Ribuan Orang Melayat W.S. Rendra

Putri Kemala, Mila Novita
sinarharapan.co.id

Ken Zuraida, istri almarhum W.S. Rendra, menyanyikan lagu Singgah-singgah di depan jenazah sang budayawan. Seusai menyanyi ia mengucap kalimat singkat: Saya rasa, saya tidak sanggup menjadi penerus Bengkel Rendra. Saya juga merasa kurang berbakti kepada Mas Rendra. Maafkan saya, Mas. Tetapi saya cinta pada Mas.

Seusai mengucapkan kalimat itu, sekitar pukul 11.30 WIB jenazah Rendra dibawa ke musala untuk disembahyangkan. Budayawan dan penyair yang meninggal, Kamis (6/8), pukul 22.05 WIB itu akan dimakamkan sehabis salat Jumat, tidak jauh dari makam Mbah Surip yang meninggal dua hari sebelumnya.

“Tempatnya memang sudah dipersiapkan sejak lama. Rendra juga minta dimakamkan di bawah pohon rindang,” kata adik ipar W.S. Rendra, Iwan Burnani di rumah duka Bengkel Teater Rendra, di Depok, Jumat (7/8) pagi.

Tempat pemakaman seluas sekitar 100 meter persegi tersebut memang dipersiapkan sebelumnya untuk sejumlah seniman dan aktivis, seperti Roedjito (seniman teater Artistik), Arie Mocoi, Indra Kesuma Budenani, Ria Rumondang Pardede, Semsar Siahaan (pelukis dan perupa), dan Mbah Surip.

“Ini bukan makam keluarga, siapa saja boleh kalau mendapat persetujuan keluarga Rendra,” katanya. Ribuan pelayat hadir di tempat pemakaman. Sejumlah pejabat dan artis datang melayat ke rumah duka tersebut, seperti Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Wakil Wali Kota Depok Yuyun Wirasaputra, Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan, dan Jenderal (Purn) TNI Wiranto.

Dari kalangan seniman hadir, antara lain Slamet Rahardjo, Putu Wijaya, Virgiawan Listianto atau yang lebih dikenal dengan Iwan Fals, Deddy Mizwar, Tarzan, Jamie Aditya, Adi Kurdi, Connie Constantia, dan Bens Leo. Putra dan putrinya yang sedang ditunggu kedatangannya adalah Yonas yang berada di Kalimantan, serta Naomi, Rachael, dan Semy yang tinggal di Yogyakarta. “Sekarang mereka sedang dalam perjalanan,” katanya.

Sebelum dimakamkan, Jero Wacik menganugerahkan penghargaan Satya Lencana sebagai pahlawan budaya nasional. Saya merasa sangat berduka atas nama pribadi. Saya mengenal Rendra sejak 40 tahun lalu, saat dia masih duduk di bangku SMA. Kesan saya yang paling mendalam dari seorang Rendra adalah saya harus menggalakkan teater karena dari teaterlah akan muncul bibit-bibit baru yang lebih baik lagi.

Saya merasa tersanjung ketika Rendra mengatakan film dan musik sudah maju. Dan ‘PR’ saya terbesar adalah teater, katanya dalam sambutannya.

Klara Sinta, putri Rendra, mengatakan bahwa Rendra tidak ingin perjalanan panjang sakitnya ini diumbar. “Saya bicara untuk ketenangan dan kedamaian bapak, ayah, sahabat, dan untuk keluarga, dan semua kerabat yangg datang ke sini. Saya tahu ini perjalanan yang sangat panjang dari beliau. Apa, kenapa, dan perjalanan panjang ini harus dilaluinya tidak akan saya umbar di sini karena beliau ber?pesan, beritahu mereka pada waktu yang tepat,” ungkap Klara.

Peduli Masyarakat

Rektor Universitas Paramadhina Anies Baswedan ketika diminta komentarnya menyatakan, WS Rendra merupakan orang yang tidak pernah memandang masyarakat dengan basa-basi. “Saya sangat mengagumi beliau, karena dalam memandang masyarakat tidak basa-basi,” kata Anies. Dia mengatakan, dirinya selalu datang ketika acara-acara yang diselenggarakan oleh WS Rendra, baik pembacaan puisi ataupun diskusi.

“Banyak yang bisa dipelajari dari beliau, terutama masalah kemasyarakatan,” ujarnya. Anies menilai kejujuran ekspresi merupakan hal yang selalu melekat pada diri Rendra dan Rendra tidak pernah terpesona pada harta duniawi. Rendra juga dinilai sebagai sosok yang telah menyadarkan masyarakat dengan perspektif yang dimilikinya. “Beliau adalah orang yang telah menyadarkan kita dengan semua perspektif berbeda yang dimilikinya,” katanya.

Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal menyatakan, dirinya sangat kehilangan penyair W.S. Rendra, karena sosoknya yang sangat peduli pada masyarakat. “Mas Willy orang yang sangat peduli dengan masyarakat,” katanya di Bengkel teater Rendra, Jumat.

Jusman juga menyatakan kagum dengan penyair yang mendapat julukan “Si Burung Merak” karena dedikasi hidupnya untuk kesenian yang tiada henti sampai akhir hayatnya dengan menyuarakan kekritisannya. “Hidupnya dicurahkan untuk mengembangkan kesenian yang bebas berekspresi, dan kritis terhadap realitas sosial. Ini menjadikan ia begitu dikenal,” ujar Jusman.

Ia mengatakan, Rendra selalu mengingatkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan seharusnya bisa bersatu dan bekerja sama untuk membangun bangsa, demi kesejahteraan masyarakat.

Salah satu sikap Rendra yang tidak dapat dilupakannya adalah ketika bertemu selalu dengan wajah gembira, tidak pernah sedih. Rendra kata Jusman juga tidak segan-segan mengatakan sesuatu yang ia tidak suka dengannya. “Kalau tidak suka, dia menyatakan dengan terus terang, karena sudah dianggap keluarga,” katanya.

Jusman mengatakan terakhir kali bertemu Rendra dua minggu yang lalu saat penyair dengan julukan “Burung Merak” tersebut masih dirawat di Rumah Sakit (RS) Mitra Keluarga Kelapa Gading.

Ketika itu, kata dia, mereka membicarakan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Jusman mengatakan bahwa ia kenal dengan Rendra pertama tahun 1978. “Ketika itu saya masih jadi mahasiswa ITB dan beliau sedang menjadi ikon atas kekritisannya,” katanya.

Ketua Majelis Sastra Bandung Mat Don mengatakan, W.S. Rendra merupakan budayawan dan penyair yang hadir di setiap angkatan. Karya-karyanya mudah dicerna masyarakat, termasuk oleh masyarakat awam sekalipun,” katanya.

Kepergian Rendra, kata Mat Don, merupakan kehilangan besar buat sastra Indonesia. Ia merupakan salah satu penyair yang mamiliki karakter khas melalui syair-syair pedasnya yang langsung menohok. “Salah satu ciri khasnya adalah mengukir syair-syair pedas yang langsung pada persoalan, puisinya bisa dicerna siapa pun. Itu kekuatannya,” kata penyair Kota Bandung itu.

Rendra, kata Mat Don, merupakan orang tua, guru, dan teman bagi para penyair, seniman, dan budayawan. Ia merupakan salah satu dari sekian banyak penyair yang cukup produktif dan tetap kritis dalam mengungkap fenomena di masyarakat Indonesia.

Sebagai penyair, katanya, ia mengaku sulit mengklasifikasikan sosok almarhum karena karya-karyanya selalu hadir dan mengikuti setiap angkatan. Syair-syair pedasnya, ujarnya, tidak hanya menyentil kebijakan pemerintah, namun juga menggugah masyarakat untuk bangkit bersama semangat syair-sairnya dalam melakukan perbaikan.

“Rendra merupakan tipikal orang yang konsisten dan berjuang tanpa jeda untuk puisi dan sastra Indonesia, humanis dan enak diajak berdiskusi,” katanya. (ant).
***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *