Ilusi

Kavellania Nona Pamela

“Kenapa belum tidur?” Tanya Kudo pada jendela chatting di YM.

Vella melirik jam pada dinding berwarna biru. Pukul setengah dua belas malam. Ia mendesah pelan, menahan semua rasa sakitnya. Ia tahu persis alasan mengapa belum juga pergi ke alam mimpi. Kali ini ia merasa hatinya seperti sedang disayat-sayat, degub jantungnya tak stabil menahan perihnya sayatan itu. Tapi tetap saja air matanya enggan untuk keluar padahal ia tidak sedang menahan tangis. Mungkin kemarau telah datang pada matanya atas kejadian ini.

Vella lalu mengetik untuk menjawab pertanyaan Kudo tadi, “aku belum ngantuk.” Ketiknya singkat.

“Kok belum ngantuk?” Vella tidak segera menjawab pertanyaan kudo. Dia tahu Kudo pasti sudah hafal ini bukan jam terjaganya. Kebiasaan chatting berdua setiap malam telah membuat Kudo paham jam tidurnya.

Vella terkejut ketika hapenya tiba-tiba berbunyi. Dia meraih telepon genggamnya dan melihat nama Olief berkedip di layar monitor

Sudah tidur, Vel? Selamat tidur? semoga mimpi indah
Begitulah isi pesan singkatnya. Vella tidak membalas pesan singkat dari Olif. Ia pikir, mungkin tak lama lagi Olif akan segera pergi ke alam mimpi.

Setelah meletakan handphone di atas meja komputer, Vella hanya menatap hampa layar komputer, entah apa yang ada dalam pikirannya, dalam lamunannya kali ini. Semua terasa hampa. Ia lupa kalau harus membalas chatting dari Kudo. Hingga bunyi BUZZ dari Kudo, sedikit membuatnya tersentak. Jari jemarinya lalu asyik menari, merangkai kata untuk menjawab pertanyaan Kudo barusan.

“Aku mau chat sampai mata sudah gak kuat lagi untuk melek karena aku gak mau punya sedikit pun waktu untuk memikirkan mereka, menyakitkan…” Vella merasa mual saat mengetik, ia sadar penyakit maag-nya mulai kumat. Itu berarti kejadian ini memang benar-benar membuatnya shock, “aku permisi ke toilet dulu sebentar,”

“Oke. Ditunggu!”

Benar saja sampai di kamar mandi, Vella memuntahkan semua isi perutnya. Rasanya benci sekali kalau kejadian semurah ini harus berpengaruh pada kesehatannya. Ia terus memuntahkan isi perutnya sampai benar-benar kosong dirasakannya. Ironis, air matanya keluar tanpa henti. Ia terisak. Sungguh ia benci, ia malu pada dirinya sendiri. Apa yang ia alami sekarang hanya sebuah kebodohannya dalam konsekuensi menjalani cinta dunia maya. Tangisnya pecah seketika dalam keheningan malam dan kesendiriannya.

Beberapa lama Vella puas untuk menangis dan berharap besok-besok tidak akan lagi air mata yang keluar hanya karena hal sepele seperti ini. Setelah tenang, ia menyalakan kran air untuk membasuh muka, setidaknya ada ketenangan menyelimuti ketika dinginnya air menempel pada muka. Lalu ia kembali duduk di depan komputer. Hanya ada jendela chatting Kudo di layar. Ia sengaja invis karena tidak ingin diganggu.

Lagi-lagi Vella menatap status tidak jelas dari Wawan, berupa sebuah pengakuan bahwa dirinya sudah memiliki istri. Ironis sekali istrinya ternyata adalah Nuri. yang Vella kenal sebagai adik angkatnya Wawan, sahabat Vella sendiri. Ia seperti ditikam dari belakang dan dibunuh perlahan-lahan oleh mereka, hingga rasa sakitnya lebih dari sakit sekedar patah hati biasa.

BUZZ dari Kudo telah membuat Vella menepis semua rasa sesaknya. Ia lalu kembali menarikan jari jemarinya pada keyboard, “sori lama.” Ketik Vella.

Vella lalu membuka browser mozila dan langsung mengetikan alamat site kemudian.com. Ia lmelihat-lihat sekilas semua hasil tulisannya pada site tersebut. Ia membaca tag demi tag dan persembahan pada masing-masing cerita. Lalu ia kembali membuka jendela chatting Kudo.

“Kini aku mengerti kenapa aku gak pernah ikhlas jika persembahan cerita untuk Angga, harus aku gantikan untuk Wawan. Apalagi cerita yang berjudul Mutilasi Cinta. Sumpah aku gak pernah rela karena cerita itu murni inspirasi dari Angga.” Vella mengetiknya penuh emosi.

“Ahak ahak hak…” Balas Kudo sambil menunjukan icon ketawa, “Edit saja semuanya kalo kamu gak ikhlas. Balikin lagi persembahannya untuk Angga. Lagian, kenapa juga dulu kamu mau memenuhi permintaan dia.” Kali ini Kudo menunjukan icon menjulurkan lidah, meledek Vella.

Vella tersenyum pahit, “itu atas nama sebuah? konsekuensi jika aku masih berhubungan dengan dia.”

“Bukan atas nama cinta donk.”

“Aku benci percintaan dunia maya jika harus berakhir seperti ini.” Vella menekan tombol enter, lalu kembali mengetik, “percintaan penuh dengan kebohongan.” Kesal Vella.

“Ahak ahak? sudah buruan diedit, nanti jadi lupa lagi.”

Untuk selanjutnya Vella kembali menuliskan nama Angga pada masing-masing cerita yang memang ia persembahkan untuk Angga. Ada perasaan lega ketika selesai mengeditnya. Ia merasa kantuk sudah tidak bisa lagi ditahan. Setelah pamit dengan Kudo, ia langsung beranjak ke alam mimpi.
***

Percakapan chatting pukul 01:07:02 AM

kudo_christian: kenapa terbangun?
kavellania: justru aku bersyukur telah terbangun dan berharap untuk tidak tidur lagi
kudo_christian: aneh kamu, lalu apa gunanya tercipta waktu tidur kalau bukan untuk istirahat?
kavellania: kalo aku tertidur, aku takut akan memimpikan mereka lagi
kudo_christian: itu karena kamu belum bisa berhenti memikirkan mereka, bahkan kamu tidak pernah bisa untuk melakukannya
kavellania: sembarangan kamu, aku bisa kok untuk berhenti memikirkan mereka
kudo_christian: halah, masih mengelak pula. Kamu tidak akan bisa, Vella selama rasa sayang kamu pada mereka masih ada.
kavellania: (tidak ada balasan)
kudo_christian: apa susahnya untuk mengaku?
kavellania: semoga saja besok aku segera berhenti memikirkan mereka
kudo_christian: kita lihat besok.
***

Sudah beberapa hari terakhir Vella gusar karena Wawan tak pernah memberi kabar lagi. Padahal hampir setiap hari Vella selalu kirim pesan singkat dan telepon. Namun tak ada respon sama sekali. Sudah delapan bulan terakhir Vella menjalin cinta dunia maya dengan Wawan. Entah atas dasar apa Vella memutuskan untuk menjalani hubungan yang penuh resiko itu. Cinta? Jujur saja, jauh di dalam hatinya, tidak ada rasa cinta sama sekali untuk Wawan. Ia sendiri tidak bisa mengerti, mengapa hubungan ini bisa terjadi.Pastinya, Vella hanya merasa senang dengan hubungan ini, persahabatannya dengan Nuri semakin dekat.

Hujan deras terus mengguyur kota Cirebon tanpa henti. Vella baru saja pulang mengajar di TK Kasih Ibu yang letaknya di Jalan Tuparev. Ia sedang menanti angkot di depan sekolah dengan menggunakan payung. Tiba-tiba saja ada getaran dari saku celana. Tanda ada panggilan masuk dari HP. Ia buru-buru mengambil HP tersebut dari saku dan ia lihat tulisan Lovely pada display HP. Ada senyum lega menghiasi wajahnya ketika akan menyapa si penelepon.

