Sajak-Sajak Timur Sinar Suprabana *

kompas.com

di mata Rindu
:cerita buat eL

di mata Rindu
barangkali aku cuma mripatdadu
tapi di mata Rindu
tiada bisa Jerit menjeratku

padahal telah ia pertaruhkan
seluruh harapan
dan padahal telah ia retaskan
segala pautan

di mata Rindu
di pandang yang menempurungiku
sungguh justru
kutemu Kalbu

luar biasa biru

di mata Nestapa

di mata Nestapa
tiada kusua cinta
segala kosong menjelaga
semua hampa
meraya
kelabu tua

rimbun dan rimba
oleh derita
oleh rasa sengsara
oleh daya siasia
kerna di mata Nestapa
jiwa selalu menghunus pedangnya

terarah ke jantunghati bungabunga

di mata Gulita

tak ada jelita
membayang di mata Gulita

tak ada gerimis hari senja
meriwis di mata Gulita

tak ada warna bungabunga
merona di mata Gulita

tak ada
selain Tiada

sungguh tak ada

di mata Malu

di situ
apa yang kaulihat masih berpintu

selain syahwat memerah dadu

itulah sebab mengapa di mata Malu
tiap riwayat bercadar ragu dan bisu

selalu

di mata Kata

tiap hari
badan, tubuh dan diri
teruji Janji
sampai hijaulesi

di mata Kata
jiwa senantiasa ditempa
biar keluar kilaunya
biar berubah biru merahnya

meski bukan oleh tangantangan dewa

di mata Bunga
:dalam mimpiku
gus mus bersorban Ungu

timur tidur
mendaur umur
di tidur timur
tiada yang pejam atau mendengkur

:hening sunyi tak terkata
namun tiada kosong terpeta
kerna kangen dan cinta
mengembuni nafas tidurnya

tiap ketika timur tidur
ombak, angin dan bintangbintang berbaur
senyum, bisik dan pelukcium bertabur
beri nyala segala suar dan saur

:gema menggempita tak terkira
berjalinpilin saling menyatakan cinta
kerna yang paling dibutuhkan dunia
memang sedang hanya Cinta

ungu bersemu merahdadu

di mata Cinta

di mata Cinta
tak mukim cuma Cinta ternyata
lebih banyak cinta ketimbang Cinta
tanpa pandang mata gembira

di mata Cinta kau bisa pilih sesukasuka
mana jenis luka dan bahkan nestapa
yang semula kau sangka Cinta
ternyata tapi hanya sekadar cinta

“ikutlah aku,” bisik Kalbu
tapi engkau memilih terpedaya kilau itu
meninggalkan Ia yang berbisik kepadamu
menjadikannya bertahun menanggung Rindu

“selalu kutunggu pulangmu,” ratap Kalbu
tapi engkau menuju Pergi ke banyak pintu
meski padahal jalan tiada berbatubatu cuma satu
tapi kaupilih yang berbadaibadai itu

apakah kerna engkau muda dan jelita
apakah kerna engkau perkasa penuh nyala
apakah kerna engkau merasa diri putra angkasa
apakah kerna engkau putus asa

di mata Cinta ada yang pelahan berkata,
“aku tak mengenalmu, Kanda.”

di mata Tanya

ya
dan Ya
kau
dan Kau
meraya
berkilau
di mata Tanya

demi Masa

di mata Tidak

angin
baru saja singgah
sebentar
mengapung
termangu di depan papan nama
jejaknya tertinggal sedih
di tiap huruf

“siapa?” tanyamu. “engkaukah
yang mencongkel huruf we
di papan nama itu?”

cinta. kataku. mungkin Cinta

ia menggeleng
menghela nafas
sebelum menggumam suam
“pasti bukan Cinta
kerna sudah lama ia
tak lagi pernah menyambangi kita.”

o, betapa andai bisa
kembali kuusap airmata

tentang Debu

debu
di kalbu
luruh
terbasuh
senja
ditunggu Jiwa
malam
tak kelam

ingin yang congkak
sejenak terdepak
sebentar tunduk
merunduk
rembulan Jelita
mempesona
doa terkirim
takzim
biru
:sepenuh Rindu

tentang Kilau

o, siapa gemerlap mencahya dalam senyap
berkilau mengertab seluruh gelap
tak tergoda di gelombang coba
tak berpaling meski terpelanting

o, siapa selain Pencinta
…..
:engkau, Saudara
semoga di antara mereka

ada!

tentang Riang

ada yang bernyanyi
menari
dalam sunyi
:meminang hati

ada yang menanda usia
menakik nama
dalam cinta
:menghijaukan jiwa

malam terhampar
menggeletar
berbinar
:membirukan debar

doa, wirid dan dzikir
membulir bergulir
mengalir
:membeningkan pikir

lindap
tapi tak Senyap!

tentang Mata

mata mati, hati lahir kembali.
caci mati, negeri semi lagi.

ketika mata mati caci mati
ketika hati lahir kembali
ketika negeri semi lagi
:kita punya hari buat nyanyinari

meski dalam sunyi
walau di urat sepi
tapi telah jauh kita dari api
dari kata dan pandangmata berduri
yang bertahun bikin hidup nyeri

sekarang
di sini
selain terang
: mati

mati Sudah

di hati hari
cinta Mati

di cinta Mati kabut tak terperi
menyungkup negeri

ragu
mangu
:tiada yang tak kelabu

bahkan kalbu telah pula berdebu
dan kehidupan mulai selalu tersedu

kerna di hati, di hari
cinta Mati

2008

*) Menyair sejak lebih duapuluhtahun lalu. Sajak-sajaknya terpublikasikan melalui pelbagai media massa cetak yang terbit di Tanah Air dan terhimpun dalam 22 antologi puisi. Selain menyair, Timur juga rajin mengkomunikasikan sajak-sajaknya melalui pertunjukan seni baca puisi di berbagai kota di Indonesia. Kumpulan sajaknya, sihirCinta, terbit Februari 2008. Timur juga menulis cerita pendek, bermain drama, aktif dalam forum-forum bersusastra serta mengelola rumah budaya gubuGPenceng. Penyair ini tinggal di Semarang. Email: timursinarsuprabana@gmail.com.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *