INSPIRASI KEBANGKITAN NASIONAL

Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Bagaimana perkara sesungguhnya yang terjadi di seputar lahirnya kebangkitan nasional (20 Mei 1908) yang kerap dihubungkan dengan Boedi Oetomo (selanjutnya disingkat: BO), sebuah organisasi yang dibentuk beberapa pemuda Jawa yang seolah-olah mengesankan hendak mengusung semangat primordialisme? Sejauh mana pula signifikansi elan BO?semangat kebangsaan (Jawa?), ditempatkan sebagai organisasi awal yang menandai kebangkitan kebangsaan Indonesia? Bagaimana pula sastrawan Indonesia ketika itu menerjemahkan makna kebangkitan nasional?

Boleh jadi gagasan beberapa pelajar Stovia ketika itu tak hendak mengumandangkan semangat kebangsaan, meskipun percikan tentang itu telah bermunculan dalam berbagai tulisan pers. Awalnya tampak sederhana: mengingat biaya sekolah begitu mahal, bagaimana orang-orang Jawa dapat bersekolah. Pemerintah (kolonial Belanda) memang menyediakan sejumlah sekolah. Tetapi, yang dapat bersekolah hanya bangsawan Jawa yang kaya. Atau, keturunan Eropa, meski tak kaya. Biaya sekolah yang mahal inilah yang mendorong para pelajar Stovia itu mendirikan BO. Tujuannya, coba menghimpun dana untuk biaya sekolah orang Jawa.

Sebelum itu, sejak 1905,Dokter Wahidin Soedirohoesodo, Ketua Redaksi Retnodhoemilah, secara gencar menulis tentang pentingnya pendidikan. Pintu gerbang kemajuan adalah pendidikan. Jika bangsa ini hendak maju meninggalkan keterbelakangan, ia harus bersekolah meraih ilmu pengetahuan, begitu propagandanya. Di samping itu, pada November 1906, Wahidin menanggalkan jabatannya di Retnodhoemilah dan kemudian berkeliling ke beberapa kota di Jawa menjumpai para bupati dan pejabat pemerintah (pribumi) untuk menghimpun dana pendidikan (studie fonds). Maka, ketika ia singgah di Jakarta (Batavia) akhir 1907, dan sempat jumpa dengan pelajar Stovia, lemparan gagasannya tentang dana pendidikan ini, klop benar dengan kegelisahan mereka. Pertemuan itu pula salah satu yang mendorong beberapa pelajar Stovia itu segera mendirikan BO.

Minggu, 20 Mei 1908, dalam sebuah rapat yang dihadiri sejumlah pelajar dari Bandung, Bogor, Jakarta, Magelang, Probolinggo, dan Yogyakarta, Soetomo ?dalam usia 20 tahun?mencanangkan berdirinya organisasi bernama Boedi Oetomo. Di belakang Soetomo, ada pula nama-nama antara lain, Goenawan Mangoenkoesoemo, Soewarno, Goembreng, Mohammad Saleh, dan Soelaeman. Orang-orang muda inilah yang melahirkan BO.
***

Selain berbagai problem yang terjadi dalam dunia pendidikan, juga penghinaan terhadap bumiputra yang mendorong kelahiran BO. Maka kesadaran pentingnya segera meraih kemajuan melalui dunia pendidikan?persekolahan?menjadi wacana yang aktual yang berkembang ketika itu. Bahkan, dalam Kongres Pertama BO di Yogyakarta, BO Cabang Jakarta mengusulkan 15 Pasal yang dalam Pasal 6, eksplisit mencantumkan perkara pendidikan wanita: ?Pendidikan dan pengajaran bagi gadis dan wanita pribumi.? Bersamaan dengan itu, perkenalan dengan alat cetak yang kemudian mendorong usaha percetakan?penerbitan yang pada gilirannya juga melahirkan bahan bacaan ?buku, suratkabar, dan majalah?makin meneguhkan betapa penting sekolah sebagai pintu gerbang kemajuan.

Begitulah, berbagai tulisan dalam pers pribumi, isu dan lontaran gagasan dalam berbagai kerapatan, dan gerakan kesadaran untuk memajukan pendidikan bagi pribumi menjadi semacam gelombang yang menyebar ke wilayah Nusantara dan memasuki berbagai organisasi. Dalam konteks itu, terjadi perkembangan orientasi dalam gerakan BO. BO yang semula hendak menghimpun dana untuk membantu pelajar Jawa, mulai memaknai ?Jawa? sebagai wilayah kepulauan, maka di sana tercakuplah suku Betawi, Jawa, Sunda, Madura.

Alasannya sederhana, mereka mempunyai kesamaan kebudayaan. Maka, menghimpun suku-suku etnik dalam sebuah wadah organisasi akan melancarkan usaha BO. Bahkan utusan Betawi mengusulkan agar dana masjid dapat disisihkan untuk membantu biaya pendidikan (sekolah). Perkembangan orientasi ini juga ternyata didukung oleh etnis Tionghoa yang berada di pulau Jawa. Belakangan, konsep boemipoetera dimaknai lebih luas: boemipoetera sebagai penduduk Nusantara. Maka, dari sanalah munculnya organisasi etnik, seperti Jong Sumatranen Bong, Jong Celebes, dan lain-lain. Organisasi itu lahir bukan lantaran semangat primordialisme, melainkan atas kesadaran kebangsaan?keindonesiaan.
***

Dalam sebuah artikelnya, Muhammad Yamin, bahkan menyebut Kebangkitan Nasional yang dirintis BO sebagai awal Indonesia memasuki zaman Renaisance. Dalam pidatonya yang bertajuk ?Bangsa dan Kebangsaan? yang dibacakan pada Kerapatan Besar Indonesia Moeda yang Pertama, di Surakarta, 29 Desember?2 Januari 1931, Yamin menegaskan bahwa ketiga faktor yaitu (1) Indonesia sebagai Tanah Air yang secara geografis tercakup dan wujud sebagai wilayah Nusantara; (2) Indonesia sebagai bangsa yang mempunyai sejarah panjang keagungan raja-rajanya; dan (3) Indonesia yang terdiri dari berbagai sukubangsa, etnis, agama, dan bahasa yang mendiami pulau-pulau besar dan kecil yang dipersatukan oleh kesadaran menggunakan bahasa yang sama sebagai alat komunikasi. Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dilahirkan atas kesadaran pada ketiga faktor itu. Maka, kesadaran akan pentingnya ketiga faktor itu tidak ada artinya jika Indonesia tetap berada sebagai bangsa terjajah, maka kebangunan merupakan hal penting untuk mencapai kemerdekaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *