Theresia Purbandini
http://jurnalnasional.com/
Meski terbilang muda karena lahir pada era tahun 90-an yang telah didahului oleh para seniornya, seperti Sae, Tetas, Koma dan lainnya, namun Teater Garasi mampu menyejajarkan diri ditengah komunitas teater sebagai sebuah teater yang kreatif dengan memposisikan diri sebagai laboratorium kesenian.
Pada hakikatnya menurut Ags Arya Dipayana, setiap proses produksi teater di mana pun merupakan suatu laboratorium penciptaan, di mana suatu subyek dipelajari, ditelaah, diolah kemudian diberi bentuk akhir dalam pertunjukan. Pada saat yang sama sutradara, aktor dan seluruh pendukung produksi menjadi peneliti yang secara aktif menganalisis berbagai aspek dalam pertunjukan.
Hal ini senada dengan apa yang dikatakan Zen Hae, Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta. ?Proses belajar yang terus menerus, diskusi mengenai seluruh komponen untuk menggagas sebuah pementasan dan kebutuhan dalam teater. Tak hanya itu, Garasi yang menyebut dirinya sebagai laboratorium kesenian juga aktif menyelenggarakan workshop, menerbitkan jurnal yang berisikan pemikiran tentang teater,? papar Zen Hae saat dihubungi Jurnal Nasional (29/12/08).
Pagelaran-pagelaran dipentaskan Garasi mampu member napas segar bagi ruang teater Indonesia. Seperti Je.ja.l.an yang merupakan seni pertunjukan teater-tari (dance-theatre) dan teater imaji (theatre of images) yang ingin bercerita tentang kontradiksi dan kontestasi yang ada di pinggiran jalan di kota-kota di Indonesia. Kontradiksi dan kontestasi antara yang modern dan tradisional, yang kosmopolit dan kampungan, yang elit dan ?kebanyakan?, yang berkuasa dan terpinggirkan, yang agung dan murahan, serta sederet kontradiksi dan kontestasi yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari di jalan di kota-kota di Indonesia.
Seri Solo Sembilan Aktor
Bahkan mulai April hingga Mei 2008, Teater Garasi menggelar delapan pertunjukan yang bertajuk Seri Solo Sembilan Aktor. Pergelaran dengan bentuk monolog dan ensamble ini merupakan presentasi akhir dari program Solo Project Teater Garasi yang telah berlangsung sejak akhir 2005.
Warna baru dengan Garasi ini ditorehkan oleh Yudi Ahmad Tajudin yang menjabat sebagai direktur artistik Garasi. Dengan latar belakang akademis dari sebagian besar pendukungnya, menurut Ags tentunya mempengaruhi sistematika berpikir dan pilihan dalam menentukan sikap. ?Mereka seperti ingin memulai sejarah baru dalam menyikapi dan menekuni suatu kerja teater,? jelas sutradara Teater Tetas ini.
Hal ini digambarkan Ags sebagai kecenderungan dalam mengoptimalisasi tubuh aktor-aktornya, tendensi yang kuat pada aspek visual dalam pertunjukan, diksi dari naskah-naskah yang dipentaskan. ?Mereka juga tidak canggung dalam menyikapi perkembangan teknologi serta sanggup mengadopsinya ke atas panggung,? kata Ags.
Pertaruhan penciptaan kreativitas demi mencapai eksperimentasi menjadi kelebihan dan ciri khas teater Garasi, yang menonjolkan lebih dari satu orang sutradara. Sebab aktor juga otonom dalam membangun kemandiriannya dan melepaskan ketergantungannya terhadap peran sutradara yang selama ini dipatron menjadi sumber pengetahuan memimpin, melatih dan memotivasi pelaku teaternya.
Diakui oleh Zen Hae, Garasi lebih mementingkan proses ketimbang hasil. ?Teater Garasi selalu menampilkan bentuk pemanggungan yang berbeda versi dari sumber naskah yang sama. Meskipun tetap memegang ide dasarnya tetapi menjadi amat menarik bila dibuat dalam versi yang lain,? jelas Zen.
Sifat adaptif yang yang dengan tanggap menyerap kemajuan teknologi dan menyaring budaya terkini menjadi gaya panggung teater Garasi dalam tiap pementasannya. ?Mereka tidak hanya menyandarkan pada naskah lakon ataupun cerita-cerita tertentu dari amatir dan profesional. Namun juga memadukan bentuk teater tari ataupun koreografi yang sama kuatnya dengan dramaturgi yang didukung pula oleh visual art,? kata Zen Hae.
Merespons Kemutakhiran
Kecenderungan merespons kemuktahiran teknologi di panggung seperti diterapkan di negara-negara Barat, yang diikuti Garasi, dianggap Zen Hae sebagai wujud upayanya yang belum tentu bisa diraih teater pendahulu maupun yang sebayanya.
Lalu, belum banyak pula teater yang tercatat mampu mengukuhkan konsistensi dalam menerapkan teater modern sebagai suatu kelompok kesenian yang dijalankan dengan manajemen ketat dan terencana, serta ditunjang oleh totalitas dari para pendukungnya.
?Dalam kurun waktu relatif singkat, mereka dapat mencapai reputasinya saat ini, jelas membuktikan bahwa mereka sangat bersungguh-sungguh dalam mengembangkan kelompoknya. Bahkan mereka juga memiliki perpustakaan dan dokumentasi (termasuk video dan audio), bacaan wajib, tontonan wajib dan hal-hal semacam itu. Salah satu program mereka, Aktor Studio, merupakan cara bagus untuk mempersiapkan aktor-aktor baru bagi Teater Garasi di masa mendatang,? tutur Ags.
Sebaliknya, sebagai penikmat teater, Zen Hae mengungkapkan bahwa dari segi akting Garasi masih terasa belum terlalu maksimal, dibandingkan beberapa pertunjukan yang dikerjakan teater sebayanya.