“Halo.. Wawan, akhirnya kamu telepon aku juga. Kemana ajah?” Sapa Vella pada seseorang di seberang sana.

“Bukannya kamu senang aku sudah tak menghubungimu lagi?” Suara Wawan terdengar tidak bersahabat malah terkesan sinis.

Vella mengerutkan kening. Ada apa ini? Tanyanya dalam hati, “kenapa kamu bilang begitu?” Vella heran dan bingung.

“Kamu senang kan? Karena akhirnya kamu bisa dengan bebasnya bersama Angga.”

Vella mendesah kesal, “masalah itu lagi? Bukankah beberapa Minggu yang lalu aku sudah menjelaskan semuanya tentang Angga?” Ini yang Vella tidak suka dari Wawan, selalu saja mengungkit masalah yang seharusnya sudah selesai.

“Kamu pikir aku percaya begitu saja dengan semua penjelasan kamu yang penuh kepalsuan itu. Aku gak sebodoh yang kamu pikir, Vella. Aku tahu ada apa sebenarnya antara kamu dengan Angga.”

“Memang ada apa dengan aku dan Angga, heh!?” Vella mulai emosi.

“Kamu suka sama dia kan? Dan kamu itu sebenarnya bingung untuk memilih antara aku dan Angga. Kalau itu terjadi, sori ajah ya, Vel karena aku bukan pilihan.”

Tiba-tiba telepon diputus secara sepihak dari seberang sana. Vella terkejut setengah mati. Perasaannya mendadak kacau dan gelisah. Ia tidak tahu harus balik menelepon Wawan atau mendiamkannya saja. Sejujurnya, ia sudah lelah dengan sifat cemburunya Wawan. Saat ini tidak ada yang lebih baik, selain ia harus segera pulang ke rumah untuk menenangkan dirinya.

Vella tidak bisa menyalahkan Nuri atas kemarahan Wawan meskipun ia tahu, pasti Nuri yang memberitahu Wawan perihal Angga. Dalam hal ini ia mengaku salah. Gimana lagi, sebelum Wawan hadir dalam hidupnya. Ia memang sudah menyukai Angga. Sayang sekali Angga terlambat menemuinya. Saat Angga mengungkapkan perasaannya pada Vella ternyata ia sudah menjadi milik Wawan.
***

Saat aku sadar bahwa aku sudah menyayangi dia, ternyata semuanya sudah terlambat. Aku menyesal, Lif

Pesan singkat itu Vella kirim ke Olif, lalu ia langsung menyalakan komputer untuk segera OL di YM. Ternyata ada offine message dari Wawan, berisi:

Vella itu memang cintanya sama Angga. Semoga kamu bahagia deh sama dia. Aku minta sama kamu, cukup aku saja yang kamu beginikan. Cukup aku?

Vella benci membaca pesan itu, sangat benci! Saat ini perasaannya sudah mulai tumbuh untuk Wawan. Ia tidak mau kehilangan Wawan. Tapi, ia sudah terlanjur emosi membaca pesan itu. Seolah-olah dalam hal ini memang ia yang salah padahal ia sama sekali tidak bersalah. Akhirnya Vella mengirim pesan singkat ke HP Wawan.

Kamu tidak tahu perasaan aku saat ini seperti apa. Kamu tahu, kalau kamu merasa kamu memang bukan pilihan. Itu terlambat karena hati aku sudah memilih kamu. Aku sudah memutuskan untuk menanti kamu. Tapi kalau ternyata kita harus berakhir saat ini juga, aku hanya berharap kamu tidak menyalahkan siapa-siapa apalagi Angga. Dia tidak tahu apa-apa tentang kita.

Dengan air mata yang terus mengalir, Vella menanti balasan pesan singkat itu. Ia tidak mengerti mengapa ia bisa menangis seperti ini karena Wawan, tepatnya karena seseorang yang sama sekali belum ia temui. Apa benar ini yang namanya perasaan sayang? Apa benar ini cinta? Jika benar, cinta macam apa yang terjadi pada dirinya kali ini. Apakah di dunia maya cinta itu memang ada? Entahlah, namun saat ini Vella merasa, ia sangat takut kehilangan Wawan.

Satu jam kemudian pesan singkat itu baru dibalas oleh Wawan,
Aku hanya ingin kamu minta maaf dan berjanji tidak membagi hati kamu sama siapapun termasuk Angga. Aku masih mencintai kamu dan masih ingin memberikan kamu kesempatan untuk bersamaku kembali. Satu lagi, tolong kamu hapus semua nama Angga dari artikel-artikel kamu.
***

Suasana stasiun Cirebon pagi ini tidak begitu ramai. Hanya ada beberapa penumpang saja yang akan berangkat ke tempat tujuan masing-masing. Vella melangkah terburu-buru menuju pintu gerbang keberangkatan. Ia membawa satu koper dan tangan satunya memegang sebuah tiket kereta api dengan tujuan kota Jakarta.

“Kenapa mendadak seperti ini?”
Pertanyaan Angga membuat langkah Vella mendadak terhenti. Sejenak Vella menatap Angga. Masih saja ada getaran. Sebuah getaran yang membuat Vella sadar bahwa masih ada secuil rasa pada hatinya untuk Angga. Namun ia buru-buru menepisnya.

“Semuanya sudah kurencanakan dari awal. Tidak ada yang mendadak.” Tegas Vella.
“Kamu pergi karena Wawan kan? Kamu pergi atau tetap di sini, sama sekali gak ada bedanya, Vel. Toh mereka tetap saja tidak tahu bagaimana sakitnya hati kamu karena mereka hanya ada dalam dunia maya.” Angga menatap Vella tajam, “Mereka hanya ada dalam khayalan, Vel!” Tegas Angga.

Vella menunduk dan tersenyum pahit. Ia berusaha menahan agar jangan sampai air matanya keluar. Ia menghirup napas sejenak untuk menguumpulkan kekuatan lalu ia menatap Angga sambil tersenyum.

“Khayalan atau bukan, aku tetap akan pergi untuk menyembuhkan luka aku terhadap mereka.”

“Baiklah kalau memang itu sudah keputusan kamu. Semoga menjadi yang terbaik.”
“Terimakasih, aku pamit.”

Vella lalu melangkah menuju pintu gerbang keberangkatan diikuti oleh Angga. Ia menyerahkan tiket untuk diperlihatkan pada penjaga gerbang itu.

“Kapan kamu akan kembali?” Tanya Angga sambil menatap Vella penuh harap.

“Aku tidak akan pernah kembali ke kota ini tapi.. aku akan menunggu kamu untuk menyusul aku ke sana jika sudah tiba waktunya.”
***

Percakapan chatting pukul 11:15:02 PM

kudo_christian: kukira tidak akan menemuimu lagi di YM
kavellania: hahahaha? Itu kemarin, saat belum ada koneksi internet di tempatku bekerja. Kenapa? Kangen?
kudo_christian: dikit ahak ahak? gimana keadaanmu sekarang?
kavellania: baik sekali. Aku menikmati indahnya suasana kemacetan di Jakarta
kudo_christian: kurasa gak ada yang indah tuh dari kemacetan
kavellania: karena kamu gak menikmatinya
kudo_christian: lalu bagaimana dengan mereka? Mereka yang membuat kamu ada di Jakarta.
kavellania: sudah kubilang, aku pasti bisa berhenti memikirkan mereka. Buktinya, besok aku akan ke Batam selama beberapa hari karena urusan kerja
kudo_christian: wowww!!!! kamu akan menemui mereka?
kavellania: pasti, mungkin salah satu dari mereka ada yang jadi patner kerja aku secara kantor kita sama.
kudo_christian: heh? pelampiasan dendam dong.
kavellania: enggaklah. Mereka sudah masa lalu, Kudo. Satu hal kini yang aku sadari adalah dari dulu sampai sekarang aku hanya?
kudo_christian: hanya?
kavellania: Mencintai Angga.
***

Cirebon, 9 Maret 2009
Cerita ini aku persembahkan untuk Takiyo

Leave a Reply

Bahasa ยป