Historis Demografisme (Percikan Api yang Meletuskan Pemberontakan)

Daoed Joesoef
kendaripos.co.id

Selain pertentangan kekaryaan dan ikatan, pendekatan historis demografisme terhadap pemahaman tentang tekanan kependudukan mengungkapkan pula adanya pertentangan generasi sosial. Generasi itu adalah keseluruhan orang yang mempunyai kesamaan kepentingan dalam persoalan kebudayaan, organisasi, kontrol, dan merasa solider satu dengan lainnya berhubung kesamaan dalam aspirasi dan cara melaksanakan sesuatu. Dalam generasi sosial itu selanjutnya dapat dibedakan ”generasi muda atau generasi pembaru” dan ”generasi tua atau generasi konservatif”.

Dengan generasi muda dimaksudkan keseluruhan individu atau kelompok-kelompok orang yang berusia banyak sedikitnya sama, yang berada dalam suatu keadaan psikologis tertentu berhubung adanya kesamaan tanggapan mengenai kebutuhan yang dianggap vital selama suatu waktu tertentu di dalam periode aktif dari masa kehidupan mereka dan berbeda, baik dari sudut pandang maupun cara, dengan keadaan psiko-kolektif generasi sosial yang mendahuluinya.

Dengan generasi tua dimaksudkan keseluruhan individu dan kelompok yang mempunyai ciri-ciri yang sama seperti tersebut di atas dan mencerminkan keseluruhan kebutuhan dan pandangan anggota-anggotanya selama periode pasif dari masa kehidupan mereka dan berbeda dari sifat dan keadaan psiko-kolektif generasi yang langsung menyusulnya di dalam proses (urut-urutan) sejarah.

Pertentangan kekaryaan dan ikatan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, bila ditinjau lebih dalam, hanya merupakan bagian dari pertentangan lain yang lebih luas. Yaitu, pertentangan antargenerasi, antara kategori penduduk yang mempunyai tanggapan hidup yang berbeda.

Jalannya sejarah penuh ditandai oleh pertentangan antara psikologi militer yang baru dan lama, antara konsepsi filosofis yang baru dan yang lama, antara cara berproduksi yang baru dan yang lama.

Semasa abad kuno, yang oleh analisis Marxist selalu disebut sebagai pertentangan kelas, yang terlibat dalam bentuk pertentangan ikatan sebenarnya adalah pertentangan antargenerasi berupa usaha perebutan kepemimpinan masyarakat di antara elite dari dua generasi yang jelas berbeda.

Karakteristik demografis ini jelas menandai Revolusi Perancis. Revolusi itu merupakan akibat perjuangan yang lahir dalam lingkungan budaya-urban, digerakkan oleh filosofi ensiklopedis dan oleh sejumlah besar orang-orang muda yang berpendidikan, aktif, dan hidup di kota-kota.

Mereka itu tidak hanya menuntut kebebasan (libert) dan kesetaraan (egalit), tapi bertekad pula untuk memimpin dan mengatur jalannya masyarakat dengan asas-asas baru dan orang-orang baru.

Revolusi Rusia yang didengung-dengungkan sebagai buah dari pertarungan kelas, sebagai suatu model revolusi proletar, pada asasnya merupakan pertarungan antargenerasi yang meliputi cukup banyak aspek militer, intelektual, serta birokrat.

Demikian pula friksi-friksi yang pernah terjadi dahulu di beberapa negara komunis menjelang keruntuhan rezim totaliter itu, yang keluar dinyatakan sebagai pertarungan antara kelas reaksioner yang hendak merebut kembali kepemimpinan masyarakat dari tangan kelas proletar, sebenarnya tidak lain adalah pertarungan antara generasi muda dan tua dari ”kelas” yang sama. Gejala yang sama terlihat di beberapa negara yang baru merdeka di Afrika, Amerika Latin, dan negara kita sendiri sampai beberapa kali.

Dalam banyak hal, pertentangan generasi psikologis sampai tingkat tertentu mencakup pertentangan-pertentangan umur fisiologis (antagonisme orang muda dengan orang tua dewasa ini). ”Pertentangan umur”, setiap periode 30 tahunan, mencetuskan cara-cara ”baru” di bidang militer, kultural, dan ekonomi untuk menghadapi cara-cara ”lama” di bidang-bidang yang sama.

Keseluruhan Generasi
Ada kalanya pandangan (visi, konsepsi) hidup yang berbeda tidak terkungkung dalam batas-batas ikatan dan kekaryaan, tapi meliputi keseluruhan generasi psiko-fisiologis; mungkin pula tidak dibatasi ruang (space), baik natural maupun formal. Artinya, tercetus di beberapa ”tempat” yang berbeda tanpa komunikasi dan konsultasi dengan sengaja satu dengan lainnya lebih dulu.

Bila demikian, pertentangan dapat dikatakan merupakan satu ”pertentangan zaman”, yang dalam sejarah dikenal sebagai pertentangan generasi-generasi militer, intelektual-religius, ekonomis.

Ambillah, misalnya, ”pemberontakan” di kalangan ”anak-anak muda”, di berbagai tempat dan negara, yang hampir seluruhnya dimulai di pusat-pusat pengetahuan (kampus). Pemberontakan generasi muda itu sangat jelas menunjukkan didorong semata-mata oleh desakan realitas demografis dan tidak diselimuti oleh sesuatu dalih ideologis yang disiapkan lebih dulu.

Dalam hal ini, ia timbul di mana pun secara spontan. Dan ketika spontanitas kecenderungan pemberontakan tersebut mulai diinfiltrasi oleh konsep-konsep ideologis dan dogma-dogma politis yang sudah ada sebelum pemberontakan terjadi, pemberontakan lalu kehilangan sifatnya yang asli serta ”sense of direction” dan akhirnya reda kembali.

Walaupun reda, sebabnya yang asli, yaitu realitas demografis, tetap ada. Karena itu, ”pemberontakan” ini sekali-kali muncul secara sporadis, bagai orang yang bingung mencari pegangan.

Pemberontakan generasi muda tersebut dalam dirinya merupakan kebangkitan (uprising) yang kali pertama dalam sejarah yang tidak timbul dari pikiran teoretis seorang genius, yang sama sekali tidak digerakkan dari sesuatu leading center berdasar satu resep politik yang telah disiapkan lebih dulu. Sebab, awal kebangkitan itu dapat ditemui dalam asas-asas ”non-conformity” hampir di segala bidang kehidupan dari suatu generasi terhadap asas-asas yang dipegang oleh generasi-generasi sosial sebelumnya, yang kebetulan memegang pimpinan masyarakat.

Sebab awal kebangkitan tersebut bisa ditemui dalam tanggapan humanisme satu generasi muda yang lain sama sekali dengan tanggapan humanisme yang dianut oleh suatu generasi tua. Sebab, generasi sosial yang terakhir disebut itu pada masa ”mudanya” dulu hidup dalam satu lingkungan kehidupan (realitas demografis) yang berbeda sama sekali dari lingkungan budaya-urban di mana generasi muda yang memberontak hidup dan dari situasi dan lingkungan mana mereka simpulkan tanggapan humanisme dan asas-asas yang nonkonformis tersebut.

Sepintas lalu, sebab-musabab kebangkitan itu memang terlihat ”sederhana”. Ia timbul karena tidak puas terhadap ”kondisi kampus”. Ia timbul karena ”harga bensin naik” atau karena ”harga bahan pokok naik” atau karena ”si koruptor tidak dihukum”.

Semua itu pada hakikatnya merupakan percikan api yang membantu meletusnya pemberontakan. Dikatakan ”membantu” karena sebab awal sebenarnya, sebab fundamental letusan itu, bukan di situ, bukan di kondisi kampus, harga bensin, dan harga beras, tapi pada ”dinamit masyarakat” yang makin lama makin bertumpuk, tapi tersembunyi dari mata analisis.

Dinamit masyarakat itu adalah ”realitas demografis” sebagaimana yang diungkapkan oleh pendekatan analisis ini. Tanpa realitas demografis ini selaku dinamit masyarakat, percikan api seperti apa pun besarnya tidak akan menimbulkan sesuatu cetusan generasi.

*) Alumnus Universit Pluridisciplinaires Panthon-Sorbonne

Leave a Reply

Bahasa ยป