Sajak-Sajak Mochtar Pabottingi

http://kompas-cetak/
Selalu Aku Menjelma dalam Hujan

Pada mulanya adalah panah-panah air
yang menari berloncatan di atas genang
di tabuh tambur daunan pohon-pohon pisang
Pada mulanya adalah mandi telanjang
di deras hujan di pancuran rumah berjenjang
di tingkah jingkrak kaki-kaki kencur
di kitar deru liuk batang-batang nyiur
Dari desa. Aku menjelma
Dan tumbuh. Dalam hujan
Di kota aku hadir pada lengkung kanopi kaca
waktu di atasnya awan berguguran
Aku hadir pada tetes-tetes gerimis saat menjelma sungai-sungai kecil
yang saling berpacu di kaca jendela
saat pesawat meluncur lepas landas
Aku hadir pada rintik di alismu yang kuseka dengan jemari
sebelum ciuman tak terlerai
Aku hadir pada siut angin baur hujan deru jalanan. Sebelum kasih pupus
Diringkus desau
Di suatu mesin waktu. Siapakah membuka bendungan raksasa
di angkasa. Sehingga rindu kembali menyiram
Siapakah melepas partikel-partikel masa kecil. Sehingga menyerbu
berseliweran. Menyatu dalam limbubu
dalam deru angin daunan bayang-bayang
Siapakah di sana itu. Yang kembali mandi telanjang
di bawah pancuran rumah berjenjang
Selalu aku menjelma
Dalam hujan

Rawamangun, Jakarta, 2003

Babadan, Rembang Kabut

Hingga ketinggian ini kawanan kabut menyerbu
Membelah waktu. Sementara kandil-kandil pilu
berayun di pucuk-pucuk cemara
di dasar lembah. Yang mengabur
ke masa lampau
Di bawah sana. Di lereng Merapi
Masihkah utuh dan padu
kenanganmu padaku sebagai kenanganku padamu
di jajaran pohon kelabu
Masihkah terekam desis-desis lahar. Saat birahi
menindih ngarai
seperti bisik tak berbatas hari. Dulu sekali
Sebelum tersapu bisu lindu
Pada lengang
Terus saja guncang bergema dari tembang
Terus saja delirium bergaung dari igau
Terus saja lampias berdesah dari balik gumpalan- gumpalan kabut
di sepanjang gugusan lembah
Meluluh lava. Dan angin windu

Yogyakarta, Musim Hujan, 2002

Buat sepasang sahabat: Lukia & Suwarsono

Leave a Reply

Bahasa ยป