunyi-bunyi untuk mengusir sepi
dan menakut-nakuti sang waktu agar
tak membuntuti.

bulan menerima kodrat;
mati perlahan, disayat-sayat
sang waktu

Kau raba lukaku

2007

LANGIT

setia kaukirim subuh-mu
di kabut pagi membasuh debu
kalbu

aku dalam selimut

2007

SESAAT KAUGURAT BATU

sesaat kaugurat batu; seakan sampan tubuhmu, kemudian kaubawa
berlayar berayun dalam ombak nasib, gerak dayung di genggaman hati
mengikuti jejak bintang; di mana ekor pulau pungkasan?

ada yang mesti disebut tetapi selalu luput dari ingatan, tempat-tempat
tak lagi bertanda seperti ada yang mesti dirahasiakan

cadik sampan tubuhmu patah

keperkasaanmu tiba-tiba melepuh; meledak akar iman
kesunyian tajam menikam. kau mencari arah angin, tak ada
tanda-tanda suara; segala jejak seperti menghilang serasa segala hampa

“kapan kan sampai sekaligus jumpa?”, risamu mengambang

siapa tahu engkau akan bertemu di suatu sungai yang membeku,
di rawa yang pekat, atau di ujung teluk yang bertumupuk
bangkai kapal; mungkin juga di dermaga yang purba, tempat-tempat
tak bernama yang luput dari petamu, di mana ia menunggu di
sesat pelayaran sampan tubuhmu.

2007

Leave a Reply

Bahasa ยป