http://oase.kompas.com/
MATAHARI
Akhirnya kereta itupun pergi
Membawa matahari
Meninggalkan aku sendiri
Peson sepi. Stasiun sepi
Tiba-tiba kota ini menjadi kota mati
Para penghuninya menggali lubang dalam sekali
Menciptakan gap menganga jurang mengubur diri
Dan jalan-jalan lengang kulalui sendiri
Rumah sepi. Tak ada penghuni
Kemana engkau pergi?
Aku mencari-cari
Memecahkan sebuah misteri
Tengah malam kesepian semakin menjadi-jadi
Hujan turun sejak tadi
Kucoba membuat sebuah puisi
Tak pernah jadi
Ketika pagi-pagi aku pergi
Mencari matahari
Terasa cuma aku sendiri
Tak ada yang lain hadir di sini
Di hati
Begitu berhari-hari
Bila engkau kembali?
Betapa kuncup bunga mekar berseri
Betapa kicau burung riang bernyanyi
Dan betapa seharusnya engkau sadari
Bahwa kuncup bunga yang mekar berseri
Kicau burung yang riang bernyanyi
Adalah bisikan hati:
– Betapa sepi ketika engkau pergi
Aku rindu sekali
Rindu berbincang dari hati ke hati
Dari hari ke hari
burung-burung kecil
saat matahari terbit
burung-burung kecil berbondong-bondong
bercerucit: bernyanyi atau juga berkeluhan
berceritera tentang harapan dan pengalaman
tentang perubahan zaman
bekerja membanting tulang
banting setir memutar haluan
mencari kemuning padi
dalam permainan waktu berjudi
tempatnya berpijak
ranting-ranting
kering nasibnya bergantung di sana
di ladang-ladang sisa
sawah-sawah perubah menjadi pabrik!
SENDIRI
Resah bertebaran di ranjangku
Bantal di mataku
Guling di dadaku
Aku bagaikan pemburu
Mengejar-ngejar bayanganmu
yang kurindu
Melepas seribu peluru
Melesat ke langit biru
Angin bermain di dahan-dahan jambu
berloncatan
di halaman rumahku
Riuh di dalam jiwaku
Di luar langit mulai kelabu
Dan hujan datang menyergapku
Aku kehilangan jejakmu
Aku kedinginan dan beku
SAJAK TERAKHIR
Sebuah ruang
Tanpa pintu
Tanpa lampu
Tanpa kamu
Tujuh rupa kembang
Ditabur di luarnya
Didalamnya aku
Terbujur kaku