Pelajaran Kemanusiaan di Gurun Llano Estecado

Judul: Old Surehand 1 – Oase di Llano Estecado
Penulis: Karl May
Penerjemah: Primadiana Hermila Wijayanti (koord), dkk
Penyunting: Andrea K. Iskandar, Pandu Ganesa
Penerbit: Pustaka Primatama & PKMI
Cetakan: I, Nov 2008
Tebal: x + 534 hlm
Peresensi: Hernadi Tanzil
ruangbaca.com

Old Shatterhand dan Winnetou adalah dua jagoan di dunia wild west Amerika pada abad ke-19. Walau telah berusia ratusan tahun sejak pertama kali muncul, tokoh fiksi ciptakan maestro kisah petualangan Karl May ini tampaknya tetap akan abadi dan terus hidup di hati penggemarnya dari generasi ke generasi. Hal ini terbukti dengan terus dicetaknya karya-karya Karl May dalam beragam versi dalam berbagai bahasa dunia.

Demikian juga di Indonesia, kisah Old Shatterhand/Kara Ben Nemsi dan Winneotu yang pernah populer dan menjadi bacaan para pejuang kemerdekaan kita (Hatta, Hario Kecik, Syahrir) sejak 2005 terus diterbitkan ulang oleh Paguyuban Karl May Indonesia (PKMI) dan Pustaka Primatama (Puspri). Setelah menerbitkan seri Winneotu (Winnetou I-IV, Anak Pemburu Beruang, Hantu di Llano Estecado) dan seri Kara Ben Nemsi (I-III), PKMI kini menerbitkan satu lagi serial Winnetou yang berjudul Old Surehand 1: Oase di Llano Estacado.

Dalam petualangannya kali ini, Old Shatterhand dikisahkan mendapat pesan tertulis dari Winnetou, yang sedang dalam perjalanan untuk menyelamatkan seorang westman, Bloody Fox, yang hendak diserang oleh suku Indian Comanche. Selagi akan menyusul Winnteou, Shatterhand bertemu dengan Fred Cutter alias Old Wable, koboi tua yang juga dikenal sebagai King of Cowboys. Dari penuturannya, diketahui bahwa Old Surehand, seorang westman yang terkenal karena kemahirannya dalam menembak sasaran, telah tertangkap oleh sekelompok Indian Comanche. Old Shatterhand, Old Wable, dan beberapa temannya menyusun strategi untuk menyelamatkan Old Surehand.

Setelah Old Surehand berhasil diselamatkan, mereka bersama-sama menyusul Winnetou menuju tempat persembunyian Bloody Fox di sebuah oase di Llano Estacado. Bukan perjalanan yang mudah, karena mereka harus menaklukkan ganasnya Llano Estacado, gurun pasir luas, sulit air, dan dikuasai oleh penyamun yang sering menyesatkan orang-orang yang lewat dengan mengubah tonggak-tonggak penunjuk arah. Para penyamun, dikenal dengan sebutan Stakeman, kerap menjarah harta benda sang korban dan tak segan membunuh atau meninggalkan korbannya hingga mati kehausan.

Dari berbagai penyelidikan yang dilakukan Old Shatterhand, diketahui selain hendak menyerang Bloddy Fox, orang-orang Comanche juga berencana menyerang sekelompok pasukan kaveleri dengan cara membuat mereka tersesat di Llano Estecado lalu mengepungnya ketika pasukan tersebut tersesat dan kehausan.

Old Shattehand menyusun strategi jitu. Ia dan kawan-kawannya berusaha memutarbalikkan keadaan, membuat orang-orang Comanche yang masuk perangkap dengan membawa mereka memasuki padang kaktus yang luas. Dan disitulah Old Shatterhand dan kawan-kawannya berserta pasukan Apache pimpinan Winneotu akan berhadapan langsung dengan suku Comanche yang tentunya telah dalam keadaan lelah dan kehausan.

Seperti biasa, Karl May meramu kisah petualangan Old Shatterhand dan Winnetou dengan sangat menarik. Namun jangan menduga buku ini akan dipenuhi adegan-adegan pertempuran layaknya kisah dalam film-film koboi Hollywood. Old Shatterhand dan Winnetou yang cinta damai selalu lebih mengutamakan perundingan dengan musuh-musuhnya dibanding harus angkat senjata dan menimbulkan banyak korban yang tidak perlu. Jadi, yang menarik bukanlah serunya pertempuran berdarah-darah antara kulit putih dan suku Indian, melainkan bagaimana pembaca diajak memahami berbagai strategi cerdas Old Shatterhand dan Winnetou dalam mengalahkan musuh tanpa perlu mengeluarkan satu peluru pun.

Selain kisah petualangan, buku ini juga menyelipkan dialog-dialog bertema kemanusiaan dan spiritual sehingga bisa dikatakan buku ini merupakan kisah petualangan dengan nilai moral dan religiuitas yang tinggi. Bertemunya Old Shatterhand dengan Old Wable yang ceroboh, atheis, dan rasis dalam sebuah misi yang sama tentu membuat perjalanan mereka sarat konflik. Karl May tampaknya sengaja menyandingkan kedua tokoh ini agar ia bisa menghadirkan dialog kemanusiaan, rasialisme, dan religi.

Misalnya ketika Old Wable yang atheis menantang Shatterhand untuk membuktikan keberadaan Tuhan, maka Shatterhand berujar (hlm. 319):

?Sebagaimana yang tertulis di Alkitab, sulit bagi Anda untuk tetap berpegang teguh kepada keyakinan Anda. Saya yakin pada suatu saat Tuhan akan menunjukkan sebuah bukti nyata kepada Anda. Bukti itu lebih kuat daripada keyakinan Anda sehingga membuat Anda putus asa. Satu-satunya yang dapat menolong Anda adalah doa. Semoga Tuhan memberkati dan mengasihi Anda, meskipun Anda tidak percaya dan berdoa kepada-Nya.?

Tampaknya usaha Karl May untuk menyelipkan dialog-dialog religi dan kemanusiaan bukan sekadar tempelan. Hal ini terbukti dari bagian dialognya dengan Old Wable tentang ketuhanan yang membutuhkan 14 halaman penuh!

Dalam buku ini Karl May juga menyinggung masalah rasialisme. Di masa itu kedudukan orang kulit hitam menempati strata terbawah, lebih rendah dari orang-orang berkulit merah (Indian). Dikisahkan, Bob, seorang negro yang merupakan sahabat Bloody Fox, tertangkap oleh suku Comanche. Tanpa pandang bulu Shatterhand berniat membebaskan Bob, suatu hal yang dianggap aneh dan ditentang oleh Old Wable. Dengan nada penuh ejekan Old Wable mengatakan bahwa (hlm. 190):

?Seorang nigger adalah mahluk rendah sehingga tidak ada gunanya membicarakan mereka. Orang kulit berwarna sama sekali bukan manusia sejati, kalau tidak Tuhan akan menciptakannya sebagai kulit putih!?

Dan, apa kata Old Shatterhand untuk menyangkal pandangan Old Wable? Dia merespons (hlm. 190-191):

?Sebaliknya dengan hak yang sama besarnya, seorang negro dapat juga mengatakan demikian: orang kulit putih sama sekali bukan manusia sejati, kalau tidak Tuhan akan menciptakannya sebagai kulit hitam. Saya pernah berkeliling dunia dan bertemu dengan orang-orang kulit hitam, coklat, merah, dan kuning. Setidaknya mereka sama baiknya seperti orang kulit putih.

?Semua manusia adalah ciptaan dan anak-anak Tuhan dan jika Anda menganggap bahwa Ia telah menciptakan Anda dari zat-zat yan paling bagus dan Anda adalah mahluk kesayangannya maka pemikiran Anda itu keliru dan sama sekali tidak dapat diterima.?

Masih banyak hal menarik yang akan kita temui dalam buku ini. Tokoh Old Surehand dengan masa lalu yang misterius membuat pembaca penasaran akan siapa sebenarnya Old Surehand ini. Kemunculan Apanatskha, seorang Indian Comanche yang memiliki fisik yang mirip dengan Old Surehand, dan pertemuan Old Shatterhand dengan ibu Apatskha yang memberinya beberapa petunjuk terselubung membuat pembaca bertanya-tanya, ?Apakah Old Surehand dan Apanatskha memang saudara sekandung??

Di penghujung kisah masih ada kejutan bagi pembacanya, senapan lagendaris (Senapan Henry, senapan pemburu beruang, dan senapan perak) milik Old Shaterhand dan Winnetou ini hilang entah kemana. Bagaimana mungkin? Apakah Shatterhand dan Winnetou akan berhasil mendapatkan senapannya kembali?

Ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab ketika kisah Old Surehand 1 harus berakhir karena kisahnya akan berlanjut di buku keduanya yang berjudul Old Surehand II: Di Jeferson City, dan Old Surehand III: Di Gunung Setan yang saat ini kedua-duanya masih dalam proses terjemahan.

Tentunya akan sangat menarik jika kita bisa membaca keseluruhan trilogi Old Surehand ini hingga tuntas. Kisah petualangan ini banyak mendapat pujian dan merupakan salah satu masterpiece Karl May. Banyak nilai moral positif yang terkandung dari kisah dan karakter tokoh-tokoh utamanya. Memang, sosok tokoh-tokoh baik (Shatterhand, Winnetou, Old Surehand) dalam karya ini bisa dikatakan sangat sempurna; sulit rasanya menemukan sosok seideal dan sebaik mereka dalam dunia nyata. Namun di sinilah kelebihannya, bukankah di tengah dunia yang serba abu-abu ini kita masih memerlukan patron ideal seperti Old Shatterhand dan Winnetou?
***

Leave a Reply

Bahasa ยป