Nurel Javissyarqi
http://www.facebook.com/nurelj
Alhamdulillah diberi sempat meluruskan permasalahan ini, kepada kejiwaan bathin menggebu menunjukkan sikap seimbang di jalan lurus menentukan pilihan. Ruh yang Tuhan rahasiakan kecuali sedikit bisa dikenali, hanya sekulit luar kupasan bawang putih adanya materi, sebagai kehalusan budhi pekerti insan mengamati arti kelembutan.
Kali ini kudedah keberadaan realitas ketaksadaran, sebab realitas kesadaran tentu anda cukup mengolah bahan termiliki. Ini dimunculkan demi mawas bercermin, atas kesalahan tak terkira sanggup gagalkan pemahaman, lebih parah melahirkan tragedi. Karenanya izinkan menguliti buah pengantar jarak yang ditempuh pemahaman logis serta rasa untuk menggapai akarnya.
Catatan ini tidak menutup kemungkinan perbaikan lanjut pula bagi dunia kian sengkarut. Misalkan bertemu kenyataan realis atau kesadaran realis, namun nyatanya bukan realitas kesadaran hakiki. Di sini tipu daya penampakan menyesatkan faham, aturan umum tanpa tubuh hanya kepala perintah tiada landasan, tidak memiliki pijakan lestari.
Mengamati realitas ketaksadaran, seyogyanya menggunakan mata tajam, yang realitasnya ada belum tentu terlaksana kesadaran, atau ketaksadaan kadang tampil dianggap realitas. Semisal orang mabuk berjalan dengan realitasnya, bentuk luar yang kadang menghasilkan anggapan kurang tepat.
Ketika masuk pada kelambu jiwa, jelas pemabuk berjalan dalam realitas ketaksadaran. Hal serupa berkembang ditarik benang kemabukan akan cinta sesama, benda, tahta pun lainnya. Setelah mengetahui harus pakai kaca mata besar nan terang, agar jelas melihat kemabukan, gairah, cemburu, benci sejenisnya ialah realitas ketaksadaran yang di atas pandangan umum dianggap biasa.
Secara umum yang terlihat alasannya menjadikan realitas. Ini perlu diungkap berdasarkan kegelisahan mengamati fakta yang telah dikuasai hukum balik. Yang benar jadi salah yang salah menjelma benar, yang tak nyata dianggap realitas. Titik terangnya karya dihasilkan realitas kesadaran pula ketaksadaran. Ini dipegang agar selaras pemahaman, dunia nalar imaji rasa ialah realitas ketaksadaran yang miliki kesadaran sendiri. Dan diitilik guna melingkupi juntrung, bahwa ide dunia lain memasuki kesanggupan mempengaruhi realita.
Kenapa mabuknya cinta tidak berpijak di dunia nyata atau tak sadar total akan fitroh insani? Sebab suntuk perjuangkan yang diyakini hingga sakit menimpa tidak mengaduh, bisa jadi tak merasakan beban diemban dan lebih meningkat bertambah nikmat. Lalu pengaduan bermelodi menampilkan hasana kejujuran sebagai realitas rasa.
Rasa di sini harus ditarik samudra berimbang, agar hakiki bukan kesamaran sulapan. Ini bukti kesementaraan bukan realitas kesadaran, tapi sekadar menumpang lewat terbebani. Tarulah mengangkat beban disuruh yang tercinta, terasa lain jika diperintah kawan atau atasan. Kalau tidak dikenali merasakan misteri, yang mungkin dapat mengimbangi beratnya.
Aku turuti mendekatkan diri pada persoalan yang segera menemukan keberimbangan hakiki. Pembeda realitas kesadaran dan realitas ketaksadaran, menarik kejelasan diemban keduanya, minimal mengambil pelajaran lewat kesadaran utuh, antara memahami realita dan tidak nyata akan berimbang sejalan.
Menjadi debat sengit diskusi, tapi kita sadari perdebatan menelorkan kesimpulan, belum tentu sanggup dijadikan pijakan. Kita miliki pandang sama jika duduk di danau sanubari. Atau anda balik mengenali perolehan hasil paparan ini. Bagaimana mabuk? Aku maksudkan berlebih atau kecenderungan yang dilakukan serupa kebiasaan sampai tahap ketagihan. Apakah orang tidur dalam kesadaran seluruh? Ketika akan tidur membawa kesadaran bangun, namun bagaimana dengan proses tidurnya?
Ditarik paparan umum kebiasaan ternyatakan, jika tidak berpijak atas realitas kesadaran dikatakan realitas ketaksadaran. Ini musti diterima landasan ketajaman pembeda. Memang realitas kesadaran, realitas ketaksadaran memiliki pembawaan. Ini perlu hati-hati menyelidik agar merasai kebenarannya, guna langkah mantap menuju realitas membawa pencerahan dari sesimpul cermat keduanya.
Kita kerap terpenjara kecenderungan, apakah benar realitas kesadaran atau sebaliknya, sebab sama berkait manakala pelaku berkarya menentukan pilihan. Bagaimana rasa mabuk sebagai pelajaran sampai tahap raja mabuk menguasai latihan, kerja keras sehingga kemabukan tidak disebut watak kecenderungan, atau kejiwaan mabuk harta menyerupai tekun bekerja.
Kesimpulan diatas; Satu, sadar dirinya mabuk, kedua, tidak sadar dirinya mabuk, ketiga, sadar tapi tak mau kembali pada kesadaran utuh atau hanyut. Kedua ketiga jelas pelaku tidak berinisiatif mengembangkan berkekuatan rayu. Yang jadi persoalan pemabuk sadar dinayanya hingga meningkatkan kekuasaan atau kekuatan mabuk bertambah.
Contoh prajurit mabuk kekuasaan, sadar dinaya kekuasaan lalu berusaha keras mendapatkan. Kesadaran latihan keras awalnya mabuk tidak disebut mabuk di mata umum. Ada berkata giat, rajin dan tekun. Benarkah demikian? Kekhususan atau pengecualitan kusebut positif yang negatif, sebab sadar penambahan kemampuan. Dasar kesadaran ini unsur tidak mabuk membabi buta, ada pengendalikan pandang yang malah disebut pekerja rajin, cakap dan ulet.
Ini manipulasi hebat, pecinta mabuk telah tahu medan nantinya ialah awal sandiwara hilangnya definisi realitas kesadaran. Di sini usaha kerasnya sanggup mengontrol sampai hasil tercapai menjadi duga merambah kesadaran lanjut, menjalari waktu melumpuhkan kesadaran insani yang murni dengan pelahan.
Berarti kesalahan diulang-ulang menjadi pembenaran? Ya itulah kebenaran umum, kesalahan lama-kelamaan didukung bertambah kuat, dan lebih jauh mengelirukan pemahaman. Lantas apa guna nurani? Inilah pokok soal, insan mabuk realitas ketaksadaran begitu lama, hingga didamba menuntut waktu terselesaikan di tapal batas bahagia yang kebenaran halusinasi. Oleh kesibukan mabuk materi, menjadikan berlalu-lalang tanpa endapan nurani. Ini sulit disembuhkan jikalau tak berbalik menarik kesimpulan, dari kedamaian diskusi yang fitri.
Ini tidak salahkan perubahan, tentu landasannya berharap perbaikan, tapi perlu tahu mana yang baik, mana seolah baik. Sebab telah lama terpedaya pandangan tak jelas, berhubung terompetnya ditiup berulang dan otak terkuasai, tapi nantinya terbantah hukumnya sendiri. Hakikatnya, realitas ketaksadaran bukan kesadaran, dan min kali min sejatinya bernilai min. Bagaimana tiba-tiba menuju persoalan matematika, adapun ada hukum relativitas yang tidak semuanya berlaku pasti, unsur-unsurnya tidak terjamah perhitungan saklek.
Kiranya tegar sebab telah banyak bukti penipuan menggiring kekaburan, kurang memadai penjelasan hakikat min yang plus atau plus yang min. Sedang hakikatnya putih dan hitam atau kebaikan berlawanan kejahatan. Aku berharap ini bukan membuka lembaran dualitas, landasan tegas bantahannya cermat, agar tidak terulang salahkaprahan, oleh telah sampai derajad keseriusan goda kelicikan untung tapi buntung, yang menyakitkan menggerogoti jiwa.
Relativitas ada jika menjumputi efek-efek yang dihasilkan keduanya, baik-buruk atau plus dan min, namun bagaimana kelanjutannya? Maka kuterangkan lewat tabel di bawah, sebagaimana anda menggunakan landasan tersebut, aku pun membantah.
3 x -2 = -6
2 x -2 = -4
1 x -2 = -2
0 x -2 = 0 (permukaan laut kesadaran)
-1 x -2 = 2
-2 x -2 = 4
-3 x -2 = 6
Walau tampaknya benar bila tidak memakai kaca mata lebih tajam, sebab tabel di sana menyimpan arah ke atas dan ke bawah. Apakah arah tidak penting dan terpenting hasil? Bagaimana dianggap tidak penting, sedang hidup mengarah ke sesuatu yang disuntuki.
Persoalannya anda tidak menilik, bahwa arah menentukan hakikat kebenaran sejati. Kalau kulukiskan hitungan di atas 0 x ? 2 = 0 ialah permukaan lautan kesamaan gelombang letak kenormalan semacam kemauan kepasrahan bersatu. Di samping jalan menyerupai malaikat yang tidak memiliki hasrat, atau tiada mampu naik-turun seperti daya dinayanya manusia.
Sedangkan 1 x ?2= -2 terjelaskan kebaikan dilipat ganda (kali), dari min (kepasrahan), bertanda angka -2, akan menghasilkan kepasrahan sama (= -2 ialah hitungan di atas). Atau Hazrat Inayat Khan di hadapan Tuhan bersikap polos (-), tidak membawa kearifan dunia. Menambah alasan ini kenyataan naik sedikit udara, jika tambah tinggi bertemu ruang hampa.
Diibaratkan Isra? Mi?raj merupakan kepasrahan tertinggi bertemunya plus kali min (+ x – = -). Plus (+) ialah kesadaran total hamba, berlipat (x) kepasrahan (-), atau meski dapat jaminan surga Nabi Muhammad SAW tetap beribadah mengharap Sang Maha. Hasil min merupakan kepasrahan beribadah (+) yang menggebu (x) bertemu kepasrahan (-), maka totalitasnya kefanahan (= -). Aku tidak menyebut di samping hasil min membuka min-plus-Nya, Maha Besar Allah, semoga diridhoi paparan ini.
Tidakkah (- x -= +) berada di bawah garis permukaan laut kesadaran, atau di bawah (0 x – 2= 0). Dapat ditarik pemaknaan gagasan (- x – = +) belum berlanjut pada hakikat (- x – = -), karena terselubung dataran yang telah disepakati bersama, padahal ada nolnya malaikat, hasil 0 dari + x -. Lantas datanglah sanggahan, Tuhan tidak menutup kemungkinan yang berbuat dosa (-) bertemu pendosa (- x -) akan melakukan kesalahan pula (= -). Bisa terjadi pendosa (-) sadar pertemuan berkah dalam taubatan akbar. Kemungkinan ada, maka kusebut (- x – = belum tentu hasilnya +). Anda mengatakan kemungkinan lain, menurutku bisa berlainan pula.
Kemungkinan lain (- x – = -) itu hakikat yang masih terselubung teori yang dianut dunia (? x – = +). Ada sangkalan, ketika pendosa berkumpul (- x -) akan timbul bencana besar seperti perkumpulan bajak laut &ll (= -). Akan terlihat anda membenarkan atau menjadi berlainan dengan ? x – = +. Dari sini menyetujui kesalahan berulang menjadi kebenaran suatu waktu? Ini yang kukritisi, kesalahan-kesalahan hakikatnya bukan menghasilkan kebenaran atau plus (+) dari (- x -), namun dapat menjadi min (-).
Atau terpuruklah anggapan umum menghakimi kesalahan terorganisir menjadi kebenaran berkuasa. Kekuasaan matematika pun sejarah menjadi milik penguasa, ini dalil yang anda anut sebab tidak mengembalikan fakta kepada hakikat. Harusnya teori ini berlanjut hingga yang kumaksud tolak ukur kelenturan, bukan kekakuan dalam pembangunan mental, moral, ekonomi, sosial juga spiritual. Dari hitungan yang umum seolah tiada kemungkinan, sejenis pemberhentian jalan buntu menuntut tumbal seperti yang dialami Socrates meminum racun.
Marilah bercermin teori listrik, benarkan (- x – = -)? Atau benarkah nilai buruk dilipat ganda menjadi kekuatan positif (- x – = +)? Jadikah perwujudan lesbi benar kalau teori listri benar? Aku tidak mengatakan para lesbi tidak terangsang sesamanya, tapi hukum kehakikian yang digali, sebab terangsang atau tidak sama keliru pandang di atas, maka kita cari kehakikian listrik mengalir dalam tubuh. Sebelum berkelanjut kita ketahui (- x – = +) saat bercermin realitas sosial, ekonomi, tampak timpang di kedua bidang tersebut;
Dalam realitas sosial kuanggap min (-) ialah kesalahan, dan kali (x) penggandaan dari sebelumnya. Jika yang digandakan kesalahan, kenapa hasilnya kebenaran positif (+)? Sebagaimana realitas sosial ekonomi mengenai hutang(?), kenyataan pembenaran pada kesalahan, atau tradisi keliru dianggap tidak tabu bila dilakukan berulang. Benarkah teori tersebut? Atau kesalahan akan dibenarkan jika yang berkuasa melakukan. Tidakkah kuasa matematika serupa palu hakim, mengetuk realitas seenaknya menimbulkan bencana juga?
Dalam wilayah ekonomi, min (-) berarti hutang. Jika dikalikan atau dilipatgandakan, kenapa menjadi tidak berhutang atau plus (- x – = +), tidakkah ini menguntungkan bandar koruptor membenarkan hutang sebelumnya menjadi pijakan kekuasaan? Sungguh hukum matematika di atas sangat patut ditilik selidik (yang ? x – = + ke bawah), seperti penghilangan kesadaran rayuan. Aku sepakat di sini (+ x – = -); saat kebenaran (+) terketahui (kepasrahan) bertemu (x -) berulang, hasilnya pembenaran yang keliru (= -). Dan para peneliti yang lain tentu tidak membantah, ini tersampaikan jarak waktu menerjemah menentukan hasil perhitungan.
Marilah pelajari keabsahan teori, misalkan (3 x ? 2 = -6). Kalau (3 x 2 = 6) berarti perkalian di depan dengan sebelumnya, dapat disebut pelipatgandaan benar bertemu kebenaran akan berjumlah kebenaran. Namun jikalau tercampur negatif, menentukan akhir dari penjumlahan tersebut (3 x ?2 = -6); sejenis plus (+) itu jiwa netral seperti air berkecampur teh (-) menjadi teh seluruh, walau ada kebenarannya ini bukan perkalian tetapi penambahan, mari ditilik jauh.
Serupa langkah memberi ruang positif, angka 3 pada (3 x -2 = -6) ialah langkah sebelumnya; tak ada jadi ada, keadaan pertama berniat mengekspesikan, jika berlipat ganda (x) menjelma proses kerja, ini bertaut yang di depannya. Jika di depannya positif (+) hasilnya besar positif (+ x + = +), jika pertemuan positif memasuki keadaan negatif menjelma negatif atau (3 x -2= -6). Dan teori listrik semisal, seorang melangkah di pesawahan berjumpa petir (+), maka hati-hatilah sebab bumi bernilai negatif (-). Ruang di selangkangan ialah positif yang menarik daya positif lebih besar di atas (petir atau +), sehingga di sekitar positif dan negatif, bersatu pada ruang berlawanan, jadilah tersambar.
Seperti berjalan, gerak sebagai energi terlaksana. Air bendungan belum dialirkan sejenis nilai negatif, kemandekan menimbulkan penyakit. Sebab tidak dialirkan, semakin lama kotor tiada guyuran hujan. Air bendungan akan jernih kalau mengalir sekaligus mendapati guyuran. Aliran jelas muatannya jika masuk generator. Generator bagiku bukan penghasil listrik menyeluruh, hanya mewujudkan aliran air yang diterima, tanpa bendungan dan air, tidak berguna. Bukan penghasil listrik seluruh, sebab air yang digrojokkan membawa energi positif dan negatif, atau air di bendungan mandek (-) bergumul kucuran hujan (+) dimuntahkan menjadi tenaga kincir.
Langkah memberi ruang positif, sebagaimana orang sedang berjalan atau beraktivitas memberi ruang positip, di mana pemaknaan gerak ialah energi yang terlaksanakan; air mengalir menuju kencir ialah usaha positif dari sebelumya (+ dan -). Menilik ke dalam, kusebut magnit memiliki kutub utara dan selatan. Semisal kutub utara kebaikan (+), kekeliruan dilakukan kutub selatan (-). Keduanya tarik-menarik antara bisikan malaikat (+) rayuan setan (-). Dalam tubuh berpotensial tinggi berada di atas (+), pemilik potensial rendah di bawah (-); ini saling tarik antara pusar ke atas dan ke bawah. Yang menentukan keadaan perut, sebab berada di tengah mempengaruhi logika dan kalbu. Perut kosong ditarik hasrat ke atas menghasilkan energi positif, jikalau perut kosong ditarik hasrat ke bawah sedari pusar, menuntut jatah kebutuhan biologis.
Hati di atas pusar berpotensial tinggi nilainya positif (+) menentukan gerak selanjutnya. Ruang kalbu serupa kaca tembus goda, maka pandangan mata berfikir memberi warna. Olehnya tidak keliru hati tetap jernih jika memandang kebaikan, dan jika mata melihat pusar ke bawah menuntut perbuatan negatif; ini balik berlawanan yang berpotensi rendah temukan energi lebih, sedari luar berpotensial kurang bajik, yang menjadikan manusia menuruti nafsu.
Menjadi lain atau sama cara pandang wanita pemilik energi negatif (-), lelaki berunsur positif (+), ini tercipta oleh pengfokusan hasil olahan mencuat, kebanyakan lelaki sanggup tentukan sikap, sedangkan pensifatan itu gerak memberi ruang positif. Bagaimana jika wanita memiliki nilai lebih saat dihadapkan lelaki, dan penjumlahannya mengalahkan lelaki atau (-) menguasai (+) menghasilkan (-) atau (+ x – = -).
Maka tepat ajaran mengatakan; lelaki menjadi pemimpin seharusnya berpotensi lebih tinggi, sehingga terjadi pengurangan dari proses kreativitas yang dihasilkan. Jika lekaki bernilai (2) perempuan bernilai (1), maka (2 ? 1 = 1) atau jumlah angka satu sebagai hasil pergumulan min-plus, dan lelaki masih memiliki cadangan pengaturan, tidak menghasilkan kebalikan jika wanita bernilai lebih tinggi dari lelaki, atau wanita 2 lelaki 1 (-2 dikurangi ?1 = -1 ); tersebab bertemunya positif-negatif tersebut membangun kerugian. Karena perkalian itu penggandaan, jika betemu negatif, berapa pun nilai habis atau menanggung kerugian sebanyak energi yang ada. Keterangan ini (- dan +) berlainan atau sama, di alam hakikat sebelumnya, menggebuh serta kepasrahan total. Lantas, apakah perkalian hukum sebab akibat atau lipatan?
3 x ?2 = -6
2 x ?2 = -4 (hukum kebaikan universal)
1 x ? 2 = -2
0 x ? 2 = 0 (kekuasaan Allah Swt)
-1 x ?2 = 2
-2 x ?2 = 4 (hukum kesesatan universal)
-3 x ?2 = 6
Harus disadari perkalian hukum lipatan dari yang dikalikan, ini tak terbantah atas keterangan para guru, tetapi patut menyadari dasar apakah menjadi perkalian memunculkan kaca pantul? Antara hasil nol ke atas dan hasil nol ke bawah. Kalau diamati angka di atas secara cermat, memang (-1 x -2 = 2) disebabkan hukum pantul di atas sebanding dataran kedudukannnya; (1 x -2 = -2), secara nalar tentu benar. Namun tidak dengan kebenaran sebelumnya, lantas menghakimi yang di bawah, sehingga menimbulkan hukum bertolak-belaka; (-1 x -2 = 2), maka perlu penjelasan lanjut berimbang, yang tidak menyakitkan sisi-sisi yang dibebankan.
Kiranya hati-hati menarik faham, agar nilai terkandung tidak sekadar kebenaran tetapi juga ketepatan sejati. Alasan-alasan kuajukan ini; kenapa (-1 x -2= 2)? Tidak menghasilkan plus (+2). Kalau tolak ukur di atas tidak membebani, atau apalah contoh (+2 n)? Di sini menuntut kebenaran yang terakui (1 x – 2 = -2) tanpa harus ada beban ditanggung oleh (-1 x -2 = 2). Maka perlukah ditaruh sebentar soal itu, sampai penelitian lanjut berimbang tak membebani?
Perkalian ialah sebab akibat serupa tabel di atas, kalau ditarik garis lurus mendatar, hasilnya dari lipatan atau penambahan dilipat gandakan sesuai yang dikalikan. Jika ditarik garis lurus, antara (0 x -2 = 0); semacam kaca memantulkan sebab akibat ke atas dan bawah. Maksud mengemukakan ini guna mengetahui landasan perkalian, demi memperkirakan kemungkinan lain sehingga yang kumaksud terbebani tidak terulang kefatalan. Aku hawatir jika diteruskan, keadaan bumi tidak teratasi, kesalahan dianggap akibat kekuatan pembenaran faktor di atas. Atau (1 x ? 2 = -2) berakibat (-1 x ?2 = 2); seolah evolusi salah jalur kehendak berkuasanya kesesatan. Semoga hening merambati pengamatan, terungkap demi mentalitas masa depan.
2004, penegasan 2009 Lamongan.