kompas.com
Perahu Daun
Di tepi danau kita berdiri
melempar batu kanak-kanak
ke dalamnya.
Seribu purnama bercermin di air
Batu kanak-kanak berlumut sudah.
Kita masih di sini
menyaksikan angin
menjatuhkan sehelai daun
mengapung di permukaan
menjadi perahu
menjemputmu
menembus kabut
Kau pun tak tampak lagi.
Mataku bukan mata dungu ikan
yang tertipu umpan di mata kail
Tapi tak juga sanggup menyibak kabut itu
Kau tetap lenyap dari pandang
Tinggal kecipak air ditepuk angin
Angin yang lagi akan menggugurkan daun
mengapung jadi perahu
menjemput penyeberang berikutnya.
Mimpi Buruk
Bunga plastik di jemari tua
adalah kenangan
akan kumbang dan
kupu-kupu.
Mimpi kanak-kanak
dengan ranting mengurai langit
mimpi peri-peri hutan
menari di daun-daun
terkubur di kedalaman bumi
yang rekah terbakar.
Papan usang
ratap purba hutan-hutan
jejak siapa tertinggal di sana? Lebih
senyap dari kelepak kupu-kupu. Lebih
sakit dari sengat kumbang
mendengung di liang telinga kenangan.
Tak Lagi
Langit-langit
tentu bukan langit
Langit yang tampak
bukan langit yang kau rindu
Resah kau
bagai angin tak sampai
ke hampa langit tinggi
Gundah kau
serupa sinar sia-sia
menggapai gelap laut dalam
Berulang-kali kau jenguk dirimu
Sampai kau temukan
benda-benda langit
bercahaya di dalamnya
menuntunmu ke cahaya
di luar diri. Lebih dari matahari.
Cahaya bertemu cahaya
lebur jadi satu
Kau pun berkelana dalam cahaya
menyibak tabir langit
mengurai tirai laut
Dan apa yang hendak kau katakan
tak lagi kau ucapkan.