RINDU-INGATAN DUNIA PUITIS

Nurel Javissyarqi*
http://forum-sastra-lamongan.blogspot.com/

Rindu merupakan bentuk anganan yang kedalamannya ada kerja penggalian, mengeruk memori demi dihasilkan kepada tataran pengorganisasian ingatan. Atau rindu berdaya magnetik yang jangkauannya halus nun jauh sejenis gravitasi.

Namun kerinduan itu tidak dapat dibuat-buat serupa penciptaan magnit buatan, sebab dirinya berangkat dari daya gugah. Dan ingatan rindu sebagai pembentuk kesadaran akan hasrat menguasai. Yang lama-kelamaan bertambah hingga yang dirindukan menjadi realitas tersendiri, mendapati logika pengayaannya di kala menyampaikan tujuan.

Sangat logis setiap tanda dimaknai sebagai tahap tingkatan proses hayati, yang jabarannya sedari pengembangan asal terindukan. Ingatan sebagai sarana memasuki, sedangkan rindu melogikakan setiap lelapisan rasa, yang melahirkan sosok penentu logika.

Rindu ialah fitroh yang terbentuk melewati pendekatan paling halus, memiliki ikatan emosi di dalam merasai realitas masa depan. Dan insan akan mencapai derajat tertentu, sekumpulan waktu yang sanggup dirindukan. Jika menyetubuhi waktu-waktu intim; kehalusan masa menterjemahkan kesunyian dingin teramat genting.

Hal ini terangkat kalau merenungi ceruk penalaran lain, dengan menggali daya di bawah sadar penciptaan. Sejenis membangkitkan perasaan pembaca dengan kesungguhan -pernah. Rindu dan ingatan selalu beriring menjalani titah tuannya, memiliki kekayaan masing-masing yang saling melengkapi.

Tampilannya sejenis sugesti kepercayaan, keyakinan diri atas dirindukan di depan penalaran yang -nyambung. Pergumulan bathin mengelolah realitas-perasaan, atau kesadaran bersenggama antara data dan anganan.

Lebih jauh memasuki logika rasa dengan tangkapan telinga. Suara-suara terngiang, semisal membaca di kedalaman bathin menggema. Menciptakan kenangan yang turut menjadi fungsionalitas data.

Logikanya serba mungkin, tetapi kadang menangkapnya dengan porsi berbeda. Maka keraguan yang tampil di sana, suatu waktu menjelma penentu jika terus diberlakukan penelitian seksama. Keraguan menjelma kendala hadirnya kenangan, namun bisa juga berubah momok rindu jika melewati tahap-tahap yang sedang kasmaran.

Kerinduan itu hasrat penguasaan dalam, yang berkembang jika dirawat dengan kemampuan merasai, merayu muara waktu menuju jarak terdekat. Kerinduan menerjemahkan lelapisan kalbu, mengusap kekabutan masa, menyingkap gambaran bisu percakapan hening. Lalu memasuki wilayah paling sakral, saat dihadapkan yang dirindukan.

Pertemuan seolah mimpi atau kejadian lepas kendali, kalau tidak ditarik ulang dari mana datangnya. Lamat-lamat tidak menemukan, seumpama menangkap kabut, tak bisa menceritakan lebih. Atau sebuah maksud terimakasih yang tak dapat dikisahkan juah. Sebab ungkapannya begitu dalam, serupa rindu yang tengah tersampaikan, atas ketulusan merajai maksud tujuan.

Ini bukan kawasan sulit diterima, kala mengembangkan rindu demi masa-masa khusyuk. Yang seolah tidak bersambungan, tetapi mengetahui sejauh mana nafas-nafas ikhlas memberi-menerima. Rindu sebelum bertemu itu kebisuan, ingatan terkembang di garis kepayahan. Waktu-waktu lambat penuh perasaan, percepatan memori berkelebat, seolah tak berkaki kesadaran.

Di kedalaman tanah terkandung kepahitan, dingin menusuk hati hingga tak sanggup merasai. Ini rindu meluluh-lantangkan ingatan ke penguburan. Namun ketika angin perasaan tropis bertiup, rerumputan hidup kembali, seolah tak pernah terjadi kemarau panjang.

Dan perasaan perindu terus menyusuri jalan-jalan tiada ujung, kalau tidak meneguhkan niatan ulang, menyetiai sungguh yang terindukan. Lalu kuncup-kuncup bunga bermunculan, bersama nafas-nafas meniup kebahagiaan; kerinduan itu mata rantai kuat akan ingatan.

*) Pengelana 01, 09 Magelang-Lamongan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